Breaking News

Kupi Beungoh

Mencegah Game Judi Online Melalui Pendekatan Maqasid Syari’ah 

Game online banyak digemari oleh masyarakat Indonesia, baik kalangan anak-anak, remaja, pemuda, bahkan orangtua sekalipun. 

Editor: Amirullah
SERAMBINEWS.COM/Handover
Husen, S.Sy., M.Ag, Alumni Fiqh Modern Pascasarjana UIN AR-Raniry 

Oleh: Husen, S.Sy., M.Ag*)

Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi pengguna internet terbesar di dunia.

Menurut laporan We Are Social terdapat 204,7 juta pengguna internet di Indonesia per Januari 2022. 

Sedangkan pada Januari 2021, jumlah pengguna internet tercatat sebanyak 202,6 juta.

Jumlah itu naik 1,03 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Tren jumlah pengguna internet di Indonesia terus meningkat. (databoks.katadata.co.id).

Pengguna internet tersebut jika ditelaah lebih di dominasi oleh pasar industri game online.

Berdasarkan laporan We Are Social, Indonesia menjadi negara dengan jumlah pemain video game online terbanyak ketiga di dunia. 

Baca juga: Hilaluna, Remaja Kreatif, Manis, dan Punya Usaha

Laporan tersebut mencatat ada 94,5 % pengguna internet berusia 16-64 tahun di Indonesia yang memainkan game online per Januari 2022. 

Bahkan menurut media Republika jumlah gamer di Indonesia menempati peringkat terbanyak di Asia tenggara.

Data tersebut selaras dengan pernyataan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Semuel A. Pangerapan mengungkap, “orang Indonesia lebih banyak memainkan game di ponsel. Sesuai Peta Ekosistem industri game Indonesia tahun 2021, jumlah pemain game di Indonesia mencapai lebih dari 170 juta orang diberbagai macam platform”.

Game online banyak digemari oleh masyarakat Indonesia, baik kalangan anak-anak, remaja, pemuda, bahkan orangtua sekalipun. 

Karena game online mempunyai daya tarik tersendiri serta dapat menghilangkan kejenuhan.

Apalagi game online sekarang bisa dimainkan secara bersama atau main bareng (mabar). Bahkan ada game online yang bersifat judi yang dapat menghasilkan uang.

Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer (XIII) Van Heustz: Doktrin Perang dan “De Slager van Atjeh”

Baik dengan cara menjual chip atau slot virtual kepada pemain lain, atau yang bersifat menjual akun.

Sehingga jalan pintas tersebut bagi pemain dianggap pantas dan praktis untuk mengahasilkan uang.

Tentu informasi ini tidak mengejutkan semua kalangan, disebabkan game online sudah menjadi familiar di tanah air.

Bahkan pihak orang tua tidak bisa mencegah anaknya untuk bermain, karena pihak orang tua juga ikut aktif bermain.

Disamping itu pemerintah tidak memiliki daya kontrol yang kuat untuk mencegah atau membasminya.

Walaupun secara khusus di Aceh yang berbasis syari’at Islam adanya upaya pencegahan dan stop game online terus dikampanyekan oleh semua Stakeholder.

Mulai dari pihak Pemerintah, Kepolisian, bahkan adanya Fatwa MPU Aceh No. 3 Tahun 2019 tentang Hukum Bermain Game PUBG (Player Unknown's Battle Grounds) dan sejenisnya adalah Haram.

Baca juga: Lipstik dan Sigaret Mewarnai Bibir Anak di Bawah Umur, Salah Siapa?

Serta adanya himbauan bersama pemerintah dan Aparatur Gampong seluruh wilayah Aceh terhadap larangan bermain game online yang bersifat perjudian (maisir).

Himbauan tersebut hanya diindahkan di atas kertas atau spanduk semata.

Bahkan himbauan tersebut seakan-akan hanya berlaku dalam bulan tertentu saja seperti bulan Puasa, setelah itu berjalan seperti semula.

Warung kopi di Aceh hampir keseluruhannya menjadi bascamp untuk pemain game, warnet-warnet juga tidak luput dari pemain game online.

Di rumah, di kampus dan bahkan lebih parahnya lagi di perkantoran atau Instansi Pemerintah juga kerasukan virus bermain game online.

Walaupun ada yang berpandangan bahwa bermain bermain game jika dilakukan dalam batas waktu normal dapat memberikan dampak positif bagi si pemain.

Akan tetapi lebih banyak dampak negatif yang dapat memudharatkan si pemain secara keseluruhannya.

Baca juga: Pura-pura Syari’ah Bank Syari’ah?

Solusi Pencegahan Melalui Pendekatan Maqasid Syari’ah

Fenomena ini sungguh meresahkan semua kalangan. Sehingga perlu metode untuk pencegahan.

Salah satu metode yang bisa digunakan adalah sosialisasi ke masyarakat secara berkeseinambungan melalui pendekatan Maqasid Syari’ah.

Maqasid Syari’ah merupakan salah satu tujuan yang dapat merealisasikan kemaslahatan manusia, dalam bentuk memelihara dan menghindari mafsadat di dunia maupun di akhirat.

Sebagaimana konsep Imam Asy-Syatibi menjelaskan adanya lima unsur pokok yang harus dipelihara dan diwujudkan sebagai inti dalam Maqasid Syari’ah yaitu Hifdzu ad-Diin (Menjaga Agama), Hifdzu an-Nafs (menjaga jiwa), Hifdzu Aql (menjaga akal), Hifdzu an-Nasl (menjaga keturunan) dan Hifdzu al-Maal (menjaga harta).

Jika kelima unsur pokok tersebut dapat dijaga, maka pemain game online dapat dicegah atau minimal dapat diminimalisir.

Kaitannya antara pemain game dengan konsep penjagaan Agama (Hifdzu ad-Diin).

Dalam Islam anak atau remaja yang telah baligh telah memilki kewajiban menjalankan perintah Agama.

Diantaranya kewajiban melaksanakan rukun Islam, salah satunya shalat fardhu lima kali dalam sehari.

Maka apabila sudah candu game bermain sampai 12-18 jam  perhari yang bersifat kontinu maka akan mengalami gangguan kedisiplinan melaksanakan shalat, bahkan ada yang meninggalkan shalat.

Apabila ditinjau dari Maqasid Syari’ah maka tindakan meninggalkan shalat karena bermain game jatuh kepada perbuatan haram, karena telah melalaikan perintah agama yaitu pada tingkatan daruriyat (kemaslahatan pokok) dalam Hifdzu-diin.

Bermain game online secara kontinu mengalami keluhan secara fisik dari sisi kesehatan. 

Seringkali seseorang yang sudah kecanduan game online mengalami gangguan tidur sehingga mempengaruhi sistem metabolisme tubuhnya, sering merasa lelah (fatigue syndrome), kaku leher dan otot, hingga Karpal Turner Syndrome.

WHO telah menetapkan kecanduan game online dalam versi terbaru International Statistical Classification of Diseases (ICD) sebagai penyakit gangguan mental (mental disorder).

Dalam versi terbaru ICD-11, WHO menyebut bahwa kecanduan game merupakan disorders due to addictive behavior atau gangguan yang disebabkan oleh kebiasaan atau kecanduan. 

Sehingga kecanduan tersebut telah merusak Hifdzu an-Nafs (menjaga jiwa), Hifdzu Aql (menjaga akal).

Disamping merusak akal, juga membahayakan generasi penerus (keturunan). Dimana  membuat anak-anak yang terlalu sering bermain game sejak dini cenderung memiliki kepribadian yang rapuh, tidak mandiri, cengeng dan daya juang yang rendah.

Maka perbuatan ini bertentangan Hifdzu an-Nasl (menjaga keturunan) sebagaimana digambarkan dalam Qur’an An-Nisa ayat 9, karena cenderung membiarkan anak lalai dengan game online yang mengakibatkan meninggalkan generasi yang lemah.

Game online juga dapat membahayakan jiwa dan merenggut nyawa pelakunya. Sebagaimana kasus yang terjadi dibeberapa tempat dibelahan dunia.

Seorang remaja 14 tahun di India tewas akibat kecanduan game online free fire.

Berita di media kompas.com siswi salah satu SMP di Bayumas, Jawa Tengah meninggal di duga akibat kecanduan game online bahkan dikabarkan sampai tidak mengenal dirinya sendiri karena larut dalam karakter game online.

Lebih parahnya kejadian tragis yang diberitakan di media seorang menembak secara brutal jamaah Masjid di kota Christchurch, Selandia Baru saat menjalankan shalat Jum’at dan menewaskan 51 jamaah Muslim.

Perbuatan keji tersebut setelah diselidiki akibat dari kecanduan video game, hal ini sungguh ironi.

Maka apabila melihat fenomena ini dengan perspektif Maqasid Syari’ah terhadap kecanduan game online  begitu membahayakan bagi siapapun.

Ternyata pemain game online tidak hanya menguras fisik, akal dan jiwa semata. Namun juga menguras uang para pemainnya. 

Walaupun ada beberapa pemain professional game online yang mampu menjadikan game sebagai sumber penghasilan.

Akan tetapi hal tersebut hanya terjadi pada segelintir orang. Fakta yang terjadi para pemain game online kebanyakan menghabiskan uang.

Bahkan bagi kalangan pecandu berat mereka mampu mengeluarkan uang ratusan juta bahkan sampai miskin total hanya untuk kepuasan bermain game semata.

Permainan game yang telah berlebihan dan di luar batas kewajaran tersebut telah menyalahi Maqasid Syari’ah dalam penjagaan harta (Hifz al-Mal).

Pendekatan Maqasid Syari’ah perlu dicoba oleh pemerintah dan seluruh stakeholder dalam upaya pencegahan maraknya game judi online selama ini.

Karena unsur pokok dalam kehidupan yang harus dijaga dan dipelihara yaitu Agama, jiwa, akal, keturunan dan menjaga harta saling mengikat satu sama lain telah rusak akibat game judi online.

Disamping Pemerintah telah menerapkan hukuman pidana yaitu penjara atau denda secara materi yang efek jeranya hanya untuk si pelaku. Namun tidak memberikan dampak kepada yang lainnya.

Sehingga perlu adanya upaya pendekatan lain, salah satu solusi yang tepat digunakan untuk mencegah perjudian online tersebut yaitu melalui pendekatan Maqasid Syari’ah.

Wallahu’alam.

 

*)PENULIS adalah Alumni Fiqh Modern Pascasarjana UIN AR-Raniry

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca Artikel Kupi Beungoh Lainnya di SINI.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved