OPINI

Waspada Dampak Bullying Terhadap Kesehatan Mental Remaja

Selanjutnya Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat, sejak Januari hingga September 2023 jumlah kasus perundungan

Editor: Nur Nihayati
For Serambinews.com
Tuah RH Panji Pribadi 

Oleh: Tuah RH Panji Pribadi
Mahasiswa Magister Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh


BULLYING merupakan permasalahan serius yang merusak kesejahteraan psikologis individu, merusak hubungan sosial, dan termasuk ke dalam pelanggaran terhadap norma-norma yang berlaku di masyarakat serta perilaku yang dilarang oleh semua agama. Bullying dapat terjadi dalam bentuk fisik, verbal, psiklogis, dan online di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Dari data yang dihimpun oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), kasus bullying masih menjadi teror bagi anak-anak di lingkungan sekolah.
Dari data tersebut diketahui, tercatat terjadi 226 kasus bullying pada tahun 2022. Lalu di tahun 2021 ada 53 kasus, dan tahun 2020 sebanyak 119 kasus.

Selanjutnya Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat, sejak Januari hingga September 2023 jumlah kasus perundungan di satuan pendidikan mencapai 23 kasus. Dari 23 kasus tersebut, 50 persennya terjadi di jenjang SMP, 23 persen terjadi dijenjang SD, 13,5 persen di jenjang SMA, dan 13,5 persen di jenjang SMK.

Sementara itu untuk jenis bullying yang sering dialami korban ialah bullying fisik (55,5 persen), bullying verbal (29,3persen), dan bullying psikologis (15,2 persen). Untuk tingkat jenjang pendidikan, siswa SD menjadi korban bullying terbanyak (26 persen), diikuti siswa SMP (25 persen), dan siswa SMA (18,75 persen).

Kenapa Remaja Banyak Melakukan Bullying?


Remaja melakukan bullying dapat memiliki berbagai alasan yang kompleks, beberapa remaja melakukan hal tersebut karena ingin merasa kuat dan berkuasa dengan mendominasi atau mengintimidasi orang lain, mereka merasa lebih tinggi dalam hierarki sosial, remaja mencoba untuk memperoleh rasa kuasa atau perasaan superior dengan merendahkan orang lain. Ini dapat menjadi cara mereka untuk mengatasi perasaan inferioritas mereka sendiri.

Selain itu, faktor circle atau teman sebaya juga mempengaruhi remaja dalam melakukan bullying, karena tekanan dari teman-teman mereka yang melakukan hal tersebut, remaja pun ikut melakukannya karena memiliki rasa takut akan menjadi korban jika mereka tidak ikut serta dalam perilaku bullying serta mereka membutuhkan pengakuan sosial dari kelompok tersebut agar tidak dikeluarkan dari ‘circle’ nya.

Selain itu juga pengaruh media sangat menjadi faktor remaja melakukan tindakan bullying. Beberapa remaja dapat terpengaruh oleh media, seperti film, acara TV, atau media sosial yang menampilkan perilaku bullying, mereka dapat meniru apa yang mereka lihat atau baca tanpa menyadari konsekuensinya dan menganggap bahwa hal tersebut biasa dilakukan serta merupakan tindakan yang keren.

Bagaimana Dampak Bullying Terhadap Kesehatan Mental Remaja?

Bullying dapat memiliki dampak yang serius pada kesehatan mental remaja, kesehatan mental yang buruk dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan remaja, termasuk prestasi akademik, hubungan sosial, dan kualitas hidup mereka secara keseluruhan. Dampak paling berat yang dapat dirasakan dari bullying adalah depresi yang berujung dengan tindakan bunuh diri. Depresi akibat bullying adalah kondisi psikologis yang muncul sebagai hasil dari pengalaman intimidasi, pelecehan verbal, fisik, atau sosial yang berkelanjutan oleh orang lain.

Remaja yang menjadi korban bullying sering merasa terisolasi dan merasa bahwa tidak ada yang bisa mereka percayai atau bergantung padanya. Rasa ini dapat memicu perasaan kesepian dan putus asa yang dapat menjadi faktor pemicu depresi.

Selanjutnya kecemasan, bullying dapat menyebabkan kecemasan yang signifikan pada remaja, yang dapat memengaruhi kepercayaan diri mereka dan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain. Pengalaman bullying membuat remaja merasa tidak aman dan terancam. mereka merasa bahwa mereka selalu dalam bahaya dan perlu selalu berjaga-jaga. Hal ini dapat menyebabkan tingkat kecemasan yang tinggi.

Korban bullying juga sering merasa terisolasi dan kesepian yang membuat mereka merasa bahwa tidak ada yang bisa mereka andalkan atau percayai, yang dapat meningkatkan perasaan cemas dan merasa terasing dari orang lain.

Korban bullying sering kali mengalami penurunan harga diri sehingga merasa tidak berharga, merasa bersalah, atau bahkan merasa bahwa mereka sendiri yang bersalah atas perlakuan buruk yang mereka alami dan mengakibatkan kecemasan. Selanjutnya ada isolasi sosial, remaja yang menjadi korban bullying mungkin mulai mengisolasi diri dari teman-teman dan keluarga karena merasa malu atau takut. Ini dapat mengganggu perkembangan hubungan sosial yang sehat. Dampak bullying juga memberikan perasaan kesepian pada remaja, bullying dapat menyebabkan perasaan kesepian, karena korban sering merasa tidak memiliki dukungan atau teman yang dapat mereka andalkan.

Lantas, Bagaimana Solusi yang Dapat Dilakukan?

Peran Orang Tua

Orang tua memiliki peranan penting dalam mendidik anak karena tempat anak belajar pertama kali adalah di lingkungan keluarga. Anak akan meniru apa yang dilakukan oleh orang tua, ntah itu baik dan buruk. Orang tua harus menjaga saluran komunikasi terbuka dengan anak-anak mereka yakni mendengarkan dengan cermat ketika anak berbicara tentang pengalaman mereka dan merespons dengan empati tanpa menghakimi.

Selanjutnya, orang tua harus mengajari anak-anak mereka tentang apa itu bullying, termasuk berbagai bentuknya seperti fisik, verbal, sosial, dan cyberbullying. Anak-anak perlu memahami tanda-tanda bullying dan bahwa mereka tidak sendirian jika mengalami masalah ini. Orang tua dapat membantu anak-anak mereka merasa lebih percaya diri dengan memberikan dukungan, pujian, dan dorongan positif. Anak yang percaya diri lebih mungkin mampu mengatasi situasi bullying dengan lebih baik.
Peran Guru

Upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam mengatasi perilaku bullying ialah melalui pendekatan dengan cara menasihati siswa yang melakukan bullying, tidak menyudutkan dengan pertanyaan yang interogatif tetapi guru berupaya hadir di tengah-tengah emosi siswa melalui kelembutan. Selanjutnya, apabila siswa (pembully) tidak juga berubah maka dapat diberikan sanksi berupa hukuman dan teguran bagi siswa yang melakukan tindakan bullying.

Di sini juga diperlukan peran sekolah agar bersama-sama dalam memberantas bullying dengan upaya memberikan hukuman tegas kepada para pembully bisa berupa surat peringatan, skorsing, ancaman D.O (Drop Out) dan pemanggilan orang tua ke sekolah. Dengan adanya kerjasama seluruh warga sekolah, maka perilaku bullying dapat diminimalisir dengan baik.

Peran Masyarakat

Peranan masyarakat juga berarti dalam mengatasi kasus bullying. Pemuda desa melalui karang taruna atau remaja masjid bisa mengadakan kegiatan berupa sosialisasi atau seminar mengenai edukasi bullying. Peranan lingkungan sangat bermanfaat untuk menciptakan lingkungan yang kondusif. Masyarakat harus memberikan dukungan moral dan emosional kepada korban bullying. Hal ini bisa melibatkan teman sebaya, guru, staf sekolah, dan orang dewasa lainnya yang dapat membantu korban merasa didengar, diterima, dan dilindungi.
Selain itu, masyarakat harus mendorong pelaporan kasus bullying karena pelaporan adalah langkah penting untuk mengidentifikasi dan mengatasi kasus-kasus bullying. Masyarakat harus mendukung pemberian sanksi dan konsekuensi yang sesuai kepada pelaku bullying. Hal ini bertujuan untuk mengajarkan bahwa perilaku bullying tidak dapat diterima dan akan memiliki konsekuensi serius.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved