Opini

UIN Ar-Raniry, Pemikiran, dan Sinergisitas Pentahelix

Syekh Nuruddin Ar-Raniry dalam ruang dan waktu kesejarahan Aceh hingga menjadi nama besar sebuah institusi penting di Aceh tak lepas dari strategisnya

Editor: bakri
zoom-inlihat foto UIN Ar-Raniry, Pemikiran, dan Sinergisitas Pentahelix
FOR SERAMBINEWS.COM
HANIF SOFYAN,  Pegiat literasi, tinggal di Tanjung Selamat, Aceh Besar

Ia menolak teori al-faidh (emanasi) Al-Farabi karena akan membawa kepada pengakuan bahwa alam ini qadim sehingga dapat jatuh kepada kemusyrikan.

Menurutnya alam merupakan wadah tajalli asma dan sifat Allah dalam bentuk yang konkret.

Atau pemikiran Nuruddin Ar-Raniry tentang manusia sebagai khalifah Allah di bumi yang dijadikan sesuai dengan citra-Nya.

Nuruddin Ar-Raniry juga mengoreksi inti ajaran wujudiyyah, yang menurutnya disalahartikan kaum Wujudiyyah dengan arti kemanunggalan Allah dengan alam.

Terlihat bahwa Nuruddin Ar-Raniry, sangat menekankan syariat sebagai landasan esensial dalam tasawuf.

Apa yang menjadi pemikirannya tentu saja berkaitan dengan konteks waktu.

Ketika yang terjadi adalah perbedaan pemikiran soal paham keyakinan, maka yang menjadi produk pemikiran dan karyanya juga berkaitan dengan konteks tersebut.

Kini dalam rentang waktu yang telah melewati usia emas, institusi UIN Ar-Raniry yang menyandang nama besarnya, tentu saja konteks sumbang pemikirannya juga telah berubah drastis.

Kontribusi pemikiran Meskipun notabene lahir sebagai institusi agama, menyandang frasa "Islam" dalam institusinya.

Pada awalnya-Institut Agama Islam Negeri , kini telah beralih rupa menjadi Universitas Islam Negeri, tak menutupnya menjadi institusi yang bisa menawarkan solusi untuk problem kekinian.

Baca juga: 869 ASN UIN Ar-Raniry Ikut Survei IPMB Kemenag Terkait Indeks Profesional Moderasi Beragama

Meminjam istilah Muhibuddin Hanafiah, UIN tidak boleh menjadi 'jago kandang', terkurung parsialnya institusi "agama".

Seolah tak bisa berkontribusi untuk urusan kontestasi politik, berkontribusi pemikiran dalam pertentangan bendera dan lambang daerah, optimalisasi dana Otonomi Khusus (Otsus), transisi dan resesi ekonomi 2023, dan berbagai persoalan kompleks pembangunan Aceh saat ini.

Apalagi dengan usia emasnya yang makin matang, tak bisa hanya terkungkung istiqamah membangun kebersamaan (jamaah) besar Ar-Raniry yang bersatu dalam keberagaman (unity in diversity) saja, tapi juga wujud kontribusi intelektual sebagai think tank bagi pembangunan Aceh yang konteks sosio politiknya lebih "membumi" untuk kemaslahatan ummah.

Bagaimana berkontribusi dalam persoalan ekonomi, kongkretnya seperti apa kontribusi pemikiran institusi UIN Ar-Raniry atas persoalan Otsus yang mendera Aceh, karena adanya ketimpangan dalam implementasinya.

Padahal Otsus menjadi sebuah "blue print" pembangunan Aceh Tinggal Landas.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved