Disebut Bela Irwandi Yusuf usai Kritik KPK, Humam Hamid Singgung soal Peunayah Pascadamai
Humam Hamid menjadi perbincangan publik di Aceh, setelah mengkritik dan Presiden Jokowi terkait kasus Ayah Merin, singgung soal peunayah pascadamai
Penulis: Sara Masroni | Editor: Muhammad Hadi
Peunayah sebuah istilah dalam bahasa Aceh yang kerap diartikan sebagai gaji atau uang atas hasil jerih payah, juga kerap digunakan sebagai uang ganti rugi.
Untuk diketahui, Ahmad Humam Hamid pernah menjadi lawan dan dikalahkan oleh Irwandi Yusuf pada kontestasi Pilkada Gubernur Aceh tahun 2006.
Ini adalah pilkada pertama di Aceh pascadamai, sekaligus pilkada pertama di Indonesia yang calonnya dipilih langsung oleh rakyat alias pilkadasung.
Dalam pilkadasung perdana ini Humam Hamid berpasangan dengan Hasbi Abdullah (adik dari dr Zaini Abdullah, mantan menteri luar negeri GAM).
Pasangan yang didukung oleh elite GAM Swedia ini diusung oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan dikenal dengan akronim H2O (Humam-Hasbi Oke).
Dalam Pilkada itu, pasang Humam Hamid yang didukung elite GAM Swedia, kalah bersaing dengan pasangan Irwandi Yusuf (mantan juru propaganda GAM) dan Muhammad Nazar (Presidium Sentral Informasi Referendum Aceh/SIRA) yang didukung oleh para panglima dan kombatan GAM.
Seusai Pilkada itu, Prof Humam Hamid menarik diri dari kancah politik dan kembali mengabdikan diri sebagai Guru Besar di Kampus USK dan kerja kerja kemanusiaan.
Sedangkan pasangannya Hasbi Abdullah kemudian maju sebagai caleg DPR Aceh dari Partai Aceh, partai lokal yang dibentuk oleh para mantan kombatan GAM.
Dalam Pemilu 2009 itu, Hasbi Abdullah terpilih menjadi anggota DPRA dan kemudian menjadi Ketua DPRA periode 2009-2014.
Pemilu 2009 yang merupakan pemilu pertama di Aceh pascadamai diikuti oleh 38 partai berbasis nasional dan 6 partai politik lokal di Aceh, yakni Partai Aceh (PA), Partai Aman Sejahtera (PAAS), Partai Bersatu Aceh (PBA), Partai Daulat Aceh (PDA), Partai Rakyat Aceh (PRA), dan Partai Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA).
Kritik KPK dan Jokowi
Diberitakan sebelumnya, Sosiolog yang juga Guru Besar USK, Prof Ahmad Humam Hamid meminta KPK tidak mempermalukan Aceh melalui penanganan kasus Ayah Merin.
Ia menilai penanganan kasus gratifikasi yang melibatkan Ayah Merin tidak seharusnya dilihat dari perspektif hukum semata.
Tetapi harus juga dilihat dari perspektif sosial karena saat itu Aceh dalam masa transisi pascadamai, yaitu dari perang ke perdamaian.
"Kasus itu harus dilihat dalam perspektif transisi kata Humam secara langsung kepada Serambi pada Sabtu (18/2/2023) menanggapi penangkapan Ayah Merin oleh KPK.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.