Kupi Beungoh
Haji, Refleksi Ibadah yang Mentauhidkan Allah
Haji merupakan ibadah yang menampakkan media pembelajaran ketakwaan dan ‘madrasah’ ibadah yang paling urgen.
Catatan Haji 1444 H Oleh: H. T. Mardhatillah, SHI, MH*)
"Dan Sempurnakanlah ibadah haji dan umrah kalian untuk Allah“. (Al-Baqarah: 196)
Haji merupakan ibadah yang menampakkan media pembelajaran ketakwaan dan ‘madrasah’ ibadah yang paling urgen.
Di sini akan nampak kuatnya hubungan dan pertalian hati seseorang dengan Allah yang merupakan harta kekayaan orang yang bertakwa dan modal orang yang ahli beribadah.
Dalam hal ini, tauhid yang lurus merupakan buah sekaligus motivasi seseorang memenuhi undangan ke Baitullah.
Ayat di atas menurut As-Sa’di mengandung perintah untuk melaksanakan haji dengan ikhlas dan sebaik-baiknya sehingga mencapai kesempurnaan.
Perintah ikhlas merupakan penjabaran dari nilai tauhid seseorang yang benar kepada Allah swt; bahwa hanya karena dan untuk Allah seseorang sukarela menjalankan seluruh manasik haji.
Dalam konteks ini, terdapat beberapa aspek tauhid yang terekam dalam perjalanan ibadah haji, di antaranya:
Pertama, Talbiyah yang merupakan syiar ibadah haji mengandung makna meng-Esa-kan Allah dan meniadakan sekutu bagi-Nya dalam setiap amalan.
Sahabat Jabir ra. meriwayatkan bahwa Nabi saw. bertalbiyah meng-Esa-an Allah dengan banyak mengucapkan,
لَبَيْكَ اللّهُمَّ لَبَيْكَ، لَبَيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ لَبَيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ، لاَ شَرِيْكَ لَكَ
“Ya Allah, Aku penuhi panggilan-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu.Tiada sekutu bagi-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, kenikmatan dan juga kekuasaan hanyalah kepunyaan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu”. (HR Muslim)
Dalam hadits yang lain Abu Hurairah ra. meriwayatkan, Rasulullah saw. melantunkan talbiyah dengan membaca
لَبَيْكَ إِلَهِ الْحَقَّ، لَبَيْكَ
“Aku penuhi panggilan-Mu, wahai Tuhan Kebenaran. Aku penuhi panggilan-Mu”.(HR Ibnu Majah).
Talbiyah inilah yang paling banyak menyertai perjalanan haji seseorang yang mencerminkan kesiapan seseorang untuk senantiasa mentauhidkan Allah dalam seluruh kehidupannya.
Tentu ini mengingatkan mereka agar senantiasa berada dalam koridor ‘tauhid’ kepada Allah swt.
Kedua, Wuquf di Arafah, saat wuquf nabi memerintahkan kita untuk berdoa di Padang Arafah dengan membaca kalimah tauhid.
“Sebaik-baik doa adalah doa di Padang Arafah, dan sebaik-baik bacaan yang aku dan para Nabi lantunkan adalah,
لاَإِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرِ
“Tiada tuhan selain Allah semata. Tiada sekutu bagi-Nya. Kerajaan dan pujian hanyalah milik-Nya. dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
Ketiga, Thawaf, satu satunya tempat yang diperintahkan untuk bertawaf atau mengelilinginya di muka bumi ini adalah Ka'bah, sebagaima firman Allah :
ثُمَّ لْيَقْضُوا۟ تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا۟ نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا۟ بِٱلْبَيْتِ ٱلْعَتِيقِ
(surat-al-hajj-ayat-29)
"Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).
Hanya karena menuruti perintah Allah sematalah makanya kita bertawaf di seputaran Ka'bah, tidak ada tujuan dan manfaat yang lain selain dari pada menampakkan ketundukan akan perintah dalam hal tawaf tersebut.
Nabi saw juga mencontohkan agar membaca surat yang identik dengan tauhid dalam shalat dua rakaat selepas thawaf seperti dalam riwayat jabir bahwa Rasulullah senantiasa membaca
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ…
dan
قُلْ هُوَ الله أَحَدُ… . (HR Abu Daud)
Keempat, Sa'i, dalam aktifitas Sa'i kita menapaktilasi usaha Siti Hajar dalam bermunajat dan berharap hanya Kepada Allah, tidak menumpukan harapan sedikitpun kepada selainNya.
Kemudian Nabi SAW juga mengajarkan berdoa di atas Bukit Shafa dan Marwa dengan membaca kalimah tauhid.
Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Jabir ra., bahwa Nabi memulai (sa’i) dari bukit Shafa kemudian mendakinya hingga melihat Ka’bah.
Lalu Nabi menghadap kiblat dengan mengucapkan kalimah tauhid dan takbir yaitu,
لاَإِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ لاَإِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ …
“Tiada tuhan selain Allah semata. Tiada sekutu bagi-Nya. Kerajaan dan pujian hanyalah milik-Nya. dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tiada tuhan selain Allah semata… ”
Nabi melafalkan bacaan ini tiga kali hingga sampai bukit Marwa.
Kemudian di atas bukit itu dia melakukan hal yang sama sebagaimana yang dilakukan di atas bukit Shafa. (HR Muslim).
Kelima, selain dari aktifitas fisik, maka aktifitas terbanyak dalam ibadah haji adalah doa.
Dalam ibadah haji, doa mendapatkan tempat yang istimewa dalam amalan Nabi saw.
Rasulullah berdoa memohon kepada Allah ketika tawaf, Ketika berada di bukit Shafa dan Marwah, (HR Abu Daud).
Bahkan beliau memanjangkan doa pada hari Arafah.
Beliau juga ketika berada di atas untanya mengangkat kedua tangan hingga pada bagian dada seperti seorang fakir menengadahkan tangan meminta-minta.
Demikian pula di Muzdalifah sebagai al-Masy’ar al-Haram, Rasulullah memperpanjang munajat sesudah shalat fajar di awal waktu hingga menjelang matahari terbit. (HR Muslim).
Di hari-hari tasyriq sesudah melempar dua jumrah yang pertama, Nabi menghadap kiblat dan berdiri lama seraya berdoa sambil mengangkat kedua tangan. (HR Bukhari, hadits no.1751).
Ibnu Qayyim dalam kitab Zadul Ma’ad menyatakan bahwa lama Nabi berdoa kira-kira selama membaca Surat Al-Baqarah.
Nabi menekankan untuk beramal dengan ikhlas serta berdoa kepada Allah agar dijauhkan dari sifat riya’ (memperlihatkan amal perbuatan kepada orang lain) dan sum’ah (memperdengarkan amal kepada orang lain).
Hadits riwayat Anas ra menyebutkan bahwa Nabi saw. berdoa,
“Ya Allah, Ku tunaikan haji ini, maka jadikanlah hajiku ini tanpa riya’ dan sum’ah”. (HR Ibnu Majah).
Inilah beberapa bukti betapa kentalnya refleksi ketauhidan dalam pelaksanaan ibadah haji, semoga kita semua dan jamaah haji tahun ini mendapat pelajaran berharga dan mendapat predikat haji yang mabrur.
Demikianlah kesadaran yang tertinggi bagi seseorang yang menjalankan ibadah haji bahwa ia sedang mengimplementasikan tauhid dalam kehidupannya.
Berawal dari motivasi untuk Allah, bersama Allah, karena Allah dan hanya untuk Allah semata.
Pertanyaan besar yang terus membayangi para jemaah haji yang baru pulang dari Baitullah adalah apakah nuansa tauhid dan kerja keras untuk Allah akan tetap terpelihara pascahaji?
Ataukah justru sebaliknya, greget ibadah tersebut hanya bersifat sementara dan berskala lokal (musiman) seperti juga semangat ibadah di bulan Ramadhan yang terhenti dengan berakhirnya bulan tersebut ??. Allahu a’lam...
*) PENULIS adalah Ketua Forum Ukhuwwah Qari dan Hafizh Aceh (FUQAHA).
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
BACA TULISAN KUPI BEUNGOH LAINNYA DI SINI
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.