Jurnalisme Warga
Belajar Sabar dan Kasih Sayang Sejak di Dayah
Kesempurnaan itu semakin lengkap ketika seseorang memiliki sifat sabar dan rasa kasih sayang antara satu sama lain

OLEH RIDHA ASYURA, asal Desa Palong, Lueng Putu, Santriwati Kelas XII IPA 6 Madrasah Aliyah Dayah Ummul Ayman, melaporkan dari Samalanga, Bireuen
Di antara tujuan diutusnya Rasulullah saw adalah untuk memperbaiki akhlak manusia, sehingga sampai sekarang kitalah makhluk yang paling sempurna.
Kesempurnaan itu semakin lengkap ketika seseorang memiliki sifat sabar dan rasa kasih sayang antara satu sama lain.
Kesabaran disertai kasih sayang adalah sifat yang penting untuk saya terapkan.
Sebagai makhluk sosial, saya tidak jauh dari kata ‘butuh’ dan memerlukan bantuan orang lain.
Begitulah yang saya alami di kehidupan asrama dayah.
Saat ini saya berdomisili di Dayah Ummul Ayman Samalanga.
Sebagai potret masyarakat dalam ruang lingkup kecil, sudah pasti sangat banyak ilmu kesabaran dan berkasih sayang yang saya pelajari di sini.
Jujur, tinggal di asrama dayah, di mana suatu tempat yang awalnya asing bagi saya bukanlah hal yang mudah.
Sungguh sangat butuh penyesuaian diri, terlebih kenyamanan dengan suasana dan lingkungan serta teman-teman baru.
Berawal dari memaksakan diri untuk betah, hingga saat ini saya mengaji sudah duduk di kelas enam.
Baca juga: Kisah TKW di Taiwan Kurang Tidur karena Harus Siap Layani Majikannya, Sabar Meski Sering Diamuk
Baca juga: Pengajian KWPSI, Ustaz Dr Abizal Muhammad Yati: Sabar Kunci Kesuksesan dalam Kehidupan
Sebagai santriwati senior di tahun ini, saya mengajak santriwati pembaca sekalian untuk menjadi panutan terbaik bagi adik-adik lain.
Saat ini, kami diberikan amanah berupa mengontrol adik-adik kelas agar melaksanakan shalat berjamaah di musala.
Di dayah, pengurus seperti ini disebut dengan ‘haris’.
Maka dari itu, menjelang subuh, kami mendapatkan giliran untuk harus bangun lebih awal dari santriwati lain, yaitu sekitar pukul 04.30 WIB dan membangunkan mereka yang ingin mandi sebelum tiba waktu subuh.
Mandi di waktu subuh ini asyik.
Selain segar, juga untuk mengusir rasa kantuk ketika shalat di musala nanti.
Tak lama kemudian, azan subuh pun berkumandang, pertanda bahwa waktu shalat fajar itu telah tiba.
Selesai azan, kami lebih intens mengontrol santri agar semuanya melakukan shalat subuh berjamaah.
Pada pagi itu kami juga mengatur serta mengontrol santriwati jenjang tsanawiyah yang mendapatkan giliran membersihkan dayah.
Mulai dari membersihkan musala, di sudut-sudut gang hingga di depan dapur umum dan kamar mandi.
Setiap sudut yang saya sebutkan itu ada pengontrolnya masing-masing.
Mereka memastikan sekecil apa pun sampah tak ada yang tersisa.
Saya sering mendengar bahwa semakin kita dewasa maka semakin banyak tanggung jawab yang harus kita laksanakan.
Baca juga: Siap Gelar Tur Keliling Dunia Bulan Depan, BLACKPINK Mengaku tak Sabar Menyapa Para Penggemar
Ya, seperti posisi kami saat ini, tetapi tanpa ada kebersamaan, kesabaran, dan kasih sayang pun apa pun kegiatan tak terlaksana sesuai tujuan.
Jujur, sekarang saya sadari sebenarnya ‘diatur’ itu lebih enak ketimbang ‘mengatur’.
Kalau soal ‘diatur’ mungkin itu adalah tentang pribadi kita, mau menerima atau tidak, kita bebas memilihnya.
Namun, lain halnya dengan ‘mengatur’, karena mengatur adalah bentuk dari sebuah tanggung jawab kita terhadap orang lain.
Setiap detik yang saya lalui di dayah adalah sesuai peraturan yang berlaku.
Sebenarnya hidup dalam keadaan yang selalu disiplin itu sangat menyenangkan, tetapi terkadang hal itu-itu saja membuat saya cepat merasa bosan.
Pukul 08.30 WIB pertanda tiba waktu pelaksanaan shalat Duha.
Kewajiban kami yakni menyalakan bel, sebelum kemudian berpencar ke berbagai sisi asrama, mengontrol santriwati agar melaksanakan shalat Duha di musala.
Satu jam setengah sebelum zuhur, kami diwajibkan untuk istirahat.
Biasa disebut dengan ‘waktu qailulah’.
Hingga beberapa menit sebelum azan zuhur dikumandangkan, kami bangun terlebih dahulu.
Setelahnya, kewajiban kami membangunkan santriwati untuk mandi dan bersiap-siap melaksanakan shalat Zuhur berjamaah.
Di samping itu, kami juga selalu mengingatkan mereka yang mendapatkan giliran imam agar sampai ke musala tepat waktu.
Setelah makan siang, aktivitas kami yakni belajar sekolah.
Baca juga: “The Power of Sabar”
Setelah proses belajar-mengajar selesai kami pun menutupnya dengan selawat dan kemudian turun untuk melaksanakan shalat Asar.
Saat itu, kami lagi-lagi bertugas mengontrol para santri untuk memastikan tidak ada satu pun santri yang tak hadir ke musala.
Kecuali bagi santriwati yang berhalangan.
Mereka diwajibkan untuk berkumpul di sebuah balai.
Sehingga, ketika shalat berlangsung, tak ada seorang pun yang berada di kamar.
Tidak bisa dipungkiri bahwa selama saya menetap di asrama ini.
Tentu sudah banyak hal yang saya lalui, baik suka maupun duka.
Waktu seakan berjalan begitu cepat.
Saya yang dulunya seorang junior yang masih dalam pengawasan senior, tetapi sekarang jenjang kami yang menjadi pengatur dan pembimbing junior.
Realitasnya saya memang sudah saatnya melatih diri untuk bukan hanya mendisiplinkan diri sendiri, tapi juga lingkungan di sekitar.
Memang, menjadi pengurus seperti ini sangat membutuhkan stok kesabaran disertai kasih sayang yang ekstra.
Bagaimana tidak, ketika menghadapi anak-anak kecil dengan beragam latar belakang sosialnya tentu membuat kami harus membaca keadaan mereka.
Di antara mereka ada yang tidak langsung patuh ketika diajak bersiap-siap ke musala dan juga bermalas-malasan sehingga terkadang ada di antara mereka yang tak mau berjamaah di musala.
Tentu hal-hal tersebut di antara perkara yang membuat pengurus kewalahan dalam menjaganya.
Jika tak disertai dengan kesabaran dan kasih sayang, tentu akan berakibat fatal ke hal-hal yang tak diinginkan.
Namun, lagi-lagi dari inilah, saya belajar menjadi dewasa dalam menghadapi masalah.
Sembari mengontrol, kami ada yang membagi tugas untuk mengingatkan imam shalat Magrib, baik di musala atas maupun bawah.
Sore sebelum shalat Magrib, aktivitas dimulai dengan membaca Al-Qur’an berupa juz 30 yang dibimbing bacaannya oleh santriwati senior.
Sesudah magrib, waktunya pergantian petugas.
Nah, sejak setelah magrib itulah kami telah bebas dari mengurus.
Kegiatan para santri diurus oleh kelompok lain.
Segala peraturan yang berlaku di dayah ini tentu bertujuan agar kami lebih disiplin dalam menjalani aktivitas sehari-hari dan juga agar lebih dewasa ketika mengurusi adik-adik kelas.
Walau bagaimanapun, saya selalu memaksakan diri untuk belajar dari setiap aktivitas yang saya lakukan.
Tentunya juga ini menjadi bekal kami nanti ketika mengurus rumah tangga dan ketika bermasyarakat nantinya.
Teman-teman santriwati, dari dayahlah kita belajar bersabar dan berkasih sayang. Salam santri! (ridhaasyura@gmail.com)
Baca juga: Luncurkan Buku di Akhir Jabatan, Nova Iriansyah: Saya Sabar Tingkat Dewa
Baca juga: Ternyata Aurel Hermansyah Tak Sabar Ingin Beri Adik untuk Ameena, Dapat Saran dari Iis Dahlia