Kemendagri Akomodir Pasal Uang Meugang dalam Qanun Ketenagakerjaan

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tidak mempersoalkan keberadaan aturan tersebut

Penulis: Yocerizal | Editor: Yocerizal
Serambinews.com
Rapat koordinasi antara Komisi V DPRA dengan pihak Kemendagri dan Kemnaker RI yang berlangsung di Ruang Rapat Badan Anggaran, Kamis (9/11/2023). 

Laporan Yocerizal | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Rencana DPRA dan Pemerintah Aceh yang akan mewajibkan setiap perusahaan swasta menyediakan uang meugang untuk tenaga kerjanya bakal terwujud.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tidak mempersoalkan keberadaan aturan tersebut dan pasal-pasal muatan lokal lainnya dalam Qanun Ketenagakerjaan yang saat ini sedang dalam proses revisi.

Kepastian itu diperoleh dalam rapat koordinasi antara Komisi V DPRA dengan pihak Kemendagri dan Kemnaker RI yang berlangsung di Ruang Rapat Badan Anggaran, Kamis (9/11/2023).

Rakor tersebut dipimpin Ketua Komisi V, M Rizal Falevi Kirani. Sementara dari pihak Kemendagri hadir Ketua Tim Kerja Wilayah VI Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Ditjen Otda) Ivo Arzia Isma SH, Ketua Tim Kerja Wilayah V Ramandhika Suryasmara SH MH, dan Raja Parningotan Siantury SIP MH selaku Analis Hukum Ahli Pertama.

Sedangkan dari pihak Kemnaker, hadir Yully Prasetyaningsih SH selaku Koordinator Bidang Penyusunan Peraturan Perundang-undangan pada Biro Hukum, dan Siti Soleha SH selaku Subkoordinator Bidang Kesekretariatan Biro Hukum.

Dalam rapat tersebut, hal pertama yang dibahas adalah terkait dengan aspek kewenangan yang diatur di dalam qanun, terutama terkait dengan kewenangan provinsi dan kabupaten/kota.

“Untuk aspek kewenangan, pada prinsipnya kita bisa akomodir. Tetapi perlu penyesuaian pembagian kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. Perlu pengaturan lebih lanjut dengan pergub,” kata Ivo.

Demikian juga dengan aspek teknis terkait dengan pasal-pasal muatan lokal, Ivo mengatakan bahwa hal itu juga tidak ada persoalan. Apalagi ini merupakan kekhususan Aceh yang diatur dalam Undang Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).

Pasal-pasal muatan lokal tersebut, antara lain terkait penyesuaian waktu kerja pada bulan Ramadhan dan libur khusus di hari-hari besar keagamaan dan hari besar lainnya, seperti Hari Damai Aceh dan Bencana Tsunami.

Selain itu, juga diatur tentang kewajiban pihak perusahaan untuk memberikan tunjangan meugang sebesar 5 persen dari upah minimum provinsi (UMP).

Tunjangan meugang itu tidak harus dalam bentuk uang, tetapi juga bisa diberikan dalam bentuk daging, dan diberikan saat meugang puasa Ramadhan, Lebaran Idul Fitri, dan meugang Hari Raya Idul Adha.

Namun terkait besaran uang meugang ini, pembahasan agak sedikit alot karena menyangkut besaran yang ditetapkan, dan perlu tidaknya menetapkan besaran tersebut di dalam qanun.

Baca juga: Pemuda Aceh di Australia Perkenalkan Sate Matang, Donasi untuk Pembangunan Masjid

Baca juga: Pemerintah Aceh Sepakat Bayar Utang ke BPJS Kesehatan, Asklin Aceh: Kita Apresiasi JKA Dilanjutkan

Baca juga: RDPU Raqan Penyiaran Aceh, Pemerintah Diminta Jangan Sekedar Buat Aturan dan Batasan

Akhirnya disepakati bersama, kewajiban pemberian uang meugang kitu tetap dicantumkan di dalam qanun, tetapi terkait besarannya nanti akun diatur lebih lanjut melalui peraturan gubernur.

Hal lainnya menyangkut aspek teknis ini sebagaimana disampaikan Yully Prasetyaningsih dari Kemnaker RI adalah penyesuaian defenisi dalam qanun. Yully juga sempat mengusulkan agar qanun yang lama dicabut karena terjadi banyak perubahan dalam qanun yang baru.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved