Opini

Presidensi G20 dan Peluang Bagi Aceh

G20 merupakan forum multilateral strategis yang terdiri atas negara-negara maju dan berkembang utama di dunia yang berperan secara aktif

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Presidensi G20 dan Peluang Bagi Aceh
FOR SERAMBINEWS.COM
Dr DAMANHUR ABBAS, Ketua MES Lhokseumawe dan Dosen FEB Unimal

OLEH Dr DAMANHUR ABBAS, Ketua MES Lhokseumawe dan Dosen FEB Unimal

G20 merupakan forum multilateral strategis yang terdiri atas negara-negara maju dan berkembang utama di dunia yang berperan secara aktif untuk mewujudkan langkah strategis untuk mendorong perkembangan ekonomi global yang kuat, berkelanjutan, seimbang dan inklusif.

G20 mewakili 2/3 penduduk dunia 85 persen PDB, 80 persen investasi, 75 persen perdagangan global.

Aktif menangani krisis dunia sejak tahun 1998, sehingga pada tahun 2008 terselenggaralah KTT G20 pertama di Washington dan pada 2001 terbentuklah presidensi G20 di Arab Suadi, ada beberapa kebijakan dihasilkan pada Presidensi G20 di Italy di antaranya, Pembentukan Sustainable Finance Working Group (SFWG), Pembentukan Finance & Head Task Force.

Presidensi G20 Indonesia mempunyai beberapa fokus area, Pertama Arsitektur Kesehatan Global bermaksud untuk Pemulihan global membutuhkan kerja sama internasional yang lebih kuat untuk memastikan standar kesehatan global yang sama dan kolaborasi yang lebih kuat untuk membangun ketahanan komunitas global terhadap pandemi ke depan.

Kedua Transisi Energy yang bertujuan untuk memastikan kebutuhan energi, percepatan transisi energi yang lebih bersih menjadi penting, sehingga perlu ditangani dengan pendekatan dan dimensi baru, untuk memastikan energi di masa depan yang lebih bersih bagi komunitas global.

Ketiga Transformasi Digital Potensi digitalisasi ekonomi global dapat dicapai dengan membangun lanskap kerja sama antar negara dan semua pemangku kepentingan untuk mencapai kesejahteraan bersama di era digital Capaian Presidensi G20 Ada tiga capaian Presidensi G20 pertama Pembentukan Arsitektur Kesehatan Global Kedua Pembiayaan Transisi Energy dan Ketiga Transformasi Digital.

Pembentukan Arsitektur Kesehatan Global sebagai bentuk kemitraan kolaboratif antara negara donor, negara yang berhak menerima pendanaan, filantropi, dan lembaga swadaya masyarakat, dengan pengelolaan dana oleh Bank Dunia (WB) serta tenaga ahli dari WHO.

Telah terkumpul lebih dari USD 1,5 miliar dari 24 donor (per tanggal 28 November 2022) terdiri dari: 21 negara (anggota G20 dan non-G20) dan 3 lembaga filantropi dalam penyediaan fasilitas pendanaan untuk pencegahan, kesiapsiagaan dan respons pandemi di masa datang.

Area kedua adalah Transisi Energy, dengan terbentuknya Energy Transition Mechanism (ETM) merupakan bentuk nyata dari hasil kesepakatan Kerangka Transisi Keuangan (Transition Finance Framework) pada agenda Sustainable Finance.

ETM merupakan program percepatan transisi energi melalui penutupan (eary retirement) sejumlah pembangkit listrik batu bara (PLTU) dan menggantinya dengan energi baru terbarukan (EBT).

Pada KTT G20, Indonesia meluncurkan ETM Country Platform Indonesia sebagai skema dalam rangka memobilisasi dan mengelola pembiayaan bagi mekanisme transisi energi yang adil dan terjangkau (a just and affordable energy transiton).

Baca juga: BI Gelar Diskusi Hasil Presidensi G20 Indonesia 2022

Baca juga: Meski Dipecat dari Menteri, Kini Wishnutama Tetap Jadi Andalan Jokowi di KTT G20

PT.Sarana Multi Infrastruktur (SMI) ditunjuk sebagai pengelola ETM Country Platform Indonesia.

Indonesia telah menerima persetujuan pembiayaan untuk ETM dari Climate Investment Fund (CIF) sebesar USD 500 juta yang akan ditingkatkan hingga USD 4 miliar, serta komitmen pendanaan sebesar USD 20 miliar dalam kerangka Just Energy Transition Pratnership (JETP) yang diinisiasi oleh G7.

Transformasi digital merupakan area ketiga yang berhasil dibentuk dalam presidensi G20, bermaksud untuk dapat mendorong sistem pembayaran dalam konteks menyikapi perekonomian pasca pandemi yang berbasis digital melalui: (i) penerapan Regional Payment Connectivity (RPC) di sejumlah negara ASEAN sebagai inisiatif transformasi digital; dan (ii) pengembangan Central Bank Digital Currencies (CBDC) dalam rangka memfasilitasi pembayaran lintas batas sambil menjaga stabilitas moneter internasional dan sistem keuangan.

Peluang bagi Aceh Data yang di paparkan oleh kepala BI Bali pada saat desiminasi presidensi G20 menunjukkan tingkat ekonomi Bali pada saat covid berada pada posisi terbawah berada pada peringkat 33, namun dengan berakhirnya pandemic Bali menempati peringkat ketiga dengan angka pertumbuhan sebesar 8.

09 persen sedangkan Maluku Utara berada pada peringkat satu dengan angka pertumbuhan 24,85 persen dan Sulawesi Tengah pada peringkat dua dengan angka pertumbuhan 19,13 persen.

Bagaimana dengan nasib negeri syariat? Pada saat covid melanda dunia, Aceh berada pada peringkat 26, atau peringkat 8 paling bawah, jauh lebih baik dari Bali, dan Sumatera Utara, namun setelah Covid berlalu, Aceh berada pada peringkat paling bawah dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 2,13 persen.

Jika Aceh mau bangkit dari keterpurukan ekonomi, apa yang harus dilakukan oleh Aceh dari pertemuan G20? Ternyata sangat banyak peluang yang bisa direbut dari pertemuan tersebut.

Di antaranya Pemerintah Aceh harus mendesain produk turunan dari Arsitektur kesehatan global, agar Aceh yang rawan bencana mudah dalam mendapatkan pendanaan melalui Pandemic Fund.

Aceh perlu mengatasi krisis pangan, sampai dengan hari ini neraca pangan Aceh masih sangat tergantung dengan daerah luar, maka sudah saatnya memiliki industri pangan sebagai motor perekonomian Aceh sehingga dapat memutuskan mata rantai dengan daerah luar.

Maka Pemerintah Aceh perlu menetapkan strategi normalisasi kebijakan untuk mendukung pemulihan ekonomi dan mengatasi efek jangka Panjang.

Ada beberapa qanun yang perlu dilahirkan segera mungkin, seperti qanun pangan, qanun CSR sebagai Waqaf perusahaan dan Qanun Zakat dengan sistem ribat.

Sistem Keuangan di Aceh sudah mengalami kemajuan dengan berlakukan qanun LKS, ada beberapa hal yang harus ditingkatkan pelayanannya, seperti pelayanan transaksi ATM mengingat masih besarnya populasi di Aceh yang berinteraksi dengan mesin uang tersebut.

Baca juga: Produk Body Wash Yagi Natural Jadi Suvenir KTT G20 di Bali

Namun pembayaran di era digital sebagaimana hasil capaian di G20 perlu perluasan instrumen pembayaran lintas batas seperti QR Code dan dampak makrofinansial dari CBDC.

Bahkan sangat memungkinkan Bank Aceh memiliki sistem pembayaran yang dapat diakui diskala internasional, sehingga PNS yang melakukan perjalanan ke luar negeri dapat menggunakan perbankan milik rakyat Aceh tersebut.

Sehingga sangat memungkinkan ke depan, Bank Aceh perlu penguatan arsitektur keuangan internasional, penguatan bauran kebijakan, penggunaan mata uang lokal dengan penamaan dinar Aceh, penguatan peran Bank Aceh untuk Pembangunan Multilateral, pengelolaan utang di negara yang mayoritas umat Islam.

Peluang lain yang dapat diraih dari G20 adalah Pembiayaan hijau, merupakan suatu kerangka transisi dalam meningkatkan komitmen lembaga keuangan untuk jenis pembiayaan hijau, dimana pembiayaan yang dapat meningkatkan kualitas emisi dan ozon, bukan pembiayaan yang berdampak terhadap kerusakan alam.

Perkembangan keuangan digital membuat kita harus terus beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, maka pengaturan di sektor keuangan khususnya dalam hal regulasi aset kripto, merupakan salah satu hal yang urgen.

Selain itu penguatan Lembaga Keuangan Non Bank, seperti koperasi merupakan fondasi dasar perekonomian, karena UMKM berkiprah pada sektor real.

Keseimbangan antara aset di pasar maya dan real merupakan salah satu kunci kesuksesan dalam menghadapi krisis ekonomi.

Inklusi keuangan Syariah masih rendah maka langkah yang harus senantiasa dilakukan adalah edukasi sepanjang hayat, edukasi bagaikan menghirup udara dimana tidak ada yang bisa ditahan pada saat seseorang harus mendapatkan pengetahuan tentang literasi keuangan Syariah.

Segmen yang dapat mempercepat terwujudnya inklusi keuangan Syariah adalah perempuan, remaja dan UMKM.

Di beberapa negara timur tengah, Pembiayaan infrastruktur merupakan salah satu yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi, belajar dari Dubai, dikarenakan mereka tidak memiliki keindahan alam, maka pembangunan infrastruktur menjadi destinasi wisata, sehingga menjadi minat bagi investor untuk terlibat dalam pembangunan.

Dalam sistem keuangan Islam ada beberapa instrumen pembiayaan infrastruktur, di antaranya adalah sukuk, terlebih Aceh mempunyai dana yang melimpah bahkan setiap tahun mengalami silpa, Sukuk Infrastruktur projek fundamental merupakan salah satu solusi bagi pertumbuhan ekonomi.

Maka berbagai MoU harus dilaksanakan oleh Pemerintah daerah dengan Pemerintah pusat agar peluang-peluang tersebut dapat mengalir ke Aceh, salah satu bentuk kerja sama yang dapat dilakukan adalah dengan menginisiasi Aceh Financial Inclusion Framework dalam memanfaatkan digitalisasi sektor keuangan dalam mendorong produktivitas pada kelompok marginal atau rentan, yang mencakup UMKM, perempuan dan anak muda.

Semoga dibawah kepemimpinan Bapak PJ Gubernur Ahmad Marzuki Aceh bisa bangkit dari keterpurukan, keterpurukan iman, moral, dan ekonomi, sehingga menjadi negeri yang tercurahkan rahmat dari penduduk langit menjadi Baldatun Thaibatun wa Rabbun Ghafur. (damanhur@ unimal.ac.id)

Baca juga: Jokowi di KTT G20: Dunia Alami Krisis demi Krisis Berdampak pada Ketahanan Pangan, Energi & Keuangan

Baca juga: Biden Sewa Full 1 Hotel di Bali, Boyong The Beast ke KTT G20

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved