Opini

Menuju Pertanian Tangguh Bencana

SALAH satu faktor utama yang melemahkan daya tarik generasi muda untuk menggeluti sektor pertanian adalah besarnya risiko yang harus dihadapi dianggap

Editor: mufti
IST
Dr Muhammad Yasar STP MSc, Dosen Program Studi Teknik Pertanian USK, Ketua Bidang Kewirausahaan dan Pengabdian Masyarakat Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI) Aceh. 

Dr Muhammad Yasar STP MSc, Dosen Program Studi Teknik Pertanian USK, Ketua Bidang Kewirausahaan dan Pengabdian Masyarakat Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI) Aceh.

SALAH satu faktor utama yang melemahkan daya tarik generasi muda untuk menggeluti sektor pertanian adalah besarnya risiko yang harus dihadapi dianggap melebihi peluang keuntungan yang akan diperoleh. Di antara risiko yang paling menyuramkan citra sektor ril ini adalah kerentanan (vulnerability) terhadap bencana alam yang cukup tinggi sebagai sebuah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami (natural) dan aktivitas manusia (man made).

Kondisi ini disebabkan oleh ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, serta dapat menyebabkan terjadinya kerugian dalam bidang finansial dan struktural, kerusakan lingkungan, dampak psikologis bahkan sampai korban jiwa.

Bencana alam dapat didefinisikan sebagai bencana yang diakibatkan oleh gejala alam yakni gejala yang sangat alamiah dan biasa terjadi pada bumi baik secara geologis, klimatologis, maupun ekstra terestrialis. Bencana alam secara geologis disebabkan oleh gaya-gaya yang berasal dari dalam bumi (gaya endogen) seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, dan tsunami.

Bencana alam klimatologis disebabkan oleh faktor angin dan hujan, seperti banjir, badai, banjir bandang, angin puting beliung, kekeringan, dan kebakaran alami hutan (bukan oleh manusia). Gerakan tanah (longsor) termasuk juga bencana alam, walaupun pemicu utamanya adalah faktor klimatologis (hujan), tetapi gejala awalnya dimulai dari kondisi geologis (jenis dan karakteristik tanah serta batuan dan sebagainya).

Sedangkan bencana alam ekstra terrestrial adalah bencana alam yang terjadi di luar angkasa, seperti hantaman meteor. Bila benda-benda langit ini mengenai permukaan bumi maka akan menimbulkan bencana alam yang dahsyat bagi penghuni bumi.

Uniknya pertanian bukan hanya rentan dan menjadi sasaran dampak bencana melainkan juga turut dituding sebagai salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya bencana alam khususnya bencana geologis dan klimatologis. Aktivitas petani yang tidak mengindahkan konsep pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) telah menstimulus banyaknya kejadian bencana.

Sebagai contoh pemanfaatan lahan yang tidak menerapkan kaidah konservasi telah mengakibatkan terjadinya tanah longsor dan degradasi kualitas lahan, upaya ekstensifikasi (perluasan) lahan yang berdampak kepada berkurangnya luas tutupan hutan menjadi biang terjadinya bencana kekeringan, kebakaran, dan banjir.

Penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang berlebihan dalam upaya intensifikasi telah pula merusak struktur alamiah tanah dan berpotensi memunculkan makhluk mutan perusak dan penyebab serangan wabah hama dan penyakit tanaman.

Kerawanan

Secara umum dan normatif bencana alam di atas akan mengakibatkan petani gagal tanam atau panen, menurunnya produksi baik dari segi produktivitas, kualitas, maupun kuantitas hasil tanaman, terjadinya dinamika populasi organisme perusak tanaman, terjadinya pengurangan atau kehilangan income bagi petani, dan tentu akan berpengaruh terhadap kelangsungan, kesinambungan dan keberlanjutan usaha tani itu sendiri.

Bahayanya, semua akibat yang ditimbulkan ini dapat mengancam ketahanan pangan (food security) dan berdampak langsung terhadap stabilitas nasional. Biasanya negara yang tidak memiliki kecukupan pangan tidak saja kehilangan kemerdekaan akibat ketergantungan terhadap negara lain, tapi juga rentan dengan isu kemiskinan dan kemelaratan.

Menurut  World Risk Report (WRI) yang dirilis Bundnis Enwicklung Hilft dan IFHV of the Ruhr-University Bochum (CNBC Indonesia, 2022), Indonesia merupakan salah satu negara paling rawan bencana dan masuk tiga besar dunia setelah  Filipina dan India. Skor WRI dari lingkup paparan (exposure) masuk kategori sangat tinggi 39,89 poin, lingkup kerentanan (vulnerability) 43,10 poin, lingkup kerawanan (susceptibility) 33,48 poin, lingkup kurangnya kapasitas penanganan bencana (lack of coping capacities) 50,67 poin, serta lingkup kurangnya kapasitas adaptasi terhadap bencana (lack of adaptive capacities) 47,19 poin.

Kerawanan ini secara geografis disebabkan karena Indonesia berada di kawasan Ring of Fire atau Cincin Api Pasifik, yakni pertemuan tiga lempeng tektonik dunia, Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik sehingga Indonesia sangat rawan dilanda gempa bumi, letusan gunung berapi dan tsunami. Selain itu daerah di Indonesia juga berada di wilayah tropis atau terletak di garis khatulistiwa yang menyebabkan berisiko diterpa badai, topan, siklon tropis, banjir dan tanah longsor.

Jika pada tahun 2022, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mencatat sebanyak 3.531 peristiwa bencana alam, maka hingga pertengahan 2023 ini, BNPB kembali mencatat 1.847 peristiwa bencana alam yang terjadi di Indonesia selama 1 Januari-3 Juli 2023.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved