Berita Aceh Timur

Belum Miliki KTP, Warga Pedalaman Aceh Timur Ini Tertunda Nikah, Butuh Waktu Lama ke Idi via Sungai

Pasalnya, untuk menuju ke Aceh Tamiang, Langsa, dan ibu kota kabupaten mereka sendiri, yaitu Idi Aceh Timur, mereka harus menempuh perjalanan jauh ber

Penulis: Zubir | Editor: Mursal Ismail
Kiriman Keuchik Desa Melidi
Seorang ibu menggendong bayinya harus naik ke darat saat boat yang ia tumpangi kandas di Sungai Batu Katak disaat volume air sungai menyusut beberapa waktu lalu 

Terkadang, jika musim kemarau air sungai yang menyusut menyebabkan di titik Sungai Batu Katak tak bisa dilalui boat, karena terjadi pendangkalan di daerah bebatuan dan tebing itu. 

 Kemudian dari Babo, warga Desa Melidi barulah bisa melalui jalur darat menuju daerah perkotaan di Kuala Simpang, Aceh Tamiang

Sedangkan sebaliknya, warga Melidi yang kembali ke desanya membutuhkan waktu 3 jam karena boat harus melawan arus sungai yang turun ke muara laut Aceh Tamiang itu.

Belum ada jalan 

Sementara sampai saat ini belum ada akses jalan darat permanen yang bisa dilalui masyarakat Desa Melidi, Tampur Bor, Tampur Paloh, HTI Ranto Naro, untuk menuju ke daerah Babo atau ke kawasan perkotaan.

Pemerintah Aceh Timur maupun Provinsi Aceh belum membangun jalan bagi masyarakat di sana, padahal jika jalan tembus dibangun, hanya butuh waktu 1 jam menuju Babo Aceh Tamiang dengan sepeda motor.

Seorang ibu menggendong bayinya harus naik ke darat saat boat yang ia tumpangi kandas di Sungai Batu Katak disaat volume air sungai menyusut beberapa waktu lalu (Kiriman Keuchik Desa Melidi)
Baca juga: Ternyata, Boat yang Terbalik di Simpang Jernih, Aceh Timur Membawa Pengantin asal Siantar

Selama ini menurut warga di sana, sudah sering terjadi kecelakaan boat yang terbalik di sungai Batu Katak, hingga memakan korban nyawa dan harta benda milik warga yang hanyut ke sungai. 

Bahkan berapa tahun silam, seorang guru desa terpencil asal Bandung, Jawa Barat, yang bertugas di desa pedalaman Aceh Timur ini merenggang nyawa, karena boat ia tumpangi terbalik di Sungai Batu Katak. 

Meski air sungai kencang dan tinggi, warga di sana tetap harus mengarungi sungai tersebut, karena tidak ada cara lain untuk membeli stok kebutuhan makanan untuk rumah tangga mereka.  

Susah jual hasil pertanian, TBS hanya Rp 400/Kg

Kemudian kehidupan masyarakat di Desa Melidi dan tiga desa lainnya itu terlihat sangat memprihatinkan dan sangat tertinggal, mereka harus bertahan hidup dengan serba kekurangan. 

Selain itu, susah menjual hasil tani seperti buah kelapa sawit, pinang, kelapa, jengkol, pete, dan lain sebagainya, karena tidak bisa dikeluarkan dari jalur darat.

Oleh karena itu, hasil bumi warga di sana harganya sangat murah dibeli agen, sebab agen butuh biaya besar untuk menjangkau daerah itu dengan boat.

Buah kelapa sawit saja di sana dibeli Rp 400 per kilogram, sedangkan harga normal sekarang Rp 1.500/kg dan rata-rata harga hasil bumi warga dihargai 30 persen dari harga normal. 

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved