Konsultasi Agama Islam

Konsultasi Agama Islam - Waktu Shalat dan Puasa bagi Orang Kutub

Dalam Kitab Shahih Muslim diceritakan para Sahabat Nabi pernah bertanya kepada Nabi SAW tentang lamanya Dajjal mendiami bumi, Rasulullah SAW menjawab:

Editor: Agus Ramadhan
SERAMBINEWS.COM
DPP Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) Aceh bekerjasama dengan serambinews.com membuka Ruang Konsultasi Agama Islam diasuh oleh Tgk Alizar Usman, M.Hum. 

Adapun hari kedua yang seperti sebulan dan hari ketiga yang seperti sepekan, maka sesuai dengan qiyas hari pertama, diperkirakan untuknya sama seperti perkiraan hari pertama sesuai dengan apa yang sudah kami jelaskan sebelumnya. (Syarah Muslim : XVIII/66)

Dalam hadits di atas dan sesuai dengan penafsiran Imam al-Nawawi, pada saat turun Dajjal kelak, ada hari yang lamanya seperti setahun, kemudian hari kedua seperti seperti sebulan dan hari ketiga seperti sepekan.

Di sini muncul pertanyaan bagaimana cara menentukan waktu shalat pada saat itu. Nabi SAW menjelaskan, diperkirakan saja menurut ukuran lama waktu shalat pada hari yang normal.

Seandainya pada hari normal antara terbit matahari dan dhuhur terdapat waktu senggang tujuh jam, maka waktu dhuhur di hari tidak normal adalah sesudah tujuh jam terhitung mulai terbit matahari,

meskipun pada kenyataannya pada hari tersebut belum tergelincir matahari karena keadaan hari sangat panjang siangnya (tidak normal).

Demikian juga waktu shalat lainnya diperkirakan sesuai dengan jarak antara waktu shalatnya dan waktu shalat sebelumnya pada hari normal.

Pada daerah kutub dimana siang dan malamnya tidak berlaku sebagaimana halnya daerah normal, maka waktu shalat dan puasanya dapat diperkirakan sesuai dengan perkiraan hari-hari pada saat turun Dajjal kelak,

sebagaimana dijelaskan di atas dengan memperkirakan ukuran waktunya dengan cara membandingkan kepada daerah terdekat dengan memperhatikan ukuran lama siang dan malamnya. Ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan di bawah ini:

وَسُئِلَ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ عَنْ بِلَادِ بُلْغَارَ كَيْفَ يُصَلُّونَ فَإِنَّهُ ذُكِرَ أَنَّ الشَّمْسَ لَا تَغْرُبُ عِنْدَهُمْ إلَّا بِمِقْدَارِ مَا بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ ثُمَّ تَطْلُعُ فَقَالَ: يُعْتَبَرُ صَوْمُهُمْ وَصَلَاتُهُمْ بِأَقْرَبِ الْبِلَادِ إلَيْهِمْ، وَالْأَحْسَنُ، وَبِهِ قَالَ بَعْضُ الشُّيُوخِ إنَّهُمْ يُقَدِّرُونَ ذَلِكَ وَيَعْتَبِرُونَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ، كَمَا قَالَ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فِي يَوْمِ الدَّجَّالِ الَّذِي كَسَنَةٍ وَكَشَهْرٍ: اُقْدُرُوا لَهُ حِينَ سَأَلَهُ الصَّحَابِيُّ عَنْ الصَّوْمِ وَالصَّلَاةِ فِيهِ

Abu Haamid pernah ditanyakan bagaimana melakukan shalat pada negeri Bulgaria, dimana di negeri tersebut disebut-sebut mataharinya tidak terbenam kecuali kadar ukuran antara magrib dan isya, kemudian matahari pun terbit.

Beliau menjawab, perkirakan waktu puasa dan shalat mereka sesuai dengan negeri terdekat kepada negeri mereka.

Namun sebaiknya (ini juga merupakan pendapat yang dikemukakan oleh sebagian para syeikh) dihitung waktu untuk mereka dengan i’tibar siang dan malam sebagaimana sabda Nabi SAW tentang hari Dajjal yang seperti satu tahun dan satu bulan:

“perkirakanlah untuk mereka” pada saat para sahabat menanyakan perihal bagaimana cara puasa dan shalat pada hari tersebut. (Hasyiah al-Bujairumi ‘ala al-Khatib : I/394)

Disamping pendapat di atas, ada juga ulama yang memperkirakan waktu shalat shalat untuk negeri kutub ini sesuai dengan waktu shalat Makah al-Mukarramah sebagaimana dikemukankan Dr Wahbah al-Zuhaili berikut ini :

وفي المناطق القطبية ونحوها يقدرون الأوقات بحسب أقرب البلاد إليهم، أوبميقات مكة المكرمة

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved