Disebut Bela Irwandi Yusuf usai Kritik KPK, Humam Hamid Singgung soal Peunayah Pascadamai

Humam Hamid menjadi perbincangan publik di Aceh, setelah mengkritik dan Presiden Jokowi terkait kasus Ayah Merin, singgung soal peunayah pascadamai

Penulis: Sara Masroni | Editor: Muhammad Hadi
YouTube Serambinews
Sosok Prof Dr Ahmad Humam Hamid, menjadi perbincangan publik di Aceh, setelah mengkritik dan Presiden Jokowi terkait kasus Ayah Merin, singgung soal peunayah pascadamai. 

"Dari ekonomi perang ke ekonomi damai yang belum jelas benar bagaimana bentuk kesejahteraan kepada eks kombatan, anak yatim, janda konflik saat itu," tambahnya.

Humam menegaskan bahwa apa yang disampaikannya tersebut tidak dalam rangka membela Ayah Merin, apalagi mantan gubernur Aceh Irwandi Yusuf.

Sebagai sosiolog, ia hanya melihat dari sisi bagaimana pemerintah pusat memperlakukan Aceh.

"Jadi menurut saya, sebaiknya (kasus) ini dihentikan. Ini sosiologis, saya tidak bicara hukum," ungkap Humam.

"Dan kadang-kadang sosiologis ini lebih penting daripada hukum. Saya juga tahu Izil bukan manusia hebat dan baik sekali. Tetapi ia punya tanggung jawab. Itu yang saya hormati," tambahnya.

Beda SBY dengan Jokowi

Prof Humam Hamid menjelaskan, Presiden Jokowi dan KPK memang tidak ada kaitan dalam penanganan kasus dugaan korupsi di Aceh.

Akan tetapi, terang Humam, publik Aceh akan memiliki dua memori berbeda terhadap pemerintah pusat dalam menjaga harkat dan martabat Aceh.

“Pada masa Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), dia berusaha sekuat tenaga untuk mendamaikan Aceh. Pada masa Pak Jokowi, walaupun ini korupsi disebut atau apapun namanya, ini adalah mempermalukan Aceh,” tegas Humam.

Menurut Humam, apa yang dilakukan Ayah Merin saat itu adalah sebuah upaya menjaga perdamaian yang masih muda.

Bahkan di sisi lain, Ayah Merin juga menjaga agar senjata dan bom sisa konflik tidak meledak karena persoalan kesejahteraan.

"Kalau kasus ini berlanjut dan Izil (Ayah Merin) dihukum, apapun ceritanya uang itu mengalir ke banyak orang. Kecil sekali kalau uang Rp 32 miliar yang terlibat banyak orang itu, dipertaruhkan untuk sebuah perdamaian dan masa depan Indonesia," tambah dia.

"Pada masa itu, GAM sangat beda. (Kasus Ayah Merin) ini narasinya bukan korupsi seperti (yang dilakukan pejabat) saat ini. Kalau pun ada, lebih kepada uang keamanan yang biasa dipraktikkan eks kombatan masa perang," ujar Humam.

"Apalagi pada masa itu ada beberapa eks kombatan ada yang menjadi pejabat, ada Gubernur, Bupati, Wali Kota, DPR. Itu artinya, ada beban besar kepada petinggi GAM untuk mencari cara bagaimana menenangkan eks kombatan walaupun sesaat," katanya.

Karena itu, Humam berharap pegiat anti korupsi di Aceh agar jeli melihat kasus ini dan memahami konstruksi persoalannya.

Baca juga: Kisah Pelarian Wanita Aceh dan 5 Teman di Kamboja, Tulis Surat Dibungkus Nasi Minta Bantuan Haji Uma

"Saya anti juga dengan koruptor. Tangkap aja koruptor. Tapi ini lain, di sini ada konteks perdamaian," ucapnya lagi.

Di samping itu, Humam juga sangat yakin Irwandi Yusuf tidak terlibat.

Namun apabila kasus ini dikaitkan dengan korupsi, maka Irwandi sebagai mantan gubernur Aceh juga harus ditangkap.

"Saya duga Irwandi tidak terlibat. Saya haqqul yakin. Dan untuk menangkap Ayah Merin, itu Irwandi harus ditangkap. Jika ini korupsi, Irwandi harus ditangkap. Ini tidak benar. Saya juga mendengar Irwandi tidak memerintahkan Ayah Merin," tutup Humam.

(Serambinews.com/Sara Masroni)

BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved