Berita Banda Aceh

Selain Modal Usaha, Pemerintah Pusat Diminta Lihat Reparasi Korban Pelanggaran HAM Berat Secara Utuh

"Jadi pemulihan ini harus dilakukan secara keseluruhan, baik pemukimannya, akses informasi, infrastruktur, layanan publik, maupun hak-haknya secara...

Penulis: Indra Wijaya | Editor: Nurul Hayati
zoom-inlihat foto Selain Modal Usaha, Pemerintah Pusat Diminta Lihat Reparasi Korban Pelanggaran HAM Berat Secara Utuh
For Serambinews.com
Mantan Direktur Koalisi NGO HAM Aceh, Zulfikar Muhammad.

Dimana banyak dari korban konflik kehilangan identitas kependudukan. 

Baca juga: Sahuti Pengakuan Presiden Jokowi, KKR Laporkan Ribuan Kasus Pelanggaran HAM ke Wali Nanggroe

Hal itu dapat dilihat di Aceh, dimana pemerintah daerah masih harus melakukan peristiwa Itsbat Nikah kepada para korban konflik.

Lalu, pemerintah juga harus menempatkan para korban konflik ini pada kesempatan -kesempatan kerja. 

Program sebelumnya juga pernah ia jalankan, dimana mereka merekrut anak-anak korban konflik yang dijadikan tenaga ASN.

"Karena banyak dari mereka ini juga sudah berpendidikan dan jadi sarjana. Jadi sebagai bentuk integrasinya kepada pemerintah, hal ini bisa menjadi salah satu bentuknya," jelasnya.

Kemudian kata Zulfikar, bagi korban pelanggaran HAM berat yang kehilangan sumber ekonominya akibat cacat fisik dan sebagainya, bentuk reparasi yang harus dilakukan berupa pengobatan.

Jika hal itu sudah dilakukan, baru beranjak kepada pemulihan ekonomi para korban pelanggaran HAM berat ini secara keseluruhan dan pemberian modal usaha.

"Jadi bagi mereka tidak mendapat kesempatan sekolah saat perang, putus sekolah, usaha ekonomi ayahnya yang hancur, ini baru diberikan modal usaha," ungkapnya.

Baca juga: KMAS Meminta Kasus Pelanggaran HAM Berat di Aceh Diselesaikan PBB

Jadi lanjut dia,  reparasi ini harusnya itu dilakukan secara berjenjang. 

Sebab reparasi korban pelanggaran HAM berat dan konflik yang paling tetap ialah reparasi komunitas. 

Seperti, untuk reparasi simpang KKA. 

Bagaimana pemerintah membangun kembali simpang KKA itu menjadi sentral-sentral ekonomi yang berkelanjutan.

Jika itu dibangun, yang merasakan dampak ekonominya tidak hanya korban konflik saja, melainkan orang yang di sekitarnya juga. 

"Kawasannya itu yang harus hidup. Misal jika kita kasih mereka modal usaha Rp 1 miliar, namun jika kawasan itu tidak hidup, makan uang tersebut akan habis begitu saja. Dia akan kembali jatuh miskin lagi," jelasnya.

Karena hal itu juga, ia menyarankan agar melihat sistem reparasi itu secara itu. 

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved