Opini
Menuju Pertanian Tangguh Bencana
SALAH satu faktor utama yang melemahkan daya tarik generasi muda untuk menggeluti sektor pertanian adalah besarnya risiko yang harus dihadapi dianggap
Upaya antisipasi
Dari catatan tersebut banjir mendominasi kejadian bencana dengan 665 kejadian atau setara 36 persen. Selanjutnya, ada 615 peristiwa cuaca ekstrem, 328 kejadian tanah longsor, 184 kebakaran hutan dan lahan (karhutla), 18 gelombang pasang/abrasi, 15 gempa bumi, 13 kekeringan, serta 2 kejadian erupsi gunung api.
Sebagai negara yang diingatkan secara kebencanaan tentu harus menitikberatkan perhatian terhadap upaya antisipasi yang bersifat komprehensif dan dapat mengurangi kemungkinan dampak risiko. Sedikitnya terdapat dua upaya yang dapat dilakukan dalam membangun sumber daya pertanian yang tangguh bencana.
Pertama, upaya mitigasi yang ditujukan untuk mengurangi risiko dan dampak dari risiko serta mencegah penyebab bencana alam baik melalui pembangunan secara fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan petani dalam menghadapi bencana. Sebagai pelaku utama sektor ini tentu petani menjadi terdampak utama jika terjadinya bencana.
Oleh sebab itu petani harus dibekali penguatan kemampuan survival agar mampu bertahan, pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat paska bencana. Kembali ke pertanian organik merupakan pilihan bijak karena selain ramah lingkungan, lebih ekonomis, juga lebih menyehatkan.
Kedua, upaya adaptasi untuk menyesuaikan diri dengan bencana. Langkah kongkret yang dapat dilakukan antara lain penggunaan varietas tanaman yang toleran banjir atau kekeringan, penerapan teknologi pemanenan air (hujan), pengelolaan lahan gambut, penyesuaian kalender tanam, dan sistem perlindungan usaha tani. Penyesuaian kalender tanam dapat dilakukan dengan memanfaatkan kombinasi agroklimat dengan kearifan lokal (Local and Indigenous Knowledge-LINK).
Dalam konteks keacehan, kita memiliki konsep keuneunong sebagai LINK yang masih diamalkan oleh para petani di kampung-kampung. Selama ini penerapan keuneunong di masyarakat justru dianggap menghambat program pemerintah, terutama tanam serentak. Namun dalam banyak praktik, penentuan jadwal tanam berbasis LINK tersebut justru lebih mampu menghindari risiko bencana.
Sistem perlindungan usaha tani perlu menjadi perhatian lebih terutama oleh pemerintah. Bentuknya dapat berupa jaminan yang memastikan nasib petani dapat tertolong atau terbantu di kala usaha taninya dilanda bencana. Selain format bantuan langsung, sistem asuransi yang propetani perlu segera diformulasikan sebagai alternatif kebijakan agar petani memperoleh ganti untung atas dampak kerugian yang ditimbulkan oleh bencana.
Dalam konteks keacehan yang sangat kental dengan keislamannya tentu konsep syariah perlu menjadi tuntunan. Insya Allah pertanian yang tangguh bencana dapat menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang memiliki kedaulatan pangan yang tangguh pula.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.