BEJAT Pimpinan Ponpes di Lombok Lecehkan 41 Santriwati, Sudah Dilakukan Selama 7 tahun

HSN telah melakukan tindakan tak terpuji tersebut selama 7 tahun, yakni sejak tahun 2016 hingga 2023.

Editor: Amirullah
TRIBUN JATENG dan SHUTTERSTOK via TRIBUN JABAR
Pemimpin pompes rudapaksa 41 santriwati 

Meski menolak, kata Yanti, para santriwati tak bisa berbuat apa-apa. Mereka sudah didoktrin untuk menjalankan perintah guru. Mereka percaya saja, apalagi tersangka HSN ini mengatakan dirinya sebagai wali Allah dan bisa memasuki dunia gaib.

"Saat menghadapi kekerasan itu, apalagi ada relasi kuasa dalam kasus ini, korban tak bisa melakukan apa pun, kecuali mematung. Tubuhnya tak bisa memberi reaksi apa pun, sementara hatinya memberontak ingin melawan, namun tidak berdaya, apalagi tersangka atau pelaku adalah tuan guru, orang yang dihormati dan panutan mereka," ulasnya.

Para santriwati juga menganggap tersangka sebagai orang yang harus diikuti, terpapar dalam pikiran mereka bahwa tuan guru ini suci.

"Setelah selesai menyetubuhi santrinya, mereka diancam jika menceritakan pada orang lain," kata Yanti.

Hingga akhirnya para santri saling menceritakan apa yang mereka alami, dan bertekad keluar dari tempat tersebut serta melaporkan apa yang dilakukan HSN pada mereka.

Para santri bahkan sudah banyak yang keluar dari pondok dan bekerja keluar pulau. Mereka takut dan ingin melupakan apa yang terjadi.

Namun semakin lama semakin banyak santriwati yang menjadi korban, hingga akhirnya ada di antara mereka yang berani melapor. Akhirnya kejahatan pimpinan ponpes ini pun terbongkar.

Dorong aparat serius tangani kekerasan seksual di ponpes

Bersama Koalisi Anti Kekerasan Perempuan dan Anak, yang di dalamnya terdapat sejumlah aktivis pemerhati anak dan perempuan, para pengacara yang tergabung dalam Lembaga Bantuan Hukum NTB mendorong aparat kepolisian serius mengani kasus kasus kekerasan seksual di sejumlah pondok pesantren di wilayah Lombok Timur dan NTB.

Meskipun APH berkomitmen menuntaskan kasus ini sampai pelaku diberikan hukuman yang maksimal, namun Koalisi Anti Kekerasan Perempuan dan Anak (LBH Apik) sebagai pendamping korban dan LBH NTB sebagai tim kuasa hukum dan aktivis perempuan dan HAM yang memiliki komitmen yang sama, akan mengkawal kasus ini agar memberikan rasa keadilan pada korban.

"Keadilan yang kami maksud tidak hanya bicara soal bagaimana proses pengadilan hingga putusan pada pelaku atau tersangka dengan hukuman seberat-beratnya, tetapi juga bagaimana pemulihan terhadap korban dan perlindungan terhadap saksi dan menjaga kerahasiaan identitas korban," jelas Yanti.

Minta bantuan LPSK

Karena kasus kekerasan seksual di lingkungan ponpes ini sangat sensitif dan rawan intimidasi pada korban dan keluarganya, maka atas dasar itu LBH Apik akan meminta bantuan Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK).

"Ada korban dan saksi-saksi kunci yang mau memberikan keterangan, keselamatan mereka sangat rentan, sangat membutuhkan perlindungan LPSK, mereka banyak yang diancam melalui WA, media sosial, dan mendatangi langsung korban, keluarga ataupun saksi," terang Ketua LBH Apik NTB ini.

Terkait kasus yang menjadi sorotan publik ini, Kasat Reskrim Polres Lombok Timur, AKP Hilmi Manusson Prayogo mengatakan, pihaknya terus mendalami kasus yang menimpa para santriwati tersebut.

Halaman
123
Sumber: TribunStyle.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved