Kupi Beungoh

Petugas Partai, Anies, dan All The President’s Men

Pengumuman Megawati memberikan signal kuat kepada publik bahwa pecapresan Ganjar, bukanlah Ganjar versi Jokowi.

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/HANDOVER
Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Oleh Ahmad Humam Hamid*)

TEKA teki siapa calon presiden dari partai terbesar Indonesia, PDI Perjuangan terjawab sudah.

Tiga hari lalu, Megawati memberi hadiah lebaran kepada anggota dan pendukung PDI perjuangan, dengan mengumumkan Ganjar Pranowo sebagai calon Presiden RI ke 8 yang akan bertanding pada 2024.

Hadiah lebaran itu juga memberikan kegembiraan kepada pendukung Ganjar non-PDI Perjuangan yang telah lama menantikan keputusan itu.

Pengumuman Megawati memberikan signal kuat kepada publik bahwa pecapresan Ganjar, bukanlah Ganjar versi Jokowi.

Ia mengumumkan kepada publik tentang Ganjar versi Megawati, dengan garis penjelas kasus U20 Tim Piala Dunia Israel.

Sulit untuk dibantah, frasa “petugas partai” yang digunakan oleh Megawati selama ini kepada Jokowi selama 9 tahun, terlihat kepada publik antara ya dan tidak.

Ketidaksukaan Megawati kepada “tsar politik dan ekonomi” pemerintahan Jokowi- Luhut Binsar Panjaitan selama 9 tahun, kini segera akan  selesai.

Jokowi dalam banyak hal harus segera “disconnected” dengan elemen-elemen yang tidak disukai oleh Megawati, termasuk Luhut.

Jokowi harus Fokus kepada pemenangan Ganjar.

Apa yang terlihat hari ini adalah masa pasca-Jokowi telah mulai terjadi jauh hari sebelum pelantikan presiden baru pada November 2024.

Tidak salah untuk mengatakan, bahkan masa itu telah terjadi jauh hari sebelum terpilhnya presiden baru pada Februari 2024.

Jika sebelumnya PDI Perjuangan dalam banyak hal yang akan mengikuti tarian Jokowi, kini justeru Jokowi yang harus menuruti tarian PDI Perjuangan

Dari status petugas partai pada awal 2014, kemudian ‘menguap,” karena ia mengembara selama sekitar 9 tahun, kini Jokowi kembali menjadi petugas partai.

Ia tidak punya pilihan lain.

Ia tidak punya “rumah” atau “benteng” pascaberakhirnya masa jabatannya.

Tidak seperti Pak Harto yang berasosiasi dengan TNI, Gus Dur dengan NU, dan SBY dengan Partai Demokrat.

Rumah politik Jokowi setelah kekuasaannya berakhir hanya PDI-Perjuangan, itupan jika ia bertingkah baik.

Itupun jika ia jika ia “patuh”, terutama jika ia meninggalkan semua hal yang mengecewakan Megawati selama ini.

Praktis Jokowi, kini telah menjadi “lamb duck”- bebek lumpuh, sebelum waktunya.

Kenapa ia harus menjadi “lamb duck”? Karena taruhannya besar sekali, jika ia bertindak lebih dari itu.

Lupakan pengaruhnya terhadap Ganjar, jika ia terpilih, apalagi kalau yang terpilih bukan Ganjar.

Lupakan keberlanjutan sejumlah kebijakannya selama ini, seperti kasus kereta api cepat Bandung-Jakarta, masa depan Ibu Kota Negara-IKN, dan lupakan sejumlah kebijakan lain, yang masih menuai masalah sampai hari ini.

Taruhan Jokowi yang paling besar hari ini adalah kelanjutan “dinasti”nya lewat Gibran-calon gubenur Jawa Tengah, Kaesang, calon wali kota Depok, dan Boby Nasution, calon gubernur Sumatera Utara.

Dan itu semua, tidak akan pernah mungkin, dan tak akan pernah bisa, kecuali lewat PDI-Perjuangan.

Itu artinya, kombinasi antara petugas partai dan lamb-duck akan menjadi ciri keseharian Jokowi sampai dengan pelantikan presiden pada November 2024.

Baca juga: Jokowi Sebut Prabowo dan Mahfud MD Potensi jadi Cawapres Ganjar Pranowo

Baca juga: Jokowi Sebut Prabowo Berpotensi Dampingi Ganjar di Pilpres 2024, Pengamat: Mustahil

 
Hitung-hitungan Cawapres Ganjar

Apakah Jokowi sangat berpengaruh dalam penentuan calon Wapresnya Ganjar?

Ya, tetapi tidak sangat.

Berbeda dengan koalisi perubahan yang walaupun PKS, dan Partai Demokrat mengajukan calonnya, ketiga partai pendukung Anies memberikan kebebasan kepada Anies untuk menentukan siapa pendampingnya.

Berbeda dari koalisi perubahan, dipastikan, sama halnya dengan penentuan capres PDI Perjuangan, wacapres Ganjar pun akan sepenuhnya berada di tangan Megawati.

Di balik semua itu, semua calon wapres Ganjar, tetap saja orang-orang yang selama ini dikenal sebagai orangnya Jokowi.

Sebut saja Erik Thohir, Sandiaga Uno, Mahfud MD, Airlangga Hartarto, Muhaimin Iskandar, Mahfud MD, dan bahkan Prabowo Subianto sekalipun.

Siapapun yang akan dipilih oleh Megawati, tetap saja nama-nama itu yang selama ini dekat dan sering disebut oleh Jokowi.

Bahwa kemudian setelah dipilih, segera saja Jokowi akan ditinggalkan, terutama para pemuka  partai seperti Prabowo atau Muhaimain Iskandar, itu perkara lain lagi, kalau memang terjadi.

Mungkinkah skenario dua calon akan terwujud, seperti yang sering dilontarkan oleh Jokowi selama ini?

Jawabannya sangat sederhana.

Jika saja Ganjar berpasangan dengan Prabowo, kemunginan besar hal itu akan terjadi.

Tetapi, apakah Prabowo mau menjadi wapresnya Ganjar dan apakah Megawati setuju? 

Kita tak tahu, tentang sikap Megawati.

Namun tentang Prabowo, tidak ada satu pedoman tetap, melihat perilaku politiknya yang telah lalu.

Apapun alasannya, bergabungnya Prabowo ke pemerintahan Jokowi dan “turun pangkat” dari capres menjadi Menteri Pertahanan adalah sebuah kejutan  besar bagi mayoritas pemilihnya.

Apakah perlaku itu akan berulang? Hanya Prabowo saja yang tahu.

Di sebalik itu, membaca Prabowo juga tidak bisa dipisahkan dengan adiknya, sekaligus bohirnya, Hasyim Djoyohadikusumo yang bersikukuh Prabowo harus maju sebagai Capres Gerindra.

Tidak hanya itu, signal yang dikirim oleh semua petinggi Gerindra dalam dua hari ini kepada publik bahwa soal Capres Gerindra tidak ada tawar menawar, hanya Prabowo.

Baca juga: Pamit di Tahun Terakhir Menjabat Sebagai Gubernur Jabar, Ridwan Kamil Bakal Dampingi Ganjar?

Baca juga: Tak Tertarik dengan Ganjar, Golkar Tergaskan Tetap Usung Airlangga Hartanto Sebagai Capres

Rontoknya Koalisi Besar dan Peluang Sandiaga Uno

Keberadaan koalisi besar besutan Jokowi telah rontok dengan pengumuman Megawati untuk Ganjar.

Kini, pilihan kelima partai itu hanya dua, bergabung dengan PDI Perjuangan atau mencari pasangan sendiri.

Jalannya tentu saja mencari partner koalisi yang tepat.

Jika memang benar terjadi dispersi koalisi besar, maka pihak pertama yang paling mungkin adalah Partai Gerindra.

Jika memang benar Prabowo akan maju sebagai Capres Gerindra, bagaimana format calon pemimpin negeri ini dalam kontestasi 2024?

Ada Ganjar, ada Prabowo, ada Anies.

Siapakah yang akan mendampingi mereka?

Perkembangan yang ada sampai dengan hari ini sudah menunjukkan tanda-tanda dispersi itu.

Pertama, migrasinya Sandiaga Uno dari Gerindra ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dapat dibaca berkorelasi dengan peluang Sandi untuk mendampingi Ganjar.

Bukankah fatsun utama PDI perjuangan tentang kombinasi pimpinan nasional adalah kombinasi  antara elemen Nasionalis -Ganjar, PDI perjuangan, dan Agama- Sandiaga, PPP.

Masa tunggu Sandiaga yang telah disignalkan dua minggu yang lalu, mungkin menunggu konfirmasi PDI Perjuangan, kini terjawab.

Ia telah hengkang dari Gerindra, dan kini menunggu diresmikan dengan Ganjar. Disamping itu mengambil Sandi juga akan meringankan belanja kampanye PDI Perjuangan, disamping mendapat mitra dari partai yang tak terlalu kuat, sekelas PPP.

Kedua, mungkinkah Prabowo akan lanjut dengan cak Imin dari PKB?

Dari apa yang telah dan sedang terjadi, faktor Erik Thohir adalah sesuatu yang tak bisa dianggap remeh.

Ia adalah pengusaha sukses yang sangat kaya, bahkan sebelum ia bergabung menjadi “orang” Jokowi.

Erik yang punya uang banyak akan bertemu dengan Partai PAN yang butuh “uang banyak” pula.

Erik yang selama ini telah merapat ke NU, terutama dengan jembatan kaum muda, GP Ansor, dan  Banser NU akan membuat posisi pasangan Prabowo -Erik dakan dekat dengan jemaah Nahdiyin di Tanah Air.

Di samping itu bukan tidak mungkin cost yang akan dikeluarkan oleh Gerindra akan jauh lebih murah dengan PAN, jika dibandingkan dengan PKB.

Selebihnya, presiden Jokowi juga akan sangat senang, karena bukankah selama ini Erik itu dikenal sebagai “aisyahnya” Presiden Jokowi.

Bagaimana dengan nasib Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto?

Bukankah ia telah mendapat amanat Munas untuk hanya menjadi Calon Presiden, bukan calon wakil presiden?

Jika format di atas benar terjadi, maka Airlangga juga bukan tak mungkin akan berpasangan dengan Muhaimin Iskandar.

Persoalan kalah menang bagi pasangan ini tidak penting, karena siapapun yang akan masuk dalam putaran kedua, jika itu terjadi, posisi mereka bisa sangat menentukan.

Bagaimana dengan Anies?

Tidak banyak penjelasan yang dapat diberikan tentang Anies, kecuali jika memang skenario seluruh pasangan di atas, yang tersedia baginya hanya Khofifah dan AHY.

Gertak sambal Firli untuk meng-KPK-kan Khofifah sepertinya sudah tumpul.

Konfliknya dengan Kapolri dan ancaman Brigjen Endar tentang sejumlah kelakuan aneh Firli akan membuatnya tidak lagi menjadi variabel.

Persepsi publik yang selama ini melihat Firli berpenampilan “buruk” dalam memimpin KPK, kalaupun akan dilanjutkan dengan meng-KPK-kan Khofifah, akan membuatnya sempurna mendapat stempel “jahat” dari publik.

Apa arti besar jika sejumlah format kontestasi Pilpres 2024 seperti yang digambarkan di atas terjadi?

Itu artinya Jokowi sebagai petugas partai telah menyelesaikan tugasnya dengan baik.

Ia telah berhasil membangun rintang halang yang sangat luar biasa untuk mengepung Anies.

Kecuali Anies, dan wakilnya, semua orang yang berlabel calon presiden dan wakil presiden adalah orang-orang Jokowi.

Mereka semua adalah all the president’s men.

Anies akan diramai-ramaikan dari berbagai penjuru untuk memastikan ia tak akan masuk ke dalam putaran kedua.

Anies akan “ditamatkan” pada putaran pertama, dengan harapan akan tinggal dua pasangan Ganjar-Sandiaga dan Prabowo-Erik.

Apakah Anies akan sangat mudah dikalahkan?

Bagi Anies semua rencana Jokowi itu tak baru untuknya.

Ia telah “mengalahkan” Jokowi via Ahok dalam Pilkada DKI pada tahun 2018.

Berbagai halangan dan perangkap yang dbuat untuknya diselesaikan dengan cara elegan dan terhormat.

Ia telah dan akan mengalami lagi “takdir” yang seperti itu.

Apakah jika yang menang Ganjar atau Prabowo, penetrasi pengaruh Jokowi akan besar dan berlanjut?

Seorangpun tak mampu menjawab, hanya ia sendiri yang mampu menjawabnya.

Yang pasti tugasnya selaku petugas partai telah dijalankan dengan sempurna.

*) PENULIS adalah Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved