Berita Banda Aceh

Masyarakat Menggamat Laporkan PT BMU ke Polda Aceh, Ekses Air Bersih Tak Layak Konsumsi

"Air di dalam kolam itu kemudian yang membuat pencemaran, dimana air itu jatuh ke sungai, sawah dan kebun warga,” kata Qodrat saat melakukan...

Penulis: Indra Wijaya | Editor: Nurul Hayati
SERAMBINEWS.COM/ INDRA WIJAYA
Kuasa Hukum dan Sutrisno menunjukkan kondisi air yang sudah tercemar, Selasa (5/9/2023). 

"Air di dalam kolam itu kemudian yang membuat pencemaran, dimana air itu jatuh ke sungai, sawah dan kebun warga,” kata Qodrat saat melakukan Konferensi Pers di New Normal Cafe, Lampineung, Banda Aceh.

Laporan Indra Wijaya | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Sebanyak delapan orang perwakilan dari masyarakat Menggamat, Kecamatan Kluet Tengah, Aceh Selatan melaporkan PT Beri Mineral Utama (BMU) atas dugaan tindak pidana pencemaran lingkungan atas aktivitas tambang yang dilakukan, Selasa (5/9/2023).

Dalam laporan polisi nomor: :LP/B/196/IX/2023/SPKT/POLDA ACEH tertanggal 5 September 2023. Pelapor sendiri atas nama Sutrisno yang didampingi oleh kuasa hukum Muhammad Qodrat. 

Mereka melaporkan PT BMU, atas dugaan tindak pidana kejahatan lingkungan hidup UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup sebagaimana pasal 74 UU 27/2007. 

Dugaan kejahatan lingkungan tersebut terjadi di wilayah Jalan Sungai Pinang, Desa Simpang Tiga, Kecamatan Kluet Tengah, Aceh Selatan.

Kuasa Hukum, Muhammad Qodrat mengatakan, laporan tersebut sudah diterima dan sudah dibuat surat tanda penerimaan dan secara resmi. 

Ia mengatakan, dugaan pencemaran lingkungan ini dilakukan PT BMU itu sendiri dimana izin usaha sebenarnya ialah izin pertambangan bijih besi. 

Akan tetapi lanjut dia, pertambangan yang dilakukan diduga menyalahi izin, dimana ada indikasi mereka melakukan penambangan emas. 

Diduga, menggunakan cairan kimia dan mereka melakukan penambangan emas dan membuat kolam perendaman. 

Baca juga: Rafly Kande Minta Pemerintah Harus Tegas dan Evaluasi Perizinan Tambang PT BMU di Aceh Selatan

"Air di dalam kolam itu kemudian yang membuat pencemaran, dimana air itu jatuh ke sungai, sawah dan kebun warga,” kata Qodrat saat melakukan Konferensi Pers di New Normal Cafe, Lampineung, Banda Aceh.

Ia mengatakan, akibat pencemaran lingkungan tersebut, sebanyak sembilan desa yang berada di Kecamatan Kluet Tengah dan ratusan jiwa yang menggantung hidupnya dari aliran sungai yang tercemar itu ikut terdampak.

Bahkan saat ini, pencemaran lingkungan sudah berdampak pada ekonomi masyarakat.

Masyarakat sudah sulit menangkap ikan. 

Jikapun ada, mereka ragu untuk mengkonsumsinya. 

Saat ini sendiri lanjut Qodrat, ESDM Aceh sudah menyurati PT BMU untuk menghentikan operasi tambang. 

Akan tetapi dari informasi masyarakat, PT BMU tetap menjalankan operasi pertambangan.

"Saat ini kita masih menunggu proses penyelidikan di kepolisian dan kita optimis bisa diungkapkan oleh Polda Aceh,” ujarnya.

Dari hasil investigasi ESDM juga menemukan bahwa PT BMU melakukan perendaman emas.

Pada intinya memberikan sanksi administrasi, dimana PT BMU melakukan penambangan emas. 

Air sungai Menggamat susah tidak bisa di konsumsi. 

Dimana informasi bahwa DLH Aceh Selatan mengambil sampel dan air tersebut tidak bisa dikonsumsi. 

Ia berharap agar sampel ini bisa di ekspos ke masyarakat. 

"Jika penyelidikan terkendala kita akan upaya hukum lainnya, seperti menggugat perusahaan dengan hukum perdata. Kalau saat ini yang di Polda masih proses hukum pidana,” pungkasnya.

Baca juga: Pendemo Sempat Segel Pintu Masuk Kantor Gubernur Aceh, Bakar Ban dan Minta Cabut Izin PT BMU

Lokasi tambang berada di hulu sungai

Sementara itu pelapor Sutrisno yang merupakan perwakilan masyarakat, mengatakan, ada 13 kuasa hukum yang mendampingi dalam pelaporan pencemaran tersebut ke Polda Aceh.

Sebagai warga asli Menggamat, dia mengatakan, pencemaran sudah mulai terlihat dari perubahan sungai yang bercampur tanah gunung, kuning dan keruh pekat.

Sumber air bersih Kecamatan Kluet Tengah satunya ialah dari sungai tercemar itu.

Akibat ulah PT BMU mereka merasa khawatir air sudah bercampur lumpur dan tercemar, serta tidak layak konsumsi. 

Terlebih saat ini pengairan persawahan harus dibersihkan sepekan sekali, lantaran adanya tanah lumpur akibat eksploitasi PT BMU.

Perendaman bahan kimia yang dilakukan juga sangat mengkhawatirkan. 

Bahkan beberapa warga mengalami gatal-gatal, akibat menggunakan air dari sungai. 

"Jika ini terus dibiarkan, jika perusahaan terus beroperasi, tentu akan menimbulkan banjir bandang,” kata Sutrisno.

Dikatakan Sutrisno, mereka sendiri mulai merasakan dampak dari pencemaran lingkungan oleh PT BMU itu pada 15 Juli 2023 lalu. D

imana terjadi banjir besar yang melanda desa setempat. 

Ketika hujan deras terjadi perubahan air. 

“Dimana airnya bercampur tanah dan warnanya sangat keruh dibanding kejadian-kejadian sebelumnya,” ujarnya.

Terlebih, lokasi pemukiman warga dengan jarak tambang milik PT BMU itu hanya berkisar satu kilometer. 

Apalagi lanjut dia, keberadaan PT BMU yang berada di hulu sungai, sehingga aktivitasnya langsung berdampak kepada masyarakat yang ada di hilir.

"Kita hanya ingin PT BMU dicabut total. Karena posisi tambang tersebut berada di hulu sungai. Pasalnya 90 persen masyarakat Kluet Tengah itu bertani. Jika sungai tercemar, sawah mereka juga ikut terganggu. Dampaknya juga mengalir ke DAS di Kluet Raya. Sungai Menggamat itu juga sungai adat. Akibat sungai tidak normal, adat istiadat juga sudah terganggu,” pungkasnya.(*)

Baca juga: Aksi Tolak PT BMU Berlanjut, Mahasiswa Bakar Ban, Tuntut Pj Gubernur Temui Demonstran

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved