Anies Segera Ditersangkakan KPK, Denny Indrayana dapat Bocoran dari Seorang DPR

Kabarnya Anies Baswedan segara jadi tersangka korupsi di KPK, Prof Denny Indrayana mengaku dapat bocoran tersebut dari salah seorang anggota DPR.

|
Penulis: Sara Masroni | Editor: Faisal Zamzami
Tangkap Layar Kompas TV
Kabarnya Anies Baswedan segara jadi tersangka korupsi di KPK, Prof Denny Indrayana mengaku dapat bocoran tersebut dari salah seorang anggota DPR. 

SERAMBINEWS.COM - Kabarnya Anies Baswedan segara jadi tersangka korupsi di KPK, mantan Wamenkumham Prof Denny Indrayana mengaku dapat bocoran tersebut dari salah seorang anggota DPR.

"Setelah KPK 19 kali ekspose, ini pemecah rekor, seorang anggota DPR menyampaikan, Anies segera ditersangkakan," cuitnya dikutip dari Twitter @dennyindrayana bercentang biru, Rabu (21/6/2023).

"Semua komisioner sudah sepakat. Makin terbaca, kenapa masa jabatan para pimpinan KPK diperpanjang MK satu tahun.

“Untuk menyelesaikan tugas memukul lawan-oposisi, dan merangkul kawan-koalisi, sesuai pesanan kuasa Status Quo," tambahnya.

Kabar itu menurutnya sudah menjadi informasi yang beredar di banyak kesempatan.

Baca juga: Khawatir AHY Merapat ke Puan, Prof Humam: Bukannya Sebaliknya, Ini yang Gatal PDIP

"Bukan hanya saya, banyak yang sudah menyatakannya. Feri Amsari, Zainal Arifin Mochtar, misalnya, dalam beberapa podcast sudah menyatakan," tulis Denny.

"Pentersangkaan adalah salah satu skenario pamungkas Istana untuk menjegal Anies Baswedan menjadi kontestan dalam Pilpres 2024," sambungnya.

Mantan Wamenkumham itu mengaku tidak terkejut karena dalam tulisan sebelumnya Prof Denny pernah menulis 9 strategi 10 sempurna berjudul "Bagaimana Jokowi Mendukung Ganjar, Mencadangkan Prabowo, dan Menolak Anies"

Berikut tulisan selengkapnya:

Pertama, di tahap awal, Presiden Jokowi dan lingkaran dalamnya mempertimbangkan opsi untuk menunda pemilu, sekaligus memperpanjang masa jabatan Presiden.

Kedua, masih di tahap awal, segaris dengan strategi penundaan pemilu, sempat muncul ide untuk mengubah konstitusi guna memungkinkan Presiden Jokowi menjabat lebih dari dua periode.

Baca juga: Dulu Hasto Bilang PDIP-Demokrat Tak Bisa Kerja Sama Alasan Ideologis, Prof Humam: Konyol

Ketiga, menguasai dan menggunakan KPK untuk merangkul kawan dan memukul lawan politik.

Keempat, menggunakan dan memanfaatkan kasus hukum sebagai Political Bargaining yang memaksa arah parpol dalam pembentukan koalisi pilpres.

Kelima,  jika ada petinggi parpol yang keluar dari strategi pemenangan, maka dia beresiko dicopot dari posisinya.

Keenam, menyiapkan komposisi hakim Mahkamah Konstitusi untuk antisipasi dan memenangkan sengketa hasil Pilpres 2024.

Ketujuh, adalah tidak cukup hanya mendukung pencapresan Ganjar Pranowo, Jokowi juga memberikan dukungan kepada Prabowo Subianto.

Kedelapan, Jokowi adalah membuka opsi mentersangkakan Anies Baswedan di KPK. Ini sudah menjadi rahasia umum, terkait dugaan korupsi Formula E.

Kesembilan adalah mengambil alih Partai Demokrat melalui langkah politik yang dilakukan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

Kesepuluh, yang menyempurnakan adalah dengan berbohong kepada publik.

Baca juga: Bunuh Mahasiswa UMSU, Satu Pelaku Begal Ditembak Polrestabes Medan

Prof Denny menyampaikan, Presiden Jokowi berulang kali mengatakan urusan capres adalah kerja para Ketum Parpol, bukan urusan Presiden.

“Belakangan, baru Beliau akui akan cawe-cawe dalam Pilpres 2024,” tulis mantan Wamenkumham itu.

Menurutnya, satu per satu tulisannya yang dibuat pada 24 April 2023 itu mulai terbukti.

"Saya berharap, Presiden Jokowi menghentikan cawe-cawenya, termasuk mentersangkakan dan menjegal Anies," cuit Prof Denny.

"Kalau masih diterus-teruskan, menjadi pertanyaan apa maksud dan tujuannya?" sambungnya.

Mantan Wamenkumham itu menduga Presiden Jokowi mengundang ketidakpastian dan kegaduhan yang berujung penundaan masa pemilu dan perpanjangan jabatan.

 

"Salah satu hipotesis yang tidak terhindar terlintas di kepala saya adalah, Presiden Jokowi justru mengundang ketidakpastian dan kegaduhan," tulis Prof Denny.

"Yang ujungnya menunda pemilu, dan memperpanjang masa jabatannya sendiri. Semoga hipotesis saya keliru. Melbourne, 21 Juni 2023," pungkasnya.

Mahfud Minta Usut Dugaan Putusan Hakim Konstitusi Bocor

Sebelumnya Menko Polhukam, Mahfud MD meminta kepolisian dan Mahkamah Konstitusi (MK) mengusut soal dugaan bocornya putusan sistem Pemilu yang disampaikan Denny Indrayana beberapa waktu lalu.

"Terlepas dari apa pun, putusan MK tak boleh dibocorkan sebelum dibacakan," kata Mahfud lewat akun Twitter resminya @mohmahfudmd, Minggu (28/5/2023) lalu.

"Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara," sambungnya.

Menko Polhukam itu, meminta agar polisi menyelidiki informasi yang disebarkan oleh Denny Indrayana agar tidak jadi fitnah.

"Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah," ciutnya.

Menurut Menko Polhukam itu, dirinya sendiri saja tidak berani bertanya soal vonis MK yang belum ketok palu karena hal ini dianggap sebagai rahasia yang harus dijaga ketat.

"Putusan MK itu menjadi rahasia ketat sebelum dibacakan, tapi harus terbuka luas setelah diputuskan dengan pengetokan palu vonis di sidang resmi dan terbuka," cuit Mahfud.

"Saya yang mantan Ketua MK saja tak berani meminta isyarat apalagi bertanya tentang vonis MK yang belum dibacakan sebagai vonis resmi," tambahnya.

"MK harus selidiki sumber informasinya," pungkas Mahfud.

Sebelumnya dilansir dari Kompas.com, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana mengklaim mendapat informasi soal putusan MK.

Hal itu terkait sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai.

"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," kata Denny lewat cuitan di akun Twitternya @dennyindranaya, Minggu.

Dalam kicauannya, Denny juga sempat menyinggung soal sumbernya di Mahkamah Konstitusi.

Meski tidak menjawab dengan gamblang, Denny memastikan sumbernya bukan hakim konstitusi.

"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," ujarnya.

"Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif," kata Denny lewat kicauannya.

Sementara itu, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima permohonan uji materi (judicial review) terhadap Pasal 168 Ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.

Keenam orang yang menjadi pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).

Delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI pun menyatakan menolak sistem pemilu proporsional tertutup yakni Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP dan PKS.

Hanya satu fraksi yang menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup yakni PDI Perjuangan.

(Serambinews.com/Sara Masroni)

BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved