Breaking News

Berita Banda Aceh

Politisi, Akademisi, hingga BPJS Kesehatan Bahas Nasib JKA Dalam Diskusi Publik di UIN Ar-Raniry

Isu JKA kembali mencuat setelah Surat Peringatan Kedua (SP2) yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan yang diancam akan di berhentikan pada 11 November.

Editor: Agus Ramadhan
SERAMBINEWS.COM/ALGA MAHATE ARA
Iskandar Al- Farlaky, Dr. Neni Fajar, Effendi Hasan, Reza Fahlevi Kirani melakukan diskusi publik terkait BPJS Kesehatan, Senin (6/11/2023). 

Laporan Alga Mahate Ara | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH -  Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, menggelar diskusi publik terkait nasib Jaminan Kesehatan Aceh (JKA).

Diskusi bertema " Bagaimana Nasib JKA Aceh? 1 tahun lebih PJ Gubernur Aceh, Apa yang Sudah Dikerjakan?" ini  digelar di Aula Teater UIN-Ar-Raniry, Banda Aceh,Senin (6/11/2023).

Dalam diskusi tersebut, hadir empat pemateri di antaranya pengamat politik dari Universitas Syiah Kuala (USK) Effendi Hasan, Ketua Komisi 1 DPRA Iskandar Usman Al-Farlaky, Ketua Komisi V DPRA M Reza Fahlevi Kirani, dan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Cabang Banda Aceh dr Neni Fajar.

Isu JKA kembali mencuat setelah Surat Peringatan Kedua (SP2) yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan yang diancam akan di berhentikan pada 11 November 2023.

Penghentikan Program JKA ini menjadi polemik di masyarakat akibat kondisi keuangan yang kurang memadai di Pemerintah Aceh.

Reza Fahlevi yang membidangan Kesehatan dan Kesejahteraan, menyampaikan bahwa DPR Aceh berkomitmen untuk tetap menjalankan program JKA.

Namun, perlu dilakukan penyusunan ulang data-data terkait program tersebut.

"DPRA berkomitmen bahwa JKA harus tetap ada dan berjalan, karena kesehatan adalah hak fundamental setiap manusia yang dijamin secara legal dan dilindungi, sesuai dengan deklarasi Hak Asasi Manusia Pasal 25," ujarnya.

Baca juga: JKA Akan Disetop Mulai 11 November, BPJS Kesehatan Beri SP2 kepada Pemerintah Aceh

Reza juga menegaskan perlunya komitmen pemerintah Aceh dalam menyelesaikan masalah ini.

Kerja sama yang sudah berlangsung lama antara Pemerintah Aceh perlu dievaluasi.

Reza berpendapat bahwa jika Pemerintah Aceh mampu memenuhi kewajibannya membayar JKA, maka permasalahan ini dapat terselesaikan.

Selain itu, Reza juga mengkritisi rencana Pekan Olahraga Nasional (PON) yang akan diselenggarakan di Aceh dan akan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA).

"Mengapa kita harus mengalokasikan dana APBA, terutama dari dana otonomi khusus (otsus), untuk PON ketika pembayaran JKA saja belum selesai? JKA adalah kewajiban, sementara PON adalah sunah," kata Reza.

Baca juga: Pemerintah Aceh Tanggapi Surat Peringatan Kedua BPJS Terkait Iuran JKA: Tidak Ada Masalah

Senada dengan Reza, pengamat politik USK Effendi juga merasa kecewa terkait kelanjutan program JKA.

Dia menyoroti bahwa pemerintah pusat mengadopsi program BPJS Kesehatan dari JKA, dan keberadaan JKA seharusnya menjadi sebuah kebanggaan.

“Jika nantinya JKA resmi ditutup, maka masyarakat, termasuk mahasiswa, perlu menyuarakan ketidakpuasan mereka kepada pemerintah Aceh mengenai komitmen ini. JKA adalah harga mati," tegas Effendi.

Tak jauh berbeda, Al-Farlaky dalam diskusi menyampaikan dukungan bahwa JKA harus di lanjutkan untuk kemaslahatan Masyarakat Aceh.

“Sebenarnya 2022 JKA sudah berhenti, namun karena kesepakatan kami waktu itu di Komisi 5, terjadi kesepakatan bahwa kita jalin kesepakatan JKA harus berlanjut,” ujar Alfarlaky.

“Karena JKA ini merupakan kepentingan dan kemaslahatan bagi seluruh rakyat Aceh, inilah yang sebenarnya di rasakan Masyarakat Aceh secara langsung bagian dari Otonomi khusus Aceh” tambahnya.

Persoalan utama Pemerintah Aceh dengan BPJS Kesehatan adalah utang dan ketidakpastian anggaran. Total hutang yang harus dibayarkan Pemerintah Aceh kepada BPJS Kesehatan berjumlah Rp 784,2 Miliar.

Kepala BPJS Kesehatan Cabang Banda Aceh, dr Neni Fajar beharap Pemerintah Aceh dapat berkomitmen untuk segera menyelesaikan pembayaran.

“Selama ini BPJS tetap membayar semua biyanya, baik biaya rawat jalan, biaya penginapan PBJS tidak pernah menyetop pembayaran kepada rumah sakit termasuk rumah sakit swasta”kata Neni.

Dia juga menjelaskan, BPJS Kesehatan juga sudah memberikan Surat Peringatan (SP) kepada pemerintah Aceh terkait BPJS tersebut sebagai bentuk penyelengaraan pemerintahan yang baik.

“Sebagai penyelengaraan Good Government seperti saat ini, kita sudah memberikan SP1 SP2 kepada Pemerintah Aceh,”

“Dan kita  berharap Pemerintah Aceh dapat berkomitmen untuk membayarkanya dan  menyelesaikan tungakan Rp 700 Miliar lebih tersebut” tutup Neni. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved