Kupi Beungoh

Aceh dan Kepemimpinan Militer (XII) Benarkah Iskandar Muda Raja Liberal ?

Kesimpulan Nuruddin sangat sederhana dan ringkas. Ia menganggap dan bahkan memberikan fatwa aliran Wujudiyah sebagai aliran sesat dan mesti diberantas

Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM/Handover
Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Oleh: Ahmad Humam Hamid *)

Keterbukaan dan kosmopolit Aceh pra kolonial adalah sebuah ciri yang terus berlanjut semenjak Lamuri, Perlak, Samudra Pasai, sampai dengan berakhirnya kerajaan Aceh ketika Belanda datang.

Kosmopolitan Aceh berjalan dengan suasana pasang surut, dan mencapai puncaknya ketika Iskandar Muda berkuasa.

Contoh yang paling menonjol adalah sikap toleran dan terbuka Iskandar Muda ketika ia menerima kunjungan ulama dari Ranir, India, Nuruddin, yang kemudian hari dikenal dengan nama Nuruddin Ar Raniry.

Nuruddin pada masa itu, karena ketinggian ilmunya menjadi tamu kerajaan Aceh.

Ia mengobservasi kehidupan beragama masyarakat Aceh yang umumnya pada masa itu mempraktekkan aliran wujudiah yang bersyampur Syiah.

Seperti diketahui aliran itu diperkenalkan di Aceh oleh Hamzah Fansuri, yang kemudian di lanjutkan oleh muridnya yang menjadi Qadhi kerajaan, sekaligus penasehat utama Iskandar Muda, Syamsuddin As Sumatrani.

Kesimpulan Nuruddin sangat sederhana dan ringkas. Ia menganggap dan bahkan memberikan fatwa aliran Wujudiyah sebagai aliran sesat dan mesti diberantas.

Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer (XI) Benarkah “Masa Emas Aceh” Iskandar Muda Sekedar Mitos?

Ia menghadap Iskandar Muda dan menyampaikan pendapatnya. Sang raja “bergeming” dan merespon Nuruddin.

”Apa yang saya harus lakukan?”, tanya sang raja. Nuruddin menjawab ,” larang ajaran itu, hukum para pentolannya, dan bakar semua kitabnya”.

Iskandar Muda segera menimpali Nuruddin, dan segera menantang sang Ulama.

“Tolong jangan sebut larang dan bakar.” Iskandar Muda segera meminta Nuruddin menulis kitab baru untuk membantah seluruh praktek aliran Wujudiyah dengan berbagai dalil yang kuat sehingga ummat akan memilih dan mempraktekkan anjuran ulama Ranir itu.

Untuk ukuran hari ini sikap yang dimiliki Iskandar Muda lebih bernuansa “liberal”.

Ia tidak setuju dengan Nuruddin, padahal walaupun tidak ada penjelasan lengkap, Qadhi Agung, sekaligus penasehat Iskandar Muda pada masa itu adalah Syamsuddin As Sumatrani.

Ulama ini dikenal sebagai murid cemerlang dan pelanjut tradisi Wujudiyah Hamzah Fansury.

Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved