Kupi Beungoh

Menyoal Dalang di Balik Pembubaran Provinsi Aceh - Bagian 1

Pernyataan Prof Humam “mungkin kali kedua setelah Soekarno membubarkan Provinsi Aceh” kemudian disanggah oleh Helmy Nugraha Hakim

Editor: Muhammad Hadi
FOR SERAMBINEWS.COM
Muhammad Nur, dosen Sejarah Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh 

Maka itu, selaku kepala pemerintahan RIS, piagam tersebut kemudian ditandatangani oleh Presiden Soekarno pada tanggal 20 Juli 1950 di Jakarta.

Isi dari piagam tersebut adalah menetapkan Indonesia ke dalam 10 Provinsi, di antaranya adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera Timur, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil.

Dengan adanya penetapan piagam tersebut, maka Provinsi Aceh yang baru berumur delapan bulan sejak didirikannya pada tanggal 26 Desember 1949 oleh Wakil Perdana Menteri, Mr. Syafruddin Prawira Negara dengan Gubernur Militer pertamanya adalah Tgk. Muhammad Daud Bereu’eh akhirnya dibubarkan, bak kata pepatah, “Layu Sebelum Berkembang”.

Baca juga: Bang Wanto, Teruslah Mengabdi Untuk Aceh Besar

Pembubaran Provinsi Aceh dilakukan pada tanggal 14 Agustus 1950, dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Penganti Undang- Undang No. 5 tahun 1950.

Undang-Undang ini ditandatangani oleh Mr. Assat sebagai Acting Presiden RI yang berkedudukan di Yogyakarta.

Perlu diketahui, Mr. Assat dilantik sebagai pemangku Presiden Republik Indonesia sehari setelah lahirnya Provinsi Aceh, pada 27 Desember 1949.

Perlu diketahui juga, Mr. Assat adalah orang yang paling berjasa dalam merintis lahirnya Kampus Universitas Gajah Mada (UGM) di Yogjakarta.

Dia adalah “bidan senior” dalam melahirkan kampus kebanggaan masyarakat Yogjakarta tersebut.

Tanpa Assat, UGM yang kita kenal hari ini juga tidak pernah ada, UGM juga dikenal sebagai kampus terbaik di Indonesia saat ini.

Tapi, di sisi lain, pria kelahiran Sumatera Barat ini menyimpan sisi gelap, karena ia adalah orang yang mendorong lahirnya Gerakan DI/TII di Aceh dengan menetapkan Aceh sebagai residen dari provinsi Sumatera Utara.

Penetapan tersebut telah melahirkan pemberontakan yang dikenal dengan sebutan pemberontakan “Kaum Republik” di Aceh.

Pemberontakan ini meletus pada 20 September 1953, dipimpin langsung oleh Tgk. Muhammad Daud Bereu’eh, mantan Gubernur Militer pertama Aceh.

Gerakan ini telah memakan korban yang cukup banyak di kalangan masyarakat Aceh seperti penembakan massa oleh TNI di Pulot dan Cot Jeumpa, Aceh Besar, pada Februari 1955.

Ironisnya banyak korban yang ditembak pada masa itu adalah pejuang- pejuang nasionalis yang telah berjasa dalam melahirkan Republik Indonesia ini.

Peran Mr. Syafruddin dan Jasa Aceh Bagi Republik

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved