Berita Banda Aceh

Balai Bahasa Provinsi Aceh Susun Kamus Bahasa Aceh Pakai Diakritik

Belakangan ini, terutama karena alasan kepraktisan dan khawatir salah menggunakan tanda diakritik, banyak orang Aceh

Penulis: Yarmen Dinamika | Editor: Nur Nihayati
SERAMBINEWS.COM/YARMEN DINAMIKA
Berita acara hasil Lokakarya Kosakata Bahasa Aceh setelah ditandatangani bersama oleh peserta diserahkan kepada Kasubbag Umum Balai Bahasa Provinsi Aceh, Agus Supriatna, S.E.Ak., di akhir acara penutupan Lokakarya Kosakata Bahasa Aceh, 3 Agustus 2023 di Hotel Ayani Banda Aceh. 

Belakangan ini, terutama karena alasan kepraktisan dan khawatir salah menggunakan tanda diakritik, banyak orang Aceh

Laporan Yarmen Dinamika l Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM - Balai Bahasa Provinsi Aceh kini sedang menyusun kamus bahasa daerah (bahasa Aceh) versi daring (online), di samping versi cetak (print) yang diperkirakan akan selesai pada November 2023.

Lema (kata atau frasa) dalam kamus tersebut menggunakan diakritik, diftong, dan apostrof.

Belakangan ini, terutama karena alasan kepraktisan dan khawatir salah menggunakan tanda diakritik, banyak orang Aceh yang dalam penulisan tak lagi menggunakan bahasa Aceh berdiakritik.

Diakritik adalah tanda tambahan pada huruf yang sedikit banyak mengubah nilai fonetis huruf tersebut, misalnya tanda [´] pada é.

Tanda-tanda diakritik yang ada dalam bahasa Aceh adalah aigu /é/, grave /è/, makron /ô/, trema /ö/, dan apostrof /’/.

Aigu (é) digunakan pada huruf [e] seperti maté (mati), kéh (kantong baju/celana), kréh (keris), bacé (ikan gabus), até (hati), malém (alim), dan padé (padi).

Berbeda dengan aigu, grave (è) dibubuhkan pada huruf [e] yang bunyinya seperti pada kata bebek dalam bahasa Indonesia. Misalnya, kèh (korek api), bijèh (bibit), malèe (malu),
bèk (jangan), dan kayèe (kayu).

Sedangkan è itu melambangkan bunyi [ɛ], yaitu é taling dalam posisi tertutup, misalnya pada kata bèbèk ['bɛbɛʔ]. Lalu é yang melambangkan bunyi [e] atau é taling dalam posisi terbuka, misalnya pada kata lélé ['lele].

Lalu ada makron (ô). Aksen ini dipakai jika ada huruf [o] dalam bahasa Aceh yang bunyinya seperti kata bobok dalam bahasa Indonesia. Kata-kata itu misalnya bôh (tuangkan, isi), crôh (goreng), lhôh (sorot), dan peunajôh (makanan).

Setelah makron, ada juga trema (ö). Trema digunakan pada huruf-huruf seperti böh (buang), nyang töh (yang mana), dan lhöh (bongkar).

Bunyi huruf dengan aksen trema ini adalah khas dalam bahasa Aceh. Dikatakan demikian, karena tidak ada bunyi yang sedemikian rupa dalam bahasa Indonesia.

Terakhir, apostrof. Tanda ini digunakan pada huruf-huruf berbunyi sengau dalam bahasa Aceh (su ch’o), misalnya h’iem (teka-teki), pa’ak (besar, tambun; seperti ikan tuna atau hiu), meu’a-a’ (suara tangis, meraung), ma’op (jenis jin, makhkuk tak berwujud, uuntuk menakut-nakuti anak-anak), dan meu’ie-‘ie (suara tangis kuntilanak). Huruf dengan bunyi sengau ini sangat produktif dalam bahasa Aceh.

Sebagai tahapan untuk menyusun kamus bahasa Aceh berdiakritik tersebut telah dilaksanakan Lokakarya Kosakata Bahasa Aceh sejak 1-3 Agustus lalu di Hotel Ayani, Banda Aceh.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved