MKMK Putuskan Anwar Usman Diberhentikan dari Ketua MK karena Pelanggaran Berat, Harusnya Dipecat

Ketua MKMK Jimly Ashhiddiqie dalam amar putusan menjatuhkan sanksi pemberhentian Anwar Usman dari jabatan Ketua MK.

Editor: Faisal Zamzami
KOMPAS.com / VITORIO MANTALEAN
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman. 

"Itulah sebabnya dalam memberi putusan pada pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi a quo, saya memberi putusan sesuai aturan yang berlaku, dan tingkat pelanggaran Kode Etik yang terjadi dan terbukti, yaitu sanksi bagi Hakim Terlapor berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Hakim Konstitusi," kata Bintan.

Baca juga: Keputusannya Soal Usia Capres-Cawapres Jadi Polemik, Anwar Usman Enggan Mundur: Jabatan Milik Allah

MKMK: Anwar Usman Harusnya Sadar Tak Ikut Adili Perkara yang Konflik Kepentingan

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) membacakan putusan atas dugaan pelanggaran etik Ketua MK Anwar Usman, Selasa (7/11/2023).

Dalam putusan itu, anggota MKMK Wahiduddin Adams menegaskan bahwa hakim konstitusi sebagai negarawan seharusnya memiliki kesadaran etik dari nurani masing-masing untuk berinisiatif mundur dari perkara yang dirinya berpotensi tidak objektif karena konflik kepentingan.

"Termasuk untuk mencegah anggapan umum tentang keberpihakan hakim yang semestinya sudah dapat diperkirakan sebelumnya," kata Wahiduddin membacakan putusan.

"Sikap demikian semestinya diambil tanpa harus selalu didahului adanya permintaan dari pihak-pihak lain di luar dirinya, termasuk pihak-pihak yang beperkara, atau publik pada umumnya," tambahnya.

MKMK juga menegaskan, tidak seharusnya seorang hakim berdalih bahwa MK norma abstrak dan/atau dengan dalih pihak-pihak yang beperkara bukan merupakan anggota keluarganya.

Sebelumnya, dalih itu disampaikan Anwar Usman di hadapan wartawan dalam jumpa pers pada 23 Oktober 2023.

"Dengan kata lain, sepanjang perkara tersebut secara jelas menyiratkan potensi kepentingan diri hakim konstitusi dan/atau kepentingan anggota keluarganya, sudah seharusnya hakim konstitusi mengundurkan diri dari proses pemeriksaan dan pengambilan keputusan suatu perkara konstitusi," jelas Wahiduddin.

 

Sebagai informasi, dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.

Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.

Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya 3 tahun.

Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).


Anwar membantah dirinya terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara ini, meski pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tak setuju Putusan 90 itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar mengubah sikap MK dalam waktu pendek.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved