Jurnalisme Warga

Menelusuri Manuskrip Aceh di Istanbul

Tempat yang kami kunjungi ini merupakan Pusat Arsip Usmani di bawah Departemen Arsip dan Administrasi Perdana Menteri Turkiye. Lokasinya terletak di w

Editor: mufti
IST
AZWIR NAZAR alias Teungku Turki, mantan presiden Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Turkiye dan Bacaleg DPRA dari PKB Dapil I, melaporkan dari Lambada, Aceh Besar  

AZWIR NAZAR alias Teungku Turki, mantan presiden Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Turkiye dan Bacaleg DPRA dari PKB Dapil I, melaporkan dari Lambada, Aceh Besar 

Suatu hari saat kuliah di Turki, saya berkesempatan mengunjungi sebuah tempat penting di Istanbul. Tempat ini jauh dari hiruk pikuk keramaian para turis yang selalu mewarnai ibu kota Turkiye Ustmani tersebut. Bisa saja bila orang yang tidak punya waktu atau keperluan khusus akan sulit mengunjunginya.
Saya datang bersama dua  teman, satu peneliti dan peminat sejarah Aceh dan satu lagi mahasiswa sastra Arab di Istanbul.

Tempat yang kami kunjungi ini merupakan Pusat Arsip Usmani di bawah Departemen Arsip dan Administrasi Perdana Menteri Turkiye. Lokasinya terletak di wilayah Kağhitane-Boyoğlu, tidak jauh dari pusat kota metropolitan itu.

Saat di pintu, kami langsung menyebut asal kami dari Aceh. Sang penjaga pintu pun langsung familier, "Tabii...Tabii...Açe Darussalam, buyurun!" ujarnya ramah. (Oh ya...ya...Aceh Darussalam, silakan!)
Lalu kami masuk ke bagian informasi dan berbincang dengan danisma (receptionist) tentang maksud kedatangan. Kami harus mengisi formulir tamu, menampakkan paspor, dan syarat administrasi lain supaya mendapatkan kartu anggota. "Tiap kunjungan boleh masuk dua orang," katanya. Tapi melalui sedikit lobi dan diskusi kami dibolehkan masuk bertiga sekaligus.

Petugas di sini sangat senang sehingga kami terlibat diskusi ringan sampai satu jam sebelum melaksanakan shalat Jumat. Pusat Arsip Usmani juga menyediakan makanan gratis bagi pengunjung dan tamu. Mereka mengetahui nama Aceh, tapi runut ceritanya tidak begitu paham lagi. Mungkin sangat sedikit atau hampir tidak ada orang Aceh yang mengunjungi dan mendiskusikan Aceh bersama mereka.

Jikapun ada yang meneliti Aceh-Sumatra bisa saja mereka peneliti asing. Maka, kehadiran kami disambut sangat antusias. Orang-orang Turkiye selalu senang bila disebut Ustmani, karena kedigdayaan masa lalunya sampai ke Timur jauh. Seusai shalat Jumat dan diberi penghargaan menjadi anggota, kami masuk ke dalam bangunan yang seperti museum tersebut. Pekerjanya banyak yang bisa berbahasa Arab. Ini unik karena hampir semua orang Turki hanya mau berbicara dengan bahasa mereka.

Kami masuk keruangan arsip yang berisi fasilitas komputer. Di sana terlebih dahulu kami lihat semacam indeks atau daftar isi keseluruhan dokumen arsip. Sama seperti ruang pustaka di kampus. Begitu diketik nama "Açe" di monitor, langsung keluar sejumlah informasi dan dokumen-dokumen tentang Aceh mulai abad ke-14 hingga 15. Saya sempat mencatat ada sekitar 72 metin (dokumen, surat, artikel) yang menunjukkan hubungan Aceh Darussalam-Turki Ustmani.

Sebagian manuskrip bisa langsung diakses sebab sudah dibuat dalam digitalisasi arsip. Namun, sebagian lain hanya judul, tahun, dan sumber saja yang dapat dilihat. Semua manuskrip asli terletak di lantai bawah tanah. Hanya orang yang memiliki izin resmi yang dapat mengakses ke ruangan bersejarah tersebut. Sangat menakjubkan! Terutama bagi peminat sejarah dan manuskrip kuno. Dokumen dan surat-surat itu tertulis dalam bahasa Osmanli. Ya, seperti bahasa Arab, bukan bahasa Turki sekarang. Maka, perlu penelaahan lebih dalam untuk mengerti detail isinya.

Berada di tempat ini memori saya langsung terbawa ke sejarah Aceh di masa lalu. Terutama melihat manuskrip sebagai bukti autentik kemesraan dua kerajaan besar tersebut. Selama ini saya hanya mendengar cerita dari mulut ke mulut. Tanpa bukti sejarah yang tertulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Ada juga teman yang mengirimkan sebuah artikel/jurnal berbahasa Turki tentang surat Raja Aceh ke Sultan Ustmani. Namun, penulisan kata Acehnya yaitu "Açi". Bisa jadi di pusat arsip tersebut akan lebih banyak dokumen bila memakai tambahan kata kunci 'Açi'.

Di Turki sendiri museum budaya, arkeologi, dan sejarah hampir di setiap kota tersedia. Selain juga perpustakaam di kampus-kampus. Hal demikian telah membuat gairah pelancong tiap hari memadati negeri dua benua ini. Bukan saja berwisata, tapi juga dimanfaatkan untuk meneliti bagi ilmuwan dan peminat sejarah. Maka, peradaban masa lalu Turkiye bisa dinikmati melalui bukti-bukti yang tersedia.

Sebagai orang baru, saya yakin di Turkiye ada banyak manuskrip sejarah Aceh yang berserak, terutama di Istanbul. Selain buku, dokumen, surat, maupun artikel dan jurnal. Saya juga mendengar ada replika kapal Aceh di sebuah koleksi museum yang terletak persis antara Sultan Ahmed dan Hagia Sophia. Sembari mendengar kisah-kisah tersebut, sebagai orang Aceh jika ada waktu luang saya akan menelusuri kisah indatu (nenek moyang) tersebut.

Sudah saatnya pemerintah atau lembaga semisal Wali Nanggroe atau Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh untuk lebih konsen pada hal penting dan luar biasa ini, yakni menjemput arsip Aceh di Turkiye atau di negara lain, mengingat sumber-sumber sejarah Aceh di masa lalu tersebar di berbagai penjuru dunia. Sementara di Aceh sendiri bukti-bukti peninggalan tersebut sudah tidak ada karena perang panjang yang terjadi sejak 1873.

Sumber-sumber sejarah ini nantinya selain untuk membangun identitas Aceh (lagi), bahan kajian akademik, juga bahan baku menulis ulang sejarah yang telah lama terpendam. Saya melihat buku-buku pelajaran dasar di Turkiye berisi banyak hikayat dan cerita yang berisi kegemilangan Turkiye di masa lampau. Kisah-kisah heroik yang ditulis seperti cerita rakyat telah menumbuhkan nasionalisme rakyat Turkiye sebagai bangsa besar.

Spirit ini penting untuk merangsang kegigihan generasi muda untuk mengulang sejarah dan bercermin dari contoh hebat yang telah ditorehkan dalam catatan sejarah indatu. Kalau Aceh bisa mengumpulkan manuskrip-manuskrip tersebut kita akan kembali belajar mengenal jati diri sebagai bangsa besar.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved