Berita Aceh Timur
Belum Miliki KTP, Warga Pedalaman Aceh Timur Ini Tertunda Nikah, Butuh Waktu Lama ke Idi via Sungai
Pasalnya, untuk menuju ke Aceh Tamiang, Langsa, dan ibu kota kabupaten mereka sendiri, yaitu Idi Aceh Timur, mereka harus menempuh perjalanan jauh ber
Penulis: Zubir | Editor: Mursal Ismail
Begitu juga harga sembako di sana juga mahal, karena sama masalahnya yaitu para pedagang harus mengeluarkan modal tinggi untuk membawanya dari kota ke desa itu dengan boat.
Ongkos boat menuju Tamiang dari Desa Melidi per orang Rp 35 ribu - Rp 50 ribu, termasuk barang bawaan warga per goninya juga ongkosnya dihitung sama dengan orang.
Listrik padam berhari-hari
Listrik ke daerah ini tersambung dari Peunaron Aceh Timur, jika listrik padam bisa sampai berhari-hari, karena akses laporan ke petugas sulit sebab susahnya sinyal handphone yang nyaris belum ada sinyal di daerah itu.
Namun baru sebulan terakhir ini, di Desa Melidi ini sudah terpasang internet Telkomsel tembak, supaya mereka bisa berkomunikasi via medsos seperti WhatsApp dan lainnya.
Untuk menyambung hidup terutama menjual hasil bumi dan membeli sembako, selama ini penduduk Desa Melidi dan 3 desa lainnya di daerah padalaman paling timur Provinsi Aceh ini (Aceh Timur) harus mengarungi Sungai Batu Katak atau 'Sungai Maut' begitu sebutan warga di sana.
Tidak ada akses jalan darat bagi mereka untuk menuju Aceh Tamiang yang merupakan kawasan terdekat untuk mereka jangkau, karena wilayah itu dikelilingi sungai serta banyak aliran anak sungai dan bukit hutan belantara.
Karena tak adanya akses darat dan harus melalui sungai Batu Katak itulah, maka penduduk di sana kerap terisolir terutama pada waktu tibanya musim penghujan.
Sampai sekarang, Pemkab Aceh Timur dan Provinsi Aceh belum menyediakan fasilitas jalan serta jembatan bagi masyarakat Aceh yang tinggal di kawasan pedalaman di Aceh Timur itu.
"Selama ini kami di Desa Melidi tidak bisa berbuat banyak, kami belum ada jalan darat, hanya itu kami butuh di sini," keluh Keuchik Desa Melidi, Zainlani, kepada Serambinews.com yang berapa hari lalu masuk ke Desa Melidi dengan puluhan offroader Aceh Forest Xplorer (AFX) Ke-9 Tahun 2022.
Selama ini, kata Zailani, warga di sana harus naik boat dan bertaruh nyawa menuju perkotaan, sudah banyak warga yang meninggal kecelakaan di Sungai Batu Katak ini.
"Hasil tani kami dibeli murah karena agen harus mengeluarkan banyak biaya menuju kemari melalui jalur sungai, seperti buah kelapa sawit saja di sini hanya Rp 400 perak per kilonya," sebutnya.
Akibat murahnya harga hasil tani, masyarakat di sana seperti tak memiliki semangat untuk mengembangkan pertaniannya, padahal potensi pertanian di sana sangat bagus.
Keuchik Zailani menambahkan, belum lagi harga bahan pokok makanan mereka juga sulit terutama di musim penghujan karena besarnya air di sungai.
"Bahkan anak-anak kami sulit dapat pendidikan tingkat atas (SMA), karena di sana tidak ada SMA. Selama ini supaya bisa sekolah SMA, anak kami harus ngekos ke Babo, Kuala Simpang, Langsa," ujarnya. (*)