Berita Banda Aceh
KKR Aceh: Pengakuan Kasus HAM Harus Dibarengi Pengakuan Data Korban
Presiden RI, Joko Widodo menyatakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat memang terjadi pada masa lalu di beberapa wilayah di Indonesia
Penulis: Subur Dani | Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo menyatakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat memang terjadi pada masa lalu di beberapa wilayah di Indonesia.
Hal itu disampaikannya setelah menerima laporan dari Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) di Istana Negara pada Rabu (11/1/2023).
"Saya telah membaca dengan seksama laporan dari PPHAM pelanggaran HAM berat yang dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 17 Tahun 2022.
Dengan pikiran jernih dan hati yang tulis sebagai Kepala Negara saya mengakui bahwa pelanggaran HAM berat memang terjadi di masa lalu," kata Jokowi dilansir Kompas.com.
Baca juga: Tragedi Kelam Jambo Keupok, Penyiksaan yang Kini Diakui Negara Sebagai Pelanggaran HAM Berat
Jokowi kemudian membaca satu per satu kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi dan diakuinya sebagai kasus pelanggaran HAM berat. Totalnya sebanyak 12 kasus.
Dari 12 kasus itu, tiga di antaranya adalah kasus pelanggaran HAM di Aceh, yakni peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989, peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999, dan peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.
Ketua Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh, Masthur Yahya yang dimintai keterangan Serambi terkait pengakuan negara terhadap kasus pelanggaran HAM khususnya tiga kasus di Aceh, memberi apresiasi.
“Atas nama Ketua KKR Aceh, saya memberi apresiasi atas pengakuan, simpati, dan empati Presiden RI Joko Widodo yang mengakui sejumlah pelanggaran HAM berat masa lalu yang pernah terjadi di Indonesia,” kata Masthur Yahya, Rabu (11/1/2023).
Baca juga: Tragedi Rumoh Geudong Aceh 1989, Peristiwa Kelam yang Diakui Negara Sebagai Pelanggaran HAM Berat
Ketua KKR Aceh selaku pemegang mandat Non Yudisial untuk kasus pelanggaran HAM di Aceh berharap, pengakuan Kepala Negara terhadap hasil laporan tim Non Yudisial PPHAM tersebut hendaknya juga menjadi pengakuan terhadap data korban pelanggaran HAM yang sudah dikumpulkan oleh KKR Aceh.
“Mestinya juga menjadi pengakuan terhadap data korban-korban pelanggaran HAM yang sudah kita kumpulkan,” kata Masthur Yahya.
Masthur mengungkapkan, KKR Aceh memiliki 5.264 data hasil pengungkapan kebenaran sejak 2017 hingga 2020.
Data korban yang sudah dicatat tersebut lengkap dengan rekomendasi reparasi sesuai kebutuhan korban yang disampaikan saat pengambilan pernyataan korban.
Baca juga: Negara Akui Tragedi Simpang KKA Sebagai Pelanggaran HAM Berat, Begini Kisah Kelam Tahun 1999
KKR Aceh sudah meminta kepada tim PPHAM agar data tersebut turut menjadi tanggungjawab pemerintah pusat untuk membangun kebijakan nasional dalam rangka pemulihan korban pelanggaran HAM di Aceh selain dari tiga kasus pelanggaran HAM berat tersebut.
“Jelasnya begini, korban yang sudah diambil pernyataannya oleh KKR Aceh selain dari 3 peristiwa khusus Simpang KKA, Rumoh Gedong, Jambo Kepok, hendaknya menjadi bagian dalam tindak lanjut pemulihan oleh negara melalui tim PPHAM.
KKR Aceh perlu mendapat dukungan Pemerintah Pusat untuk merealisasikan rekomendasi reparasi/pemulihan,” pungkasnya.(*)
Baca juga: Begini Nasib Bu Guru SD Setelah Terciduk Selingkuh Dengan Pak Kades di Sebuah Hotel
Tidak Ada Instruksi Kibarkan Bintang Bulan Pada Peringatan 20 Tahun Damai Aceh |
![]() |
---|
Anggaran Belanja Pemerintah Kota Banda Aceh Bertambah Rp 19 M |
![]() |
---|
Korupsi Pajak Daerah, Pejabat Aceh Barat Cut Nurmaliah Divonis 2 Tahun Penjara |
![]() |
---|
Politisi Perempuan PKS Harap Peringatan Damai Aceh Jadi Evaluasi Kerja Nyata Mengisi Perdamaian |
![]() |
---|
Dana Parpol di Aceh Bertambah, MaTA Harap BPK Audit Rutin |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.