Opini
Urgensi Penelitian Ganja di Aceh
Legalisasi penggunaan ganja medis tanpa disertai adanya bukti ilmiah dari pemanfaatan ganja medis yang pernah dilakukan di Indonesia

Sudah berabad lamanya masyarakat nusantara menggunakan akar, biji, daun, atau getah ganja untuk menyembuhkan penyakit, selain sebagai bumbu penyedap masakan.
Manfaatnya telah banyak dirasakan.
Namun bagaimana dengan efek sampingnya, dan itu yang belum kita ketahui.
Karena cara pengobatan dengan bahan dasar tanaman ganja yang selama ini dipraktikkan tidak mengacu pada senyawa yang terstandar dan dosis yang terukur.
Demikian juga dengan banyaknya ulasan mengenai sejumlah manfaat tanaman ganja bagi kesehatan seperti yang termuat dalam laman www.hellosehat.com, di mana ganja medis bermanfaat untuk mengurangi nyeri kronis, terapi paliatif pasien kanker, mengatasi masalah kejiwaan, mencegah glaucoma, mencegah kejang, dan memperlambat perkembangan Alzheimer, serta meningkatkan kapasitas paru.
Namun karena tidak disertai dengan penelitian dan uji klinis yang dilakukan di laboratorium di Indonesia, termaksud yang dimaksud apakah berjenis mariyuana (Cannabis Indica Lam) atau hemp (Cannabis sativa L) maka dalam praktiknya sangat sulit untuk diuji coba manfaatnya.
Sehingga obat yang berstandar medis atau paling tidak dalam jenis obat herbal terstandar (OHB) dan fitofarmaka tidak kita miliki.
Baca juga: Polemik Ekspor Ganja, Dosen Pascasarjana IAIN Langsa: Mau Dikemas Seperti Apa pun Ganja Tetap Haram
Urgensi penelitian ganja sangat penting untuk dilakukan agar polemik antara pendukung sudut pandang kriminalisasi ganja dan sudut pandang legalisasi ganja (meminjam pemikiran pakar hukum, Asmin Fransiska) tidak terus berkepanjangan.
Karena orang berpolemik cenderung mengandalkan argumentasi pseudo ilmiah (argumentasi setengah ilmiah) dan bisa mengarah pada ekspresi suka dan tidak suka (like and dislike).
Dengan mengedepankan penelitian, kita akan mengetahui dengan persis, seberapa banyak manfaat dan mudaratnya.
Mana mungkin penjelasan yang rinci dari permasalahan yang ada akan kita dapatkan tanpa membuka diri untuk melakukan penelitian.
Ganja yang tumbuh liar dan subur di Aceh memiliki kualitas terbaik di dunia (tribunnews.com, 18/10/2017).
Ia berjenis mariyuana dan bukan hemp.
Kandungan THC mencapai 20 persen, sedangkan CBD atau cannabidiolnya lebih kecil dari 10 persen.
Persentase THC yang tinggi inilah yang menyebabkan bahaya karena dapat menyebabkan pengapuran di otak (Webinar Fakultas Farmasi dan KAGAMA Fakultas Farmasi UGM, 6/07/2022).