Jurnalisme Warga

Punggahan, Tradisi Menyambut Ramadhan di Langkat

Di Sumatera Utara banyak sekali tradisi penyambutan Ramadhan yang bisa kita jumpai. Salah satunya tradisi Punggahan.

Editor: mufti
IST
RISMA, Mahasiswi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Anggota UKM Jurnalistik Kampus UBBG Banda Aceh, melaporkan dari Langkat, Sumatera Utara 

RISMA, Mahasiswi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Anggota UKM Jurnalistik Kampus UBBG Banda Aceh, melaporkan dari Langkat, Sumatera Utara

Keraganam adat dan budaya di Indonesia merupakan ciri khas tersendiri bagi bangsa dan negara yang sejatinya terdiri atas berbagai macam suku, adat istiadat, dan budaya. Apalagi saat menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Bulan penuh ampunan yang dinanti-nantikan oleh seluruh umat muslim.

Ada banyak ragam tradisi, adat atau budaya yang bisa kita jumpai berkaitan dengan penyambutan bulan Ramadhan, termasuk di  Sumatera Utara.

Di Sumatera Utara banyak sekali tradisi penyambutan Ramadhan yang bisa kita jumpai. Salah satunya tradisi Punggahan.

Punggahan sendiri berasal dari bahasa Jawa yaitu munggah yang artinya (naik). Punggahan merupakan tradisi yang hingga kini masih dijaga oleh masyarakat Sumatera Utara dalam menyambut datangnya Ramadhan.

Tradisi Punggahan dilakukan dengan maksud untuk mengingatkan kembali kepada umat muslim akan tibanya bulan suci Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Tujuannya tidak lain agar kita sebagi umat muslim dapat menyambut bulan Ramadhan dengan iman yang lebih ditingkatkan lagi baik secara lahiriah maupun batiniah.

Selain itu, sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Tuhan dan sarana dalam mempererat tali persaudaraan dengan sesama.

Tradisi Punggahan biasanya dilakukan di rumah warga dengan mengundang tetangga, saudara, dan ustaz yang dipercayai untuk memimpin pembacaan doa, tahlil, dan pembacaan surah Yasin.
Selain itu juga ada yang dilaksanakan di musala atau maasjid.

Jika kegiatan di laksanakan di musala maka warga yang akan membawa makanan untuk disajikan di musala atau masjid. Warga diminta untuk membawa menu makanan wajib yaitu ketan, apem, gedang (pisang), dan pasung.

Jika Punggahan dilaksanakan di rumah maka tuan rumah wajib menyuguhkan menu utama makanan yang ada pada nasi kluban dan pada masyarakat Jawa dikenal dengan nasi urap. Menu utama yang ada pada nasi kluban yaitu rebusan sayur kangkung, daun singkong, tauge, kacang panjang, kol, yang diberi taburan campuran kelapa muda di atas sayuran, juga ditambah dengan kerupuk usek atau kerupuk merah putih.

Tradisi Punggahan tidak hanya ada di Sumatra Utara, di tempat tempat lain juga ada. Namun, tradisi Punggahan di setiap daerah berbeda-beda cara pelaksanaannya. Contohnya  di  Sumatra Utara sendiri pelaksanaan adat ini berbeda, seperti di Serdang Bedagai, masyarakat setempat melakukan kebiasaan ini di masjid dengan membawa makanan dari rumah masing-masing.

Lalu makanan dikumpul dan dilakukan ritual doa bersama sebagai bentuk rasa syukur atas datangnya bulan Ramadhan.

Terakhir kegiatan ditutup dengan menukar makanan dan makan bersama. Pelaksanaan Punggahan di Labuhan batu Utara juga sama, diminta para masyarakat untuk membawa makanan dari rumah dan dikumpulkan di masjid.

Hal tersebut berbeda bagi masyarakat di Batubara. Masyarakat di sana menggelar tradisi Punggahan dengan memotong hewan ternak kerbau atau lembu, diadakan mulai 3-2 hari sebelum 1 Ramadhan.
Kegiatan tersebut dilakukan di beberapa lokasi, lalu hasil dari pemotongan lembu atau kerbau diperjualbelikan di pasar. Seperti yang saya lihat Punggahan di Kabupaten Batubara hampir sama seperti  tradisi meugang di Aceh.

Beginilah keunikan yang ingin saya ceritakan terkait tradisi menyambut bulan Ramadan yang ada di lingkungan saya tinggal. Yakni, kebudayaan di setiap wilayah berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa kebudayaan yang ada di Sumatera Utara sangatlah beragam.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved