Kajian Islam

Jadi Pasangan Halal Setelah Menikah,Bagaimana Hukum Suami dan Istri Bersentuhan Dalam Keadaan Wudhu?

antara pria dan wanita yang sudah resmi menikah, maka telah menjadi pasangan mahram dengan status suami istri. Itu artinya, pasangan itu sudah menjadi

Penulis: Yeni Hardika | Editor: Ansari Hasyim
vemale.com
Ilustrasi pasangan suami istri - Jadi Pasangan Halal Setelah Menikah,Bagaimana Hukum Suami dan Istri Bersentuhan Dalam Keadaan Wudhu? 

Berbeda lagi dengan pendapat dari mazhab selanjutnya, yaitu mazhab Syafi'i yang ajarannya paling ramai dianut oleh masyarakat muslim di Indonesia.

Menurut Imam Abu Abdullah Muhammad bin Idris asy-Syafi'i atau Imam Syafi'i, kata UAS, tetap batal wudhu laki-laki atau perempuan jika bersentuhan kulit.

Baik itu menimbulkan nafsu atau tidak.

"Menurut mazhab Syafi'i, asal bersentuh laki-laki perempuan, mau bernafsu tak bernafsu, batal wudhu," jelasnya.

Penjelasan Buya Yahya

Buya Yahya juga memberi penjelasan serupa seperti yang diterangkan UAS terkait hukum bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan, sekalipun suami istri.

Lebih rinci lagi, Buya Yahya memaparkan dasar yang menjadi pegangan dari ketiga mazhab tersebut hingga menimbulkan perbedaan pendapat.

Baca juga: Hukum Pejam Mata Saat Shalat Supaya Khusyuk, Apa Boleh? Ini Penjelasan Buya Yahya

Berikut tayangan video penjelasan lengkap Buya Yahya soal hukum bersentuhan kulit antara suami istri dalam keadaan berwudhu.

Dijelaskan Buya Yahya, bahwa Imam Syafi'i pastinya memiliki rambu-rambu saat mengambil sebuah hadist.

'Aula mastumun nisa' dalam Alquran surah An-Nisa' ayat 43, kata Buya Yahya, diartikan oleh Imam Syafi'i bersentuhan, bukan bersenggama.

Sementara oleh Mazhab Hanafi, itu diartikan bersenggama.

"Imam Syafi'i mengatakan oh ini bukan bersenggama. Kenapa? Karena ada satu ayat tentang laki-laki yang berzina, kisah Mais dan lainnya berkata bahwasanya, 'aku hancur, aku telah berzina ya Rasulullah. Sucikan aku',"

"Kemudian Nabi mengatakan apa? 'La'allakala masta, mungkin kamu masih bersentuhan'. Kalau artinya bersenggama, Nabi ga akan bertanya La'allakala masta, tapi Nabi pertanyaannya, mungkin kamu masih bersentuhan saja,"

" 'Tidak kami melakukan ya Rarusullah'. Baru meningkat, 'la'allaka qabbalta mungkin kamu nyium saja. Tidak ya Rasulullah aku melakukan, la'allaka faghata mungkin tidak sampai masuk' ,"

"Berarti apa? ada empat martabatnya. Yang pertama 'lamasa'. Dalam hadist artinya bersentuhan tangan," jelas Buya Yahya yang dikutip dari salah satu video YouTube Al-Bahjah TV.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved