Berita Kutaraja

Anggota DPRA Pertanyakan Strategi dan Rencana Aksi Pemerintah Aceh Atasi Konflik Satwa Vs Manusia

“Tapi sampai saat ini Peraturan Gubernur (Pergub) mengenai Strategi dan Rencana Aksi Pengelolaan Satwa Liar belum juga ditetapkan,” kata Sulaiman.

Penulis: Masrizal Bin Zairi | Editor: Saifullah
Serambinews.com
Ketua Badan Kehormatan Dewan (BKD) DPRA, Sulaiman SE. 

Laporan Masrizal | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Konflik satwa liar yang terjadi di Aceh hampir tak pernah usai.

Terbaru konflik kembali terjadi antara harimau dengan manusia di Desa Peunaron Lama, Kecamatan Peunaron, Kabupaten Aceh Timur yang berujung pada penetapan tersangka terhadap salah seorang warga yang kambingnya dimakan harimau pada Rabu (22/2/2023) lalu.

Ia ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan meracuni harimau yang telah menerkam kambingnya di kebun miliknya.

Sulaiman, SE, Anggota DPR Aceh dari Fraksi Partai Aceh menilai konflik ini terjadi karena tidak adanya upaya serius yang dilakukan oleh Pemerintah Aceh, terutama Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh dalam pengelolaan satwa liar di Aceh.

Padahal, urai dia, Aceh punya Qanun tentang Pengelolaan Satwa Liar yang telah disahkan pada 2019 lalu.

“Tapi sampai saat ini Peraturan Gubernur (Pergub) mengenai Strategi dan Rencana Aksi Pengelolaan Satwa Liar belum juga ditetapkan,” kata Sulaiman.

Padahal, dalam Qanun tersebut sangat jelas dikatakan bahwa Pemerintah Aceh harus menetapkan Strategi dan Rencana Aksi Pengelolaan Satwa Liar paling lama satu tahun sejak Qanun tersebut diundangkan, yaitu pada 18 Oktober 2019.

“Dua tahun yang lalu, sudah saya desak supaya Pemerintah Aceh segera mengimplementasikan Qanun Nomor 11 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Satwa Liar, yang dimuat Harian Serambi Indonesia (Minggu, 27/12/2020), namun sampai saat ini belum juga terealisasi,” tuturnya, Minggu (5/3/2023).

Sulaiman menyebutkan, bahwa saat ini tidak ada langkah kongkrit yang bisa dijadikan acuan dalam menanggani persoalan konflik manusia dengan satwa liar di Aceh.

“Memang BKSDA punya SOP sendiri dalam pengelolaan dan penanganan konflik satwa liar secara nasional,” urai dia.

“Tapi itu tidak dapat dijadikan acuan kongkrit dalam pengelolaan satwa liar di Aceh, mengingat populasi satwa liar di Aceh lebih banyak dibanding dengan daerah lain di Indonesia,” sebut Sulaiman.

Oleh karena itu, Aceh harus mempunyai strategi dan rencana aksi tersendiri dalam pengelolaan satwa liar.

“Dan itu semua sudah diatur dalam Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Satwa Liar di Aceh,” tambah Sulaiman.

Politisi Partai Aceh ini juga mempertanyakan kinerja Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh yang selama ini tidak menunjukkan keseriusannya dalam pengelolaan satwa liar di Aceh.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved