Jurnalisme Warga

Kisah Bir Pletok dan Roti Buaya, Ikon Budaya Betawi

Setiap kali saya menatap senja di taman ‘outdoor’ lantai 3 gedung Sarinah Department Store, saya selalu teringat dengan alam Aceh yang permai dan kuli

Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS/FOR SERAMBINEWS.COM
Melinda Rahmawati, Mantan peserta Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka di Kampus UBBG Banda Aeh dan Anggota Nasyiatul Aisyiyah DKI Jakarta. 

Kemudian, manfaat lain bir pletok adalah untuk mengatasi dan meringankan nyeri menstruasi. Kandungan jahe di dalam bir pletok sama efektifnya dengan ibuprofen dan asam mefenamat, dalam mengurangi nyeri terkait menstruasi.

Selain itu, sebuah studi tahun 2014 juga menunjukkan bahwa jika mengonsumsi jahe setiap hari selama seminggu menjelang siklus menstruasi, suasana hati dan gejala PMS perilaku lainnya dapat membaik.

Terakhir, ada penelitian substansial tentang kemampuan jahe untuk mendukung fungsi otak yang sehat. Dalam sebuah studi tahun 2012, wanita yang mengonsumsi jahe setiap hari meningkat signifikan memori dan kinerja kognitifnya.

Studi lain juga menunjukkan temuan serupa bahwa sifat bioaktif dan aktivitas antioksidan dalam jahe mungkin bermanfaat dalam melindungi otak dari penurunan kognitif.

Bir pletok ini selalu hadir dalam berbagai perayaan istimewa di kota Jakarta, seperti Jakarta Fair, HUT Kota Jakarta, dan berbagai hajatan yang masih digelar dengan adat Betawi yang murni.

Tidak lupa pula ikon kuliner lain yang tidak kalah uniknya, yakni roti buaya. Roti ini memang hanya hadir pada acara pernikahan yang menggunakan adat Betawi saja. Bentuknya persis seperti buaya yang ditaruh sejajar secara berpasangan. Bagi masyarakat Betawi, buaya adalah lambang kesetiaan, kepedulian, dan adab.

Dilansir dari dinaskebudayaa.jakarta.go id, dalam cerita rakyat (folklor), makna roti merupakan sarana bagi masyarakat Betawi untuk melestarikan tradisi dengan adat pernikahan. Melalui roti tersebut, buaya dimaknai sebagai sumber kehidupan sekaligus wujud kepedulian orang Betawi terhadap lingkungan sekitar.

Sepasang roti buaya itu dimaknai sebagai dua orang yang akan membangun keluarga baru sekaligus menjadi penerus kehidupan. Makna lain dari roti buaya itu bahwa orang Betawi sangat menjaga adab, tidak hanya kepada orang lain, tetapi juga lingkungan sekitar.

Dahulu, orang Betawi meyakini bahwa setiap tempat ada penunggunya. Kemudian, roti buaya juga menjadi simbol kesiapan melepas masa lajang sekaligus kesabaran. Dua roti buaya tersebut jadi perlambang bahwa kedua calon pengantin telah siap menjadi sepasang suami dan istri. Sementara simbol kesabaran, diambil dari perilaku buaya yang selalu sabar menunggu mangsanya.

Makna filosofis lainnya adalah menyatukan dua karakter insan manusia tidak mudah. Sebabnya, sepasang suami maupun istri harus bisa saling memahami dan bersabar dalam menjalani kehidupan berumah tangga.

Terakhir, roti buaya juga menjadi simbol kesetiaan dan melindungi. Makna lain dari seserahan roti buaya itu juga bersumber dari perilaku buaya jantan yang sepanjang hidupnya hanya mengawini satu betina. Perilaku buaya jantan ketika betinanya bertelur, akan sangat protektif terhadap ancaman predator lain.

Memang kedua kuliner tersebut menjadi ikon budaya Betawi yang familier diketahui oleh masyarakat perantau yang lama tinggal di Jakarta. Namun, jarang sekali ada yang mengetahui sejarah dan makna dari ikon budaya tersebut. Semoga ikon tersebut tetap lestari sebagai identitas budaya Betawi dengan sejuta ceritanya.

Pemuda India yang Ditolak Calon Mertua Kini Terkenal di Jagat Maya, Akun TikTok Asib Diserbu Netizen

Pengacara Korban Minta Pacar Mario Dandy jadi Tersangka: AGH Otak Awal Penganiayaan Terhadap David

Kompol Kasranto Merasa Aman Jual Sabu Milik Jenderal Teddy, Dapat Upah Rp 70 Juta untuk Bayar Utang

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved