Kupi Beungoh

Masjid Sangso dan Tanggung Jawab Negara

sebelumnya Bupati Bireuen secara sepihak melakukan penghentian pembagunan masjid di Sangso tanpa ada alasan yang jelas

Editor: Muhammad Hadi
Dok Pribadi
Khairil Miswar adalah penulis Buku “Habis Sesat Terbitlah Stres: Fenomena Penolakan Wahabi di Aceh (Padebooks, 2017) 

Oleh: Khairil Miswar *)

NAMA Sangso kembali terdengar ketika beberapa media nasional merilis berita terkait kunjungan Tim Lembaga Bantuan Hukum PP Muhammadiyah yang tiba di Bireuen pada Senin (31/10/2022).

Tim melakukan kunjungan ke Samalanga terkait dengan aksi pelarangan Masjid Muhammadiyah di sana yang telah berlangsung bertahun-tahun tanpa titik temu.

Media juga mengabarkan bahwa tim tersebut sudah bertemu Pemerintah Kabupaten Bireuen dan mempertanyakan soal pelarangan pembangunan masjid.

Namun sayangnya, menurut pengakuan ketua tim, pertanyaan tersebut tidak dijawab oleh pemkab setempat, di mana mereka hanya menyebutkan bahwa di sana (Sangso) ada masalah tanpa memperjelas masalah dimaksud.

Di sini terlihat jelas Pemda Bireuen tidak mau terbuka tentang apa yang sebenarnya terjadi. Sikap yang dipertontonkan aparatur negara ini tentu sangat disayangkan.

Dalam konteks ini, sikap Pemkab Bireuen sebagai perpanjangan tangan negara di daerah sangat mengecewakan, di mana sebelumnya Bupati setempat secara sepihak melakukan penghentian pembagunan masjid di Sangso tanpa ada alasan yang jelas.

Secara tidak langsung Pemkab Bireuen seperti “berpihak” kepada mereka yang melakukan pelarangan sembari menafikan hak-hak warga Muhammadiyah yang terenggut.

Sejauh ini tidak terlihat upaya konkret dari Pemda Bireuen untuk melacak apa yang mendasari pelarangan pembangunan masjid tersebut.

Baca juga: Di Masjid Raya, Ulama Kharismatik Aceh Minta Bank Konvensional Tidak Dikembalikan Lagi

Pemkab Bireuen tampak “terbawa arus” sehingga mengeluarkan kebijakan aneh yang justru “menindas” satu kelompok demi kepentingan kelompok yang lain.

Ini adalah bentuk “diskriminasi” terang-terangan yang dilakukan Pemda setempat terhadap Muhammadiyah yang notabene adalah organisasi besar di Republik ini.

Jika kepada organisasi besar saja pemkab bersikap demikian, bagaimana pula dengan kelompok-kelompok minoritas lainnya? Tentu kita tidak bisa berharap banyak dan hanya bisa mengurut dada.

Sebagai perpanjangan tangan negara, harusnya Pemkab Bireuen bisa melindungi dan menjamin hak semua warga negara, tak terkecuali Muhammadiyah.

Namun konyolnya Pemkab Bireuen yang saat itu dipimpin Muzakkar A. Gani, mantan birokrat andal, justru memperkuat keinginan oknum-oknum “reaksioner” dengan memerintahkan Satpol PP untuk membongkar dan menyita tiang masjid di Sangso Samalanga.

Pascalengsernya Muzakkar, ada harapan baru bahwa pengganti Muzakkar akan mampu menyelesaikan kerumitan yang membelit Sangso.

Namun ketika PJ Bupati baru kemudian menjabat menggantikan Muzakkar, pola penyelesaian Sangso ternyata tidak berubah.

Baca juga: Sakralisasi Qanun-Qanun Syariat

Melebihi tindakan Muzakkar, pemimpin baru ini bahkan memasang papan pengumuman agar pembangunan masjid tidak dilanjutkan.

Jika masih berlajut akan diambil tindakan tegas, demikian pernyataan PJ Bupati saat itu.

Sekilas memang seperti dalam mimpi tapi ini memang benar-benar terjadi di Bireuen, satu daerah yang dulunya sangat kosmopolit.

Selain itu, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) juga seperti tidak berfungi sama sekali, buktinya sampai sekarang tidak ada titik temu dalam penyelesaian persoalan Sangso.

Sekiranya persoalan pelarangan pembangunan Masjid Muhammadiyah di Sangso Samalanga benar-benar dilatari oleh persoalan agama seperti kabar yang tersiar selama ini.

Seharusnya FKUB bisa menginisiasi dialog dengan para pemuka agama dan tokoh masyarakat di sana agar nantinya ditemukan konsep penyelesaian yang bermartabat, adil dan tidak diskriminatif. Bukan justru bersikap seperti tidak terjadi apa-apa.

Aparat keamanan juga demikian, bukannya memberikan rasa aman kepada warga Muhammadiyah yang membangun masjid, tapi justru terkesan “tidak berdaya” di hadapan mereka yang mengklaim diri sebagai mayoritas.

Harusnya pihak keamanan mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku pelarangan pembangunan masjid sebagai bentuk penegakan hukum dan perlindungan terhadap hak warga Muhammadiyah yang sedang dirampas oleh oknum-oknum “reaksioner.”

Tidak Kesatria

Sejauh ini pihak-pihak yang melarang pembangunan Masjid Muhammadiyah di Samalanga masih misterius dan tidak jelas identitasnya.

Tidak ada pihak yang secara tegas mengaku dan menjelaskan siapa sebenarnya mereka.

Selama ini, pihak-pihak dimaksud masih tampak bersembunyi di balik nama “masyarakat” yang sama sekali abstrak dan tidak jelas.

Jika memang mereka mengaku masyarakat, kenapa pula masyarakat melarang masyarakat?

Bukankah warga Muhammadiyah di Sangso juga bagian dari masyarakat?

Lalu masyarakat mana yang melarang pembangunan masjid jika yang membangun masjid juga masyarakat?

Di sinilah punca kerumitan itu, dimana oknum-oknum “reaksioner” sengaja bersembunyi di belakang masyarakat yang tak sadar namanya dicatut.

Baca juga: 23 Tahun Bireuen, Bergegaslah!

Demikian pula penggunaan istilah mayoritas – sebagai pihak yang menolak pembangunan masjid, juga konyol dan membingungkan.

Tidak jelas siapa yang menjadi mayoritas dan siapa pula minoritas di sana?

Katakanlah dalam hal ini Muhammadiyah yang menjadi minoritas, lantas siapa pula yang kemudian bertindak dan mengklaim diri sebagai mayoritas?

Anehnya, aparatur pemkab juga seperti kehilangan daya kritisnya sehingga tidak mampu menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ringan semacam ini.

Akibatnya ketika tim Lembaga Bantuan Hukum PP Muhammadiyah bertanya kepada mereka, mereka tidak mampu memberi jawaban secara jelas dan rinci tentang apa yang terjadi di Samalanga sebenarnya.

Padahal aksi pelarangan pembangunan masjid itu sudah berlangsung bertahun-tahun dan telah menjadi isu nasional sejak lama.

Setidaknya ada tiga kemungkinan kenapa ini bisa terjadi. Pertama, ada ketakutan dari aparatur Pemkab Bireuen terhadap sosok-sosok “reaksioner” di Samalanga atau mungkin pemkab justru mendapatkan tekanan dari mereka?

Jika asumsi ini benar, maka patutlah kita semua tertawa atau bahkan terbahak sebagai bentuk keprihatinan atas gugurnya wibawa Pemda Bireuen di hadapan oknum “reaksioner.”

Baca juga: Tanpa Sponsor BUMN, Formula E Kalahkan MotoGP Mandalika Terkait Keuntungan dan Dampak Ekonomi

Kedua, agar terlihat populis guna mendapatkan atau mempertahankan dukungan politik dari “hantu” mayoritas.

Meskipun kemungkinan ini bisa saja terjadi, namun secara politis hal ini tentu tidak memberi keuntungan apa pun kepada PJ Bupati Bireuen, sebab ia bukan politisi yang akan berkontestasi dalam Pilkada Bireuen ke depan.

Ketiga, menjaga muruah dan branding Kota Santri.

Kita tahu, salah satu “kado kosong” yang menjadi legacy Muzakkar A. Gani adalah ditetapkannya Bireuen sebagai Kota Santri – yang secara sosio-historis kurang memiliki landasan dan cenderung politis.

Bisa jadi, Pj Bupati saat ini punya keinginan untuk memelihara branding dimaksud sehingga kebijakannya terlihat tidak responsif terhadap aspirasi Muhammadiyah dan justru mengakomodir keinginan oknum “reaksioner.”

Hal ini bisa saja dilatari oleh pemahaman delusif bahwa eksistensi Muhammadiyah di Sangso Samalanga – yang selama ini dikenal sebagai basis santri akan memudar jika ada masjid Muhammadiyah di sana.

Dalam hal ini, bisa Pj Bupati Bireuen tidak mau dikenang sebagai sosok pemimpin yang gagal menjaga murah Kota Santri.

Baca juga: Cerita Tiga Pemimpin Dunia, dan Takdir Anies Baswedan

Terlepas asumsi mana yang benar – atau ketiga-tiganya salah, yang jelas Pemkab Bireuen semestinya malu karena telah gagal menjamin hak-hak warga negara di Kabupaten Bireuen, khususnya warga Muhammadiyah.

Ketidakmampuan Pemkab Bireuen mengelola keberagaman dan kegagalan membentuk sikap yang moderat dalam beragama tentunya akan menjadi bahan tertawaan masyarakat Nasional.

Nah, sebelum mereka terbahak hebat, mari kita menertawakan diri masing-masing.

*) PENULIS adalah dalah penulis Buku “Habis Sesat Terbitlah Stres: Fenomena Penolakan Wahabi di Aceh (Padebooks, 2017).

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved