DPRA Revisi Qanun Ketenagakerjaan, Istri Melahirkan, Suami Diusul Dapat Cuti 14 Hari

Pekerja laki-laki yang istrinya melahirkan berhak mendapatkan cuti selama dua hari dengan upah penuh sesuai dengan perusahaan tempatnya bekerja.

Penulis: Yocerizal | Editor: Yocerizal
For Serambinews.com
Ketua Komisi V DPRA, M Rizal Falevi Kirani 

Laporan Yocerizal | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Komisi V DPRA, tahun ini melakukan revisi terhadap Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2014 tentang Ketenagakerjaan.

Proses pembahasan perdana terhadap draft rancangan perubahan qanun tersebut telah dilakukan pada Kamis (8/6/2023) kemarin, yang juga dihadiri Pemerintah Aceh.

Ditargetkan dalam beberapa bulan ke depan, pembahasan draft revisi perubahan qanun telah rampung dan seterusnya dapat disahkan menjadi qanun pada akhir tahun nanti.

Ketua Komisi V DPRA, M Rizal Falevi Kirani, memimpin rapat pembahasan tentang perubahan Qanun Ketenagakerjaan, Kamis (8/6/2023).
Ketua Komisi V DPRA, M Rizal Falevi Kirani, memimpin rapat pembahasan tentang perubahan Qanun Ketenagakerjaan, Kamis (8/6/2023). (Serambinews.com)

Ketua Komisi V DPRA, M Riza Falevi Kirani, menjelaskan, revisi qanun itu merupakan usulan inisiatif Komisi V DPRA berdasarkan pada tuntutan buruh.

"Atas dasar tersebut, Komisi V lalu menyusun draft rancangan perubahan qanun,"

“Draft itu yang kita bahas bersama dengan eksekutif, dan nanti juga akan kita konsultasikan dengan Kementerian Tenaga Kerja,” kata Falevi.

Dalam draft rancangan perubahan yang diperoleh Serambinews.com, ada beberapa penyesuaian berupa penambahan pasal yang diusulkan, di antaranya terkait dengan cuti haid dan cuti melahirkan bagi pekerja perempuan.

Ketentuan itu diatur dalam pasal tambahan 44B, dimana pada ayat 2 huruf a) disebutkan, hak cuti haid pada pekerja perempuan diberikan selama dua hari pertama pada masa haid.

Untuk diketahui, ketentuan cuti haid ini tidak diatur di dalam Omnimbus Law Undang Undang Cipta Kerja yang disahkan DPR RI pada November 2021 lalu.

Cuti haid ini hanya diatur di dalam Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Tetapi tidak diatur secara tegas. Boleh diambil dan boleh juga tidak.

Di dalam UU Ketenagakerjaan itu, pada pasal 81 ayat 1 disebutkan, pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.

Berbeda dengan usulan DPRA di dalam draft perubahan Qanun Ketenagakerjaan, dimana cuti haid ini wajib diberikan oleh pihak perusahaan kepada pekerja perempuan.

Baca juga: PTN Pertama di Aceh dan Kisah Tugu Darussalam

Baca juga: VIDEO Video Menyanyikan Lagu India Viral, Habibah Memilih Menutup Diri

Baca juga: Lionel Messi Digaji Inter Miami Rp 799 Miliar Per Musim, Tolak Tawaran Al Hilal Rp 6,3 Triliun

Selain cuti haid, di dalam draft rancangan perubahan Qanun Ketenagakerjaan ayat 2 huruf b) juga disebutkan hak atas cuti hamil/melahirkan/menyusui kepada pekerja perempuan selama enam bulan.

Dimulai dari satu bulan sebelum melahirkan hingga lima bulan setelah melahirkan, atau disesuaikan dengan keterangan dokter.

Pada ayat berikutnya dijelaskan, pengambilan cuti hamil/melahirkan/menyusui itu cukup dengan pemberitahuan kepada pimpinan perusahaan dan tidak dilakukan pemotongan upah.

Ketentuan ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 49 Tahun 2016 tentang Pemberian Asi Eksklusif, dimana pada Pasal 28 disebutkan, cuti diberikan 20 hari sebelum melahirkan dan enam bulan setelah melahirkan.

Berbeda halnya di dalam Undang Undang Ketenagakerjaan, dimana cuti melahirkan diberikan selama 3 bulan, yakni 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan.

Menariknya, selain mengatur cuti haid dan melahirkan untuk pekerja perempuan, draft rancangan perubahan Qanun Ketenagakerjaan juga mengusulkan pemberian cuti untuk pekerja laki-laki yang istrinya melahirkan.

Baca juga: Suami Gerebek Istri Berduaan dalam Mobil dengan Pria Lain, ASN & Honorer Nagan Raya Itu Kini Ditahan

Baca juga: Luhut Ungkap Sakit Hati kepada Haris Azhar dan Fatia: Biar Pengadilan yang Memutuskan

Baca juga: Merek-merek Oli Terkenal Dipalsukan, Omzet Pelaku Rp 20 Miliar Per Bulan, 5 Orang Ditangkap

Hal ini termuat di bagian penjelasan atau keterangan tujuan perubahan qanun, dimana disebutkan bagi pekerja laki-laki yang mendampingi istrinya melahirkan berhak mendapatkan cuti selama 14 hari.

Selama ini, jika mengacu pada Undang Undang Ketenagakerjaan, cuti untuk pekerja laki-laki yang akan menemani istri melahirkan biasanya disebut cuti dengan alasan penting.

Pekerja laki-laki yang istrinya melahirkan berhak mendapatkan cuti selama dua hari dengan upah penuh sesuai dengan perusahaan tempatnya bekerja.

"Ini masih sebatas usulan dan nanti akan dibahas kembali secara bersama-sama. Bisa jadi disetujui, disetujui dengan penyesuaian, atau bisa juga ditolak,"

"Tetapi kami akan berusaha semaksimal mungkin memperjuangkan hak-hak buruh di Aceh," pungkas Ketua Komisi V DPRA, Falevi Kirani.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved