Kupi Beungoh
Gubernur Aceh - Apa Beda Soekarno, Soeharto, Gus Dur, SBY, dan Partai Aceh - Bagian I
hampir semua presiden yang pernah berkuasa, memberikan perhatian yang tidak biasa dan sangat sungguh-sungguh terhadap kepemimpinan di Aceh
Surat rekomendasi itu juga ditandatangani oleh ketua DPRA yang mewakili Partai Aceh.
Sebagai mantan Pangdam Kodam Iskandar Muda, Marzuki sangat layak jika berkeinginan, bahkan berambisi untuk menjadi pejabat gubernur Aceh, karena ia telah bergaul dan tahu Aceh secara lebih dekat.
Dalam sejarah, keinginan yang serupa pernah menimpa paling kurang tiga jenderal, Panglima Kodam I Iskandar Muda pada masa Soeharto, namun tak seorangpun dizinkan oleh sang presiden untuk menduduki jabatan itu?
Baca juga: 3 Eks Kepala Daerah dan 1 Bupati Aktif Turun Gunung Perkuat Partai Aceh Rebut Kursi DPRA
Sejarah Penunjukan Gubernur Aceh
Sejarah “pemilihan” dan “penunjukan” gubernur Aceh sebenarnya telah dimulai sejak presiden Soekarno berkuasa.
Penunjukan Daud Beureueh sebagai gubernur militer pada 1947, yang kemudian menjadi gubernur sipil pada masa ujung jabatannya adalah penghargaan pemerintah pusat terhadap jasa dan kepemimpinannya dalam mengusir Belanda dari Aceh.
Ketika Aceh bergabung dengan Sumatera Utara, dan pemimpin Aceh berstatus sebagai residen sebelum Beureueh menjadi gubernur, Soekarno menunjuk dua residen, Teuku Nyak Arief, dan Teuku Daudsyah.
Kala itu, Aceh menjadi bagian dari wilayah provinsi Sumatera.
Setelah Aceh menjadi provinsi dan kemudian dibubarkan dan menjadi bagian dari Sumatera Utara, tercatat 2 dua residen yang berasal dari Aceh, dan dua yang berasal dari luar Aceh.
Soekarno sangat hati-hati ketika mengangkat residen Aceh pasca Daud Beureueh mulai 1951, karena praktis seluruh elite pemerintahan Aceh sangat tidak puas dengan keputusan itu, dan bahkan telah tercium pula akan ada pemberontakan Aceh.
Ia akhirnya mengangkat RM Danubroto sebagai residen.
Tidak ada penjelasan kenapa ia merobah keputusannya dengan mengangkat dua pejabat Aceh, Teungku Sulaiman Daud, dan Abdul Wahab, setelah memberhentikan Danubroto.
Kehati-hatiannya terbukti ketika DI/ TII memberontak, Sulaiman Daud bergabung dengan DI/TII.
Selanjutnya Abdul Wahab, juga diganti oleh Soekarno, karena ia dianggap loyalis Beureueh, walaupun ia tak bergabung dengan DI/TII.
Soekarno kemudian mengangkat putera Minang, Abdurrazak, dengan sangat hati-hati selama 1.5 tahun, untuk kemudian berobah ketika lagi ketika status Aceh sebagai provinsi dikembalikan.
Indonesia di Simpang Jalan Ke-80: Refleksi atas Ujian Kemerdekaan |
![]() |
---|
Renungan Buya Hamka untuk Dunia Kedokteran |
![]() |
---|
Urgensi Pendidikan Politik untuk Merawat Perdamaian Aceh Pasca Dua Puluh Tahun |
![]() |
---|
Aceh Damai, Perspektif Jurnalistik |
![]() |
---|
Kurikulum Pendidikan Islam Itu "Berbasis Cinta", Solusi Masalah Lokal & Jawaban Tantangan Global |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.