Sidang Pembunuhan Brigadir J
Di Depan Hakim, Bharada Eliezer Akui Putri Candrawathi Setuju Skenario Pembunuhan Brigadir Joshua
Hakim mencecer terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada Eliezer soal sikap Putri Candrawathi dalam lanjutan sidang pembunuhan Yosua.
Penulis: Sara Masroni | Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS.COM - Hakim mencecer terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada Eliezer soal sikap Putri Candrawathi dalam lanjutan sidang pembunuhan Yosua.
Menurut Eliezer, Putri sepakat dengan skenario menghabisinya nyawa Brigadir J pada 8 Juli lalu.
"Dari penampilan Putri, disetujui skenario itu," tanya hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dilihat Serambinews.com dari tayangan Kompas TV, Rabu (30/11/2022).
"Dia setuju yang mulia," jawab Bharada Eliezer.
Kemudian hakim kembali mencecer dari mana ia tahu kalau istri Ferdy Sambo itu setuju dengan skenario pembunuhan Yosua.
"Karena dia sempat membahas itu Duren Tiga yang mulia, sempat membahas CCTV Duren Tiga. Saya tidak dengar lagi buat apa CCTV-nya," jawab Bharada Eliezer.
Baca juga: Bharada Eliezer Masuk Toilet Berdoa: Tuhan, Kalau Bisa Ubah Pikiran Pak Sambo Biar Gak Jadi Nembak
Mantan ajudan Ferdy Sambo itu menjelaskan, saat menceritakan skenario pembunuhan di rumah Saguling Tiga, Putri mendengar semuanya dan berjarak cukup dekat.
"Didengarnya karena jarak yang dekat, satu dua meter yang mulia," jelas Bharada Eliezer.
Saat merencanakan pembunuhan itu, lanjutnya, Bharada Eliezer berada di sofa tunggal.
Kemudian Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi berada di sofa panjang.
"Satu tempat duduk yang panjang, jelas kedengarannya (Putri)," ungkap Bharada Eliezer.
"Terus saat itu bagaimana sikapnya Putri," tanya hakim.
"Itu dia ada sempat nangis yang mulia, gak tahu nangis apa itu," jawab Bharada E.
Baca juga: Bharada E: Sesama Tamtama Saja Beda Satu Pangkat Saya tak Berani Tolak, Apalagi Kadiv Propam
Bharada E Tak Berani Tolak Perintah Kadiv Propam
Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E menyampaikan alasannya kenapa tidak menolak perintah Ferdy Sambo untuk menembak Yosua.
Hal itu ditanyakan hakim karena Bripka Ricky Rizal berhasil menolak permintaan Sambo menghabisi langsung nyawa Brigadir J dengan tangannya.
“Kenapa gak kamu tolak,” tanya hakim dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dilihat Serambinews.com dari tayangan Kompas TV, Rabu lalu.
"Saya tidak berani menolak yang mulia," jawab Bharada Eliezer.
Baca juga: Tiap Malam Bharada E Bermimpi Dihantui Sosok Brigadir J Usai Pembunuhan di Duren Tiga
Selanjutnya hakim menanyakan apakah ada orang lain selain dirinya yang disuruh untuk menembak, Bharada Eliezer menjawab tidak tahu.
"Saya tidak tahu yang mulia," jawabnya.
Lalu hakim menyampaikan kalau dalam dakwaan, Ricky Rizal sempat disuruh oleh Ferdy Sambo menembak Yosua, namun ia mampu menolak perintah tersebut.
"Kenapa kamu gak menolak," tanya hakim.
Bharada Eliezer kemudian memberikan jawaban kalau yang memerintahkannya merupakan jenderal bintang dua yang saat itu menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.
“Izin yang mulia, ini jenderal bintang dua yang mulia, menjabat sebagai Kadiv Propam yang mulia dan posisi saat itu pangkat saya sampai sekarang ini saya masih aktif juga, saya Bharada yang mulia, pangkat terendah seorang tamtama," ucap Bharada Eliezer.
"Dan dari kepangkatan situ saja kita bisa melihat rentang kepangkatan itu antara langit dan bumi yang mulia," tambahnya.
Baca juga: Sebulan Terakhir Tidur Sekamar, Bharada E Akui Brigadir J Sosok Teman Baik, Sering Jalan Bersama
Bharada Eliezer berujar, jangankan jenderal yang memerintahkannya, sesama tamtama saja yang beda satu pangkat, ia tak berani menolak.
"Sesama tamtama beda cuma satu pangkat saja sama saya, apa yang dia mau suruh saya jungkir kah, saya jungkir yang mulia. Saya tidak berani menolak," ucap Bharada Eliezer.
"Dia suruh push up misalkan, dia suruh apa, saya pasti lakukan yang mulia, sama-sama tamtama, apalagi ini seorang jenderal yang mulia," tambahnya.
Kemudian Bharada Eliezer juga merasa takut bernasib sama seperti Yosua ditembak mati bila tidak mengikuti perintah Ferdy Sambo (FS).
"Saya merasa takut sama FS yang mulia. Pada saat dia kasih tahu ke saya itu di Saguling yang mulia, pikiran saya akan sama kayak almarhum juga yang mulia," ucap Bharada Eliezer.
"Kalau gak dia mati berarti saya, kira-kira begitu ya," tanya hakim memperjelas.
"Siap yang mulia," pungkas Bharada Eliezer.
Baca juga: Blak-blakan Kuasa Hukum Bharada E: Ferdy Sambo Pantau Richard Bahkan Sampai Depan Pintu Kapolri
Sempat Berdoa di Toilet Agar Ferdy Sambo Ubah Perintah
Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada Eliezer sempat masuk toilet berdoa sebelum menembak Brigadir J.
"Saya pas turun langsung ke toilet, saya masuk toilet saya berdoa yang mulia, saya bilang Tuhan kalau bisa Tuhan, ubahkan pikirannya pak Sambo, biar gak jadi menembak," kata Eliezer.
Kemudian sehabis berdoa, ia pun keluar toilet lalu diperingatkan oleh salah seorang asisten rumah tangga (ART) bernama Agus, bahwa Putri Candrawathi sudah turun.
"Saya sempat ambil masker dulu di gudang, saya keluar di mobil sudah ada bang Ricky, ada almarhum, ada ibu di tengah, di belakang ada om Kuat, saya langsung naik yang mulia," ungkap Bharada Eliezer.
Hakim sempat menanyakan bagaimana cara membawa korban ke TKP yang menjadi tempat eksekusi Brigadir J.
"Tidak ada obrolan tentang cara memanggil korban, tidak ada. Saya tidak tahu, saya datang, masuk mobil sudah ada korban," kata Bharada Eliezer.
Hakim juga sempat menanyakan apakah Bharada Eliezer merasa berdosa setelah menghabisi nyawa Yosua, terdakwa pun mengiyakan hal itu.
"Saya merasa berdosa yang mulia," ucap Bharada Eliezer.
"Apa kira-kira kesalahanmu," tanya balik hakim.
"Karena saya mengikuti apa yang diperintahkan dia (Ferdy Sambo) yang mulia," jawab Eliezer.
Kronologi Detik-Detik Pembunuhan Brigadir J
Dalam bacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat sidang pertama Ferdy Sambo pada Senin (17/10/2022) lalu, secara detail diuraikan bagaimana detik-detik pembunuhan Brigadir J.
Termasuk dalam hal ini perintah Ferdy Sambo kepada Bharada E yang memaksa agar sang ajudan menembak lebih dahulu ke arah tubuh Yosua.
JPU dalam bacaan dakwaan menceritakan, kejadian dimulai sekitar pukul 17.12 WIB.
Saat itu, Kuat Maruf yang mengetahui kehendak jahat Ferdy Sambo dengan sigap dan tanggap keluar melalui pintu dapur menuju garasi.
Kuat menghampiri saksi Ricky Rizal Wibowo yang berdiri dekat garasi di dekat bak sampah.
"Om, dipanggil bapak sama Yosua," ucap JPU menirukan Kuat.
Mendengar perkataan tersebut, Ricky menghampiri Yosua yang sedang berada di halaman samping rumah dan memberitahu dirinya dipanggil Ferdy Sambo.
Kemudian Yosua tanpa sedikit pun curiga berjalan masuk ke rumah melewati garasi dan pintu dapur menuju ruang tengah dekat meja makan.
Yosua diikuti terus oleh Ricky dan Kuat sampai ke hadapan Ferdy Sambo.
Saat itu Kuat masih membawa pisau dalam tas selempangnya untuk berjaga-jaga apabila terjadi perlawanan.
Sampai di ruang tengah dekat meja makan, terdakwa Ferdy Sambo bertemu dan berhadapan dengan Yosua.
Sambo langsung memegang leher bagian belakang korban lalu mendorongnya ke depan sehingga tepat berada di depan tangga.
Terdakwa Ferdy Sambo saat itu tepat berada di depan Yosua, sementara Richard berada di sebelah kanan dan Kuat di belakang Ferdy Sambo.
Kemudian Ricky berada di belakang Richard dalam posisi bersiaga melakukan pengamanan bila Yosua sewaktu-waktu melakukan perlawanan.
Sementara Putri Candrawathi berada dalam kamar utama dengan jarak kurang lebih tiga meter dari posisi Yosua berdiri.
"Jongkok kamu," kata JPU menirukan Ferdy Sambo.
"Ada apa ini?" tanya Yosua sambil mengangkat kedua tangannya menghadap ke depan sejajar dengan dada.
Yosua sempat mundur sedikit sebagai pertanda menyerahkan diri.
Ferdy Sambo berteriak dengan suara keras kepada Richard sambil memberikan perintah tembak.
"Woy, kau tembak! Kau tembak cepat! Cepat woy kau tembak," perintah jenderal bintang dua itu.
Dalam bacaan dakwaan, JPU menyampaikan sebagai seorang perwira tinggi Polri berpangkat Irjen yang sudah lama berkecimpung dalam dunia hukum, sepatutnya bertanya dan memberikan kesempatan kepada Yosua untuk menjelaskan kejadian sebagaimana yang diceritakan Putri tentang pelecehan yang di Magelang.
"Bukannya malah membuat terdakwa Ferdy Sambo semudah itu menjadi marah dan emosi hingga merampas nyawa korban Yosua," ucap JPU dalam sidang tersebut.
Kembali ke kronologi, setelah mendengar teriakan perintah Sambo, Richard sesuai dengan rencana jahat yang telah disusun sebelumnya langsung mengarahkan pistol Glock-17 ke tubuh Yosua.
Richard menembak sebanyak tiga atau empat kali ke tubuh Yosua hingga korban terkapar mengeluarkan banyak darah.
Ferdy Sambo Tembak Kepala Yosua
Kemudian terdakwa Ferdy Sambo menghampiri Yosua yang tergeletak di dekat tangga depan kamar mandi dalam keadaan tertelungkup dan masih bergerak-gerak kesakitan.
Lalu untuk memastikan benar-benar tidak bernyawa lagi, Ferdy Sambo menghabisi langsung nyawa Yosua.
Ferdy Sambo yang sudah memakai sarung tangan hitam, memegang senjata api dan menembak satu kali mengenai tepat kepala bagian belakang sisi kiri Yosua hingga meninggal dunia.
Untuk menghilangkan jejak, Sambo menembak ke arah dinding di atas tangga beberapa kali, lalu berbalik menghampiri Yosua.
Sambo menempelkan senjata api HS milik korban ke tangan kiri Yosua dan menembakkan menggunakan tangan kiri Yosua ke arah tembok di atas TV.
"Dengan tujuan seolah-olah telah terjadi tembak menembak antara Richard dengan Yosua," ucap JPU.
"Korban meninggal dunia sekira pukul 17.16 WIB," tambahnya.
(Serambinews.com/Sara Masroni)
BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS