Serikat Perusahaan Pers Desak Pengesahan Perpres Publisher Rights, Ini Alasannya

Serikat Perusahaan Pers (SPS) mendesak pengesahan Peraturan Presiden (Perpres) Publisher Rights atau regulasi hak cipta jurnalistik.

Penulis: Sara Masroni | Editor: Amirullah
FOR SERAMBINEWS.COM
Serikat Perusahaan Pers (SPS) mendesak pengesahan Peraturan Presiden (Perpres) Publisher Rights atau regulasi hak cipta jurnalistik. (Kiri-Kanan) Arief Budisusilo President Director Solopos Media Group, Vicky Fathurahman GM Digital & Budiness Development Telkomsel, Dahlan Dahi Ketua Bidang Anggota dan Pendidikan SPS Pusat dan CEO Tribun News Network, Arif Zulkifli Anggota Dewan Pers, CEO Tempo Inti Media Tbk., Asmono Wikan Sekretaris Jendral SPS dan Anggota Dewan Pers dan CEO PR Indonesia, Ninik Rahayu Ketua Dewan Pers, Dewa Made Indra Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Bali, Januar P Ruswita Ketua Umum SPS dan Komisaris Utama Pikiran Rakyat, Made Ariandi Ketua Umum Kadin Provinsi Bali, ABG Satria Naradha Pemimpin Umum Bali Post, Agung Wirapramana Wakil Ketua Umum Ekonomi Digital & Energi Terbarukan KADIN Bali, pada acara Dialog Nasional HUT 77 SPS dengan tema “Transformasi Industri Media untuk Bangkit Bersama” di Hotel Harris Denpasar Bali, Kamis (10/08/2023). 

Sementara Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi dalam paparannya secara daring menyampaikan, berdasarkan survei indeks literasi digital tahun 2023, media mainstream atau media konvensional, khususnya media TV, mengungguli media sosial dan berita online.

Di tengah gempuran disrupsi digital, masih eksisnya media konvensional ditopang keyakinan masyarakat bahwa media konvensional memiliki kualitas tertinggi dalam pengolahan, meja redaksi, dan penyampaian informasi. Hal ini membuat media konvensional menjadi sumber informasi terpercaya yang bisa memiliki kemampuan memfilter berita palsu atau hoaks.

Budi Arie menyebut pemerintah tidak menutup mata kalau diperlukan regulasi yang mampu memitigasi disrupsi yang terjadi di industri media.

“Sejak tahun lalu bersama-sama kita berupaya menuntaskan penyusunan regulasi Publisher Rights (Hak Penerbit), untuk mewujudkan keseimbangan hubungan antara platform digital dan perusahaan media. Regulasi ini bertujuan untuk menciptakan fair playing field dan mewujudkan ekosistem media yang lebih sehat guna mendukung jurnalisme berkualitas dan menghormati kebebasan pers,” papar Budi Arie.

Baca juga: Rocky Gerung vs Moeldoko: Tentang “Tak Berhati” - Bagian I

Publisher Rights diusulkan menjadi Peraturan Presiden (Perpres) yang menempatkan prinsip mutualisme dan menjadi landasan hukum kerjasama perusahaan platform digital dengan perusahaan pers untuk mendukung jurnalisme yang berkualitas. Budi Arie mengaku harmonisasi rancangan Perpres sudah dilewati sejak Juli lalu. Saat ini Kemkominfo telah mengajukan permohonan pertimbangan penetapannya kepada Presiden RI.

“Perubahan adalah hal yang pasti, namun untuk berubah adalah pilihan. Media konvensional harus terus berinovasi dan beradaptasi terhadap perkembangan teknologi yang terus bergerak semakin cepat. Kita harus terus berinovasi, beradaptasi dan lincah dalam merespon perubahan yang begitu dinamis. Saya merasa kolaborasi menjadi kunci untuk kita lari bersama dalam harmoni,” tukas Budi Arie.

Senada Menkominfo mengenai Perpres kesetaraan media dan platform digital, perwakilan media Arif Zulkifli, PT CEO PT Tempo Inti Media Tbk., menggarisbawahi fenomena media yang disebutnya “rezim algoritma” dan latar belakang gagasan Publisher Rights.

“Gagasan Publisher Rights muncul dari kecemasan dua hal. Pertama adalah hubungan tidak setara antara penerbit atau publisher dengan platform digital terutama platform internasional. Kecemasan kedua adalah turunnya mutu jurnalis akibat rezim algoritma yang mengedepankan kecepatan dan hal-hal yang sifatnya di permukaan,” ujar Arif.

Sebetulnya praktik gagasan ini menurut Arif sudah dilakukan di negara lain seperti Australia, Jerman, dan Kanada. Yang pada intinya menjawab dua hal tadi. Pertama, dudukan yang setara dan seimbang antara publisher dengan platform, dan kedua bagaimana mengembalikan marwah jurnalisme agar kembali memunculkan jurnalisme yang berkualitas.

Arif meyakini turunnya kualitas karya jurnalistik di dunia digital akibat dari rezim algoritma. Platform beralasan mesin pencari mempunyai algoritmanya sendiri yang secara otomatis berubah. Sementara kinerja media sangat dipengaruhi algoritma. Dan pengaturan perubahan algoritma ini juga turut dimasukkan ke Perpres.

Wakil Ketua Umum Ekonomi Digital & Energi Terbarukan KADIN Bali, Agung Wirapramana mengatakan inovasi produk jurnalistik yang kolaboratif dengan dunia usaha itu sangat penting. “Pers sangat berperan dalam tumbuh kembang bangsa. Dan kini tantangan pers semakin besar. Perlindungan terhadap demokrasi pers sangat diperlukan termasuk Publisher Rights,” ujar Agung.

Baca juga: Ketua OSIS SMAN 1 Mutiara Dipilih ala Sistem Pemilu, Dibentuk PPS, KPPS dan Sosialisasi Pencoblosan

Agung menegaskan, dunia usaha memerlukan informasi kredibel karena sekarang ini banyak disrupsi informasi yang membuat bias. Awak media berperan penting dalam pemberitaan yang akurat bagi dunia usaha.

“Kami berharap dunia usaha bisa berkolaborasi dengan pers juga dunia teknologi dan bersinergi untuk mendukung ekonomi. Kolaborasi dalam kompetisi juga diperlukan. Peluang inovasi mulai dari proses transformasi menuju totally digital sebelum menuju generated AI,” ujarnya.

“Upskill, reskill, dan upscale sangat penting. Sisi bisnis bisa ditingkatkan dengan meningkatkan skill dan upgrade. Dan Collaborative movement. Kalau media tidak punya visi sama, mungkin akan ada friksi yang berpotensi mengadu domba. Kita harus bersama-sama memperkuat media, seluruh stakeholder, pemerintah, dunia usaha, dan lain-lain,” tutur Agung menambahkan.

Dari sisi teknologi GM Digital & Business Development Telkomsel, Vicky Fathurahman, lebih berfokus pada para penerbit agar bisa memberikan nilai tambah ke pengiklan.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved