Pemilu 2024

Tiga Parlok Tolak Wacana Coblos Partai, Satu Tunggu Putusan MK

Tiga partai politik lokal (parlok) menolak wacana Pemilu Proporsional Tertutup atau cablos partai politik (parpol) untuk diterapkan pada Pemilu 2024

Editor: bakri
Serambinews.com
Nurzahri 

BANDA ACEH – Tiga partai politik lokal (parlok) menolak wacana Pemilu Proporsional Tertutup atau cablos partai politik (parpol) untuk diterapkan pada Pemilu 2024.

Ketiga parlok itu adalah Partai Nanggroe Aceh (PNA), Partai SIRA, dan Partai Darul Aceh (PDA).

Sikap ketiga parlok itu sama dengan keputusan delapan partai politik nasional (parnas) di tingkat pusat yaitu Partai Golkar, Gerindra, NasDem, Partai Kebangkita Bangsa (PKB), Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Sedangkan satu parlok lain yaitu Partai Aceh (PA) masih menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait wacana tersebut.

Sekjen PNA, Miswar Fuady, mengatakan, jika sistem proporsional tertutup digunakan pada Pemilu 2024, itu jelas merupakan langkah mundur proses demokratisasi di Indonesia sekaligus mengkhianati semangat reformasi.

"Sebab, salah satu agenda penting perubahan politik dari Orde Baru ke Orde Reformasi adalah rakyat menghendaki proses penyelenggaraan negara terlaksana dengan baik," katanya kepada Serambi, Senin (9/1/2023).

Sistem proporsional tertutup, menurutnya, merupakan sistem yang diterapkan selama Orde Baru, di mana anggota parlemen yang terpilih belum tentu yang dikehendaki rakyat yang diwakilinya.

"Sebab, rakyat hanya memilih tanda gambar parpol dan yang terpilih adalah nama berdasarkan nomor urut yang ditentukan oleh partai politik tersebut," jelas Miswar.

Memang ada yang mengritik bahwa sistem proporsional terbuka mengakibatkan biaya politik tinggi karena persaingan antar calon di dalam parpol, bahkan ada yang mengaitkannya dengan politik uang.

"Padahal kita semua sadar bahwa politik uang tidak berasal dari sistem Pemilu, tapi justru pada budaya politik masyarakat dan elit kita sendiri.

Soal bagi-bagi sembako menjelang Pemilu bukan hanya sekarang, tapi sudah terjadi sejak Orde Baru yang menganut sistem proporsional tertutup," ungkap dia.

Karena itu, Miswar berpendapat, Pemilu 2024 harus tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.

Baca juga: Parlok Memiliki Nomor Urut 18 hingga 23

Baca juga: Enam Parlok Lolos jadi Peserta Pemilu

Karena selain mencegah lahirnya oligarki parpol, juga untuk menjaga orang yang terpilih mengakar ke rakyat dan bukan yang dekat dengan pimpinan parpol.

Sekjen Partai SIRA, Muhammad Daud, juga dengan tegas menolak wacana tersebut.

"Partai SIRA menolak pemilu proporsional tertutup.

Menurut kami, itu kemunduran demokrasi dan berdampak terhadap partai.

Biarkan rakyat memilih secara bebas," ujarnya Menurut Daud, sistem coblos partai cukup berdampak terhadap partai dan parlemen.

Sebab yang akan mengisi parlemen nanti sebagian besar pengurus partai terutama para ketuanya.

Ketua OKK DPP PDA, T Mudas, mengatakan, pihaknya sangat menghargai pendapat para pihak yang menginginkan sistem proporsional tertutup diterapkan kembali.

"Tapi, sepatutnya sistem proporsional tertutup tidak perlu diwacanakan lagi karena itu adalah kemunduran bagi reformasi yang kita perjuangkan di tahun 1998 lalu," katanya.

Solusi supaya anggota DPR yang terpilih nanti berkualitas, menurut Mudas, parpol sebagai wadah para kader harus lebih mementingkan kader yang berkualitas dan sesuai dengan ideologinya untuk diusung sebagai caleg.

"Berikanlah kesempatan kepada rakyat untuk memilih wakil rakyat sesuai ‘fesyen’ mereka," tutup T Mudas.

Terpisah, Ketua Umum PNA hasil Kongres Luar Biasa (KLB), Samsul Bahri Ben Amiren (Tiyong) juga tidak sepakat dengan wacana yang saat ini sedang diuji di MK.

"Kami PNA tetap menginginkan Pemilu dilaksanakan secara terbuka, bebas, adil, dan rahasia," katanya kepada Serambi, kemarin.

Menurutnya, Pemilu merupakan sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota DPRD kabupaten/kota dan provinsi, DPR dan DPD RI, serta Presiden, dan Wakil Presiden.

Baca juga: Hasil Rekap, Empat Parlok Penuhi Syarat Jadi Calon Peserta Pemilu 2024

"Biarlah rakyat yang menentukan siapa yang layak dan berhak untuk dipilih," tutur Tiyong yang juga anggota DPRA ini.

Sementara itu, Juru Bicara (Jubir) Partai Aceh (PA), Nurzahri yang dikonfirmasi Serambi, kemarin, mengatakan saat ini pihaknya masih menunggu keputusan MK.

"Wacana pemilu proporsional tertutup adalah wacana dalam proses gugatan di MK.

Jadi, dalam hal tersebut Partai Aceh cuma bisa menunggu keputusan MK yang bersifat final dan mengikat.

Apapun keputusan MK tentu kami akan mengikutinya," jelas Nurzahri.

Sebenarnya, sebut Nurzahri, menjadi aneh ketika banyak partai kemudian mencoba menekan MK dengan sikap penolakan atau dukungannya.

Jika MK terpengaruh oleh sikap dukung-menolak dari partai-partai tersebut, sambung Nurzahri, maka integritas MK akan dapat dipermasalahkan.

Karena itu, sebagai entitas politik yang diwajibkan untuk taat konstitusi, tambah Nurzahri, Partai Aceh selaku partai pemenang di Aceh mengimbau seluruh partai untuk taat azas.

"Begitu juga kepada MK agar dapat bersikaf profesional dan independen tanpa mempedulikan tekanan-tekanan politik dalam memutuskan perkara ini," ujarnya.

Nurzahri menyatakan, perdebatan proporsional terbuka atau tertutup sendiri memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Menurutnya, proporsional terbuka akan menguntungkan caleg secara pribadi karena pengaruh partai menjadi sedikit lemah karena rakyat akan lebih dekat dengan caleg.

Hanya saja sistem ini membuka peluang terjadinya kecurangan secara masif di level caleg, bahkan money politic lebih marak terjadi di kalangan caleg serta terjadinya transaksional langsung antara caleg dengan konstituen.

Sedangkan sistem proporsional tertutup akan lebih menguntungkan partai karena partai yang akan menentukan dewan terpilih.

"Di mana kader-kader terbaik partai yang sudah melalui proses pendidikan dan pemantapan kemampuan akan lebih diperioritaskan dibandingkan dengan kader-kader yang bermental loncat pagar," ucap dia.

Selain itu, tambah Nurzahri, partai akan lebih bisa menjual visi dan misi secara profesional.

Hanya saja kelemahan sistem ini para caleg akan sedikit memiliki jarak dengan konstituen karena loyalitasnya mutlak kepada partai. (mas)

Baca juga: Spanduk Bertulis ‘NasDem akan Gusur Parlok’ Muncul Jelang Kedatangan Anies Baswedan ke Aceh

Baca juga: Kecuali PA dan PNA, Empat Parlok Belum Memenuhi Syarat dan Sekarang Jalani Masa Perbaikan 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved