Ramadhan Mubarak

Mencapai Maqam Ikhlas Dalam Berpuasa

Dimana dalam hadis ini seolah Allah menekankan pada kita bahwa ibadah puasa itu, berbeda dengan ibadah lainnya, karena pada amal puasa ibadahnya dikhu

Editor: mufti
Dok MPU Aceh
Ketua MPU Aceh, Tgk. H. Faisal Ali 

Tgk H Faisal Ali, Ketua MPU Aceh dan Pembina DPP Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) Aceh

Selama ini kita sering mendengar sebuah hadis qudsi tentang keistimewaan ibadah puasa. Rasulullah Shallallahu’alai wa sallam bersabda, “Allah berfirman, ‘Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya"(HR Bukhari).

Dimana dalam hadis ini seolah Allah menekankan pada kita bahwa ibadah puasa itu, berbeda dengan ibadah lainnya, karena pada amal puasa ibadahnya dikhususkan penisbatannya hanya untuk Allah.

Lalu pertanyaannya, apa yang membuatnya begitu istimewa? Para ulama menjelaskan bahwa yang membuat puasa itu istimewa adalah sedikitnya peluang ria pada ibadah ini jika dikerjakan walau hanya mencapai batas minimal sahnya puasa, yaitu sekadar mencukupi rukun dan syaratnya. Ini yang tidak dimiliki ibadah lain, karena dalam ibadah lain, walau dikerjakan dengan cukup rukun dan syaratnya potensi ria selalu ada.

Dalam ibadah puasa, walau seorang masih bisa pamer saat berpuasa, tapi manusia selalu ada peluang untuk sendirian saat orang lain tidak melihatnya. Jadi, saat itu ada dua peluang, pertama jika dia tetap berpuasa saat orang tidak melihatnya maka dia tidak bisa disebut ria karena tidak ada orang yang melihat.

Jadi, dia puasa hanya untuk Allah, adapun jika dia puasa untuk pamer, lalu dia makan minum saat orang tidak ada, maka puasanya tidak dianggap tidak sah, jadi memang dasarnya dia tidak beribadah.

Berbeda dengan ibadah shalat misalnya, kita bisa memperlihatkan shalat kita pada manusia untuk tujuan duniawi dari mulai rukun pertama takbiratul ihram sampai salam, tanpa mereka menyadari bahwa kita sedang pamer dan tidak beribadah lillahi taala, dan pada satu waktu shalat yang memamerkan ibadahnya juga sah. Jadi, dia bisa menggabungkan antara memamerkan shalat dan sahnya shalat, tidak seperti dalam puasa yang kita jelaskan tadi, dimana dua hal itu tidak bisa bersatu.

Begitu juga pada ibadah lain seperti sedekah, haji dan zakat, walau dikerjakan dengan rukun dan syarat yang cukup, tapi potensi ria di dalamnya tidak hilang, meskipun ibadahnya tetap sah dan menghilangkan kewajiban. Tentu ini berbeda dengan berpuasa, dimana jika dipamerkan dia tidak akan sah, dengan hilangnya potensi pamer dan ria di dalamnya, maka puasa membangun potensi ikhlas dalam diri manusia walau hanya sekejap, karena ada waktu dimana dia hanya berpuasa karena Allah.

Ini yang membuat ibadah puasa menjadi perantara atau washitah langsung yang kuat antara sang hamba yang berpuasa, dan sang khaliq.
Dimana dengan keikhlasan itu seorang belajar agar makin dekat dengan sang pencipta tanpa ada rasa ingin pamer atau ria. Jadi, tidak heran jika ibadah puasa disifatkan Tuhan dengan "untuk-Ku" seperti yang kita sebutkan di dalam hadist.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved