Aceh Business Forum
Ismail Rasyid Tegaskan ABF akan Menjadi Forum Dialog Bisnis: Tidak Ada Urusan Politik di Dalamnya
“Terima kasih atas kehadiran delegasi Aceh Business Forum (ABF) ke Kuala Lumpur dan mengundang saya untuk menghadiri Friendly Dinner malam ini,” ucap
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Amirullah
Ismail Rasyid Tegaskan ABF akan Menjadi Forum Dialog Bisnis: Tidak Ada Urusan Politik di Dalamnya
SERAMBINEWS.COM, KUALA LUMPUR – Penggagas Aceh Business Forum (ABF), Ismail Rasyid mengatakan bahwa ABF akan menjadi forum dialog bagi para pembisnis Aceh.
Ia menegaskan, ABF tidak akan membahas urusan politik dan hanya akan berfokus pada bisnis dan peluang di dalamnya.
“Tidak ada disitu membicarakan hal-hal politik. Kita berfokus membicarakan bisnis, dan tidak ada lain-lainnya,” ungkapnya di hadapan para pembisnis Aceh dalam acara ‘Bincang-Bincang Perniagaan’ Aceh Business Forum (ABF) Indonesia-Malaysia di Grand Hyatt Hotel, Kuala Lumpur, Senin (12/6/2023) malam.
Dia juga mengatakan, ABF akan menjadi forum bisnis independen dan tidak memiliki hubungan dengan pemerintah di dalamnya.
“Meskipun begitu kita perlu tangan pemerintah untuk membantu kita dalam membangun ABF ini,” tutur Ismail.
Baca juga: Delegasi ABF Sambangi KBRI, Ismail Rasyid Harap Jalur Perdagangan Aceh ke Port Klang Dibuka
Kedepan, lanjut Ketua Ikatan Alumni Unversitas Syiah Kuala (IKA USK) Jabodetabek ini, diharapkan adanya peran pemerintah untuk membangun satu perusahaan yang bisa mendukung pelaku UMKM atau pengusaha Aceh untuk menembus pasar regional, nasional dan global.
Menurut Ismail Rasyid, langkah itu harus dilakukan agar memudahkan para pelaku usaha untuk dilakukan strandarisasi, sehingga mereka bisa bersaing dalam pasar.
“Kita dalam ABF ini tidak membantu teman atau anggota secara sosial, tapi membantu secara bisnis seperti retail, administrasi, hingga advokasi. Teman-teman semuanya independen karena kita adalah pembisnis,” jelasnya.
Wamendagri Malaysia Singgung Tenaga Kerja dan Industri Halal
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Malaysia, Datuk Seri Dr Shamsul Anuar mengatakan bahwa Indonesia dan Malaysia memiliki hubungan yang sangat dekat, yang dibuktikan dengan kunjungan kenegaraan kedua pemimpin negara dalam beberapa waktu lalu.
Hal itu diungkapkannya saat mengadiri ‘Bincang-Bincang Perniagaan’ Aceh Business Forum (ABF) Indonesia-Malaysia di Grand Hyatt Hotel, Kuala Lumpur, Senin (12/6/2023) malam.
“Terima kasih atas kehadiran delegasi Aceh Business Forum (ABF) ke Kuala Lumpur dan mengundang saya untuk menghadiri Friendly Dinner malam ini,” ucapnya.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh sejumlah pengusaha Aceh, diantaranya Founder and CEO PT Trans Continent Ismail Rasyid, Pengusaha nasional asal Beureunuen Pidie yang juga Ketua Umum Pengurus Pusat Taman Iskandar Muda (TIM) Muslim Armas.
Hadir juga sejumlah puluhan pengusaha Aceh di Malaysia, seperti Datuk Manysur Usman hingga Jafar Insya Reubee.
Baca juga: PP TIM dan Ceo PT Trans Continent Gagas Seratus Pengusaha Bentuk ABF

Datuk Shamsul dalam pertemuan itu menyinggung persoalan tenaga kerja Indonesia di Malaysia yang kini tengah ditangani oleh kementeriannya.
Saat ini, kata dia, tenaga kerja asing hanya diperbolehkan bekerja di Malaysia dalam tujuh sektor formal, yaitu konstruksi, manufaktur, jasa, perkebunan, pertanian, pengawasan keamanan dan pertambangan dan penggalian.
“Tenaga kerja asing juga diperbolehkan dipekerjakan di satu sektor informal yaitu pembantu rumah tangga,” katanya.
Dia berujar, Indonesia merupakan salah satu negara terbesar penyumbang tenaga kerja di Malaysia.
Per 31 Mei 2023, terdapat 1.656.363 pemegang izin kerja sementara yang masih aktif dan 425.654 (25,7 persen) di antaranya merupakan WNI.
Dia merincikan, 85.972 orang (20,2 persen) tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor manufaktur, dengan sabah mencatat jumlah tenaga kerja tertinggi dengan 91.319 orang (21,45 persen).
“Melalui program Rekalibrasi Tenaga Kerja 2.0, tercatat pendaftaran 139.834 WNI. Mengari akan bekerja keras untuk memastikan bahwa kesepakatan Tenaga Kerja Indonesia ke Malaysia akan membawa keuntungan dan manfaat bagi kedua belah pihak,” paparnya.
Disamping tenaga kerja, Datuk Shamsul juga menyinggung persoalan industri halal dan mengajak mereka yang tergabung dalam Aceh Business Forum (ABF) untuk masuk dalam kawasan tersebut.
“Saya ingin berbagi dan merekomendasikan kepada teman-teman dari ABF, bahwa Industri Halal adalah peluang bisnis yang harus diikuti oleh teman-teman dari Aceh,” sebutnya.
Hal ini dikarenakan, Industri Halal di Malaysia diproyeksikan tumbuh menjadi RM 500,4 Miliar (Rp 1.606 Triliun) pada tahun 2030 dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 8,1 persen pada 2025.
Diutarakannya, sektor makanan dan minuman menjadi sektor utama ekonomi halal Malaysia dengan nilai ekspor RM 27,84 miliar, yang merupakan 46,8 persen dari total ekspor halal Malaysia.
Sektor kosmetik dan perawatan pribadi juga menyumbang RM 3,49 miliar dalam nilai ekspor halal, naik 43,5 persen dari angka tahun sebelumnya.
“Masih banyak sektor ekonomi lain yang bisa dijajaki oleh mitra bisnis dari ABF, antara lain turunan kelapa sawit, kimia industri, farmasi dan lain sebagainya,” jelas Datuk Shamsul.
Ia pun mengajak pengusaha Aceh untuk melihat peluang industri halal.
Wamengari Malaysia itu menginformasikan bahwa, produk yang diproduksi di Indonesia dan berlogo halal tersertifikasi oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), juga bisa masuk ke pasar Malaysia. Begitu juga sebaliknya.
“Ini adalah hal yang baik dan akan berkontribusi pada peningkatan perdagangan produk halal antara kedua negara. Semua ini membawa keuntungan bagi Industri Halal kedua negara yang menjadi peluang dan harus dimanfaatkan oleh Pengusaha Aceh,” pungkasnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.