Jurnalisme Warga
PKA dalam Timbangan Konsep Kebudayaan, Kritik dan Saran untuk Disbudpar Aceh
Kita sebagai warga Aceh harus lebih giat dalam mempertahankan budaya dan adat Aceh agar tidak punah, terutama dari segi bahasa
Oleh: Dina Alya Hasan
Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8 sedang berlangsung hingga tanggal 14 November 2023. Ia diharapkan menjadi ajang pembelajaran budaya bagi generasi muda, terutama Generasi Zelenial yang saat ini masih duduk di bangku sekolah dan kampus.
Aceh sangat kaya etnik , budaya dan bahasa. PKA yang dilaksanakan 4 tahun sekali mempertunjukkan berbagai kebudayaan dari seluruh Aceh, mulai Aceh Besar, Melayu Taming hingga Gayo, Alas, Aneuk Jamee, Singkil dan Simeulue.
Budaya merupakan hasil kontemplasi (perenungan) dan kebiasaan yang dilakukan oleh nenek moyang (indatu) yang hingga sekarang masih dilakukan oleh keturunannya.
Budaya sendiri memiliki 7 unsur, yaitu diantaranya sistem bahasa, sistem organisasi kemasyarakatan, sistem religi, sistem kesenian, sistem pengetahuan, sistem mata pencaharian ekonomi, serta sistem teknologi dan peralatan hidup.
Dari 7 sistem kebudayaan ini, saya hendak memaparkan apakah ketujuhnya diterapkan di PKA-8? Tulisan ini beranjak dari observasi dan wawancara yang saya lakukan di aerna PKA ke-8.
Baca juga: Viral Pria Tertidur di Atas Tenda PKA 8 Sampai Kesiangan, Kronologinya Bikin Haru
Pertama, sistem bahasa
Aceh memilki banyak bahasa. Ada bahasa Aceh, Gayo, Alas, Alafan, Aneuk Jamee, Kluet, Melayu Tamiang, dan lain-lain.
Seharusnya pada anjungan-anjungan PKA diterapkan nenek moyang kita, yaitu bahasa-bahasa tersebut sesuai kabupaten.
Petugas perlu menyapa tamu dengan bahasa daerahnya, baru kemudian menjelaskan dengan bahasa Indonesia. Banggalah dengan bahasa indatu.
Tetapi yang saya lihat dan dengar di sana, kebanyakan panitia PKA-8 masih berbahasa Indonesia. Sedangkan PKA itu sendiri adalah ajang memperkenalkan budaya, termasuk bahasa. Kontradiktif bukan?
Tetapi sebagian dari panitia PKA ada juga yang berbahasa Aceh, walaupun anak muda yang menjadi duta masih tetap gemar berbahasa Indonesia.
Baca juga: Tari Poh Kipah Meriahkan PKA ke-8 di Anjungan Aceh Utara
Kedua, sistem organisasi kemasyarakatan
Saya tidak melihat even pengenalan sistem organisasi kemasyarakatan pada PKA ke-8. Padahal di Aceh dikenal ada sistem kemasyarakat seperti Tuha Peut, Tuha Lapan hingga peran Geusyik sebagai Ketua Peradilan Adat.
Dalam hal ini, ada baiknya pada PKA ke-9 nantinya dibuat film layar tancap tentang sistem organisasi kemasyarakatan untuk menjadi tontotan pengunjung sehingga mereka tercerdaskan.
Ketiga, sistem religi
Agama yang dianut oleh orang Aceh adalah Islam. Demikian juga upacara keagamaan.
Saya menanyakan hal ini kepada inong Aceh Besar, Maghfirah, yang didampingi agama Aceh Besar Kamal Kurnia Hasan.
Inong Aceh Besar menjelaskan bahwa ketika ada orang meninggal di Aceh biasanya diadakan Samadiyah yaitu orang sekampung berdoa untuk almarhum/almarhumah hingga hari ke-7, ke-14. ke-40, bahkan hingga hari ke-100. Sistem ini diterapkan di seluruh Aceh.
Baca juga: Anjungan Lhokseumawe Pamerkan Alat Musik Tradisional Warisan Budaya Tak Benda di Event PKA 8
Ke-empat sistem kesenian
Ajang kesenian sangat mudah ditemui di arena PKA, terutama pada stan Gayo.
Saya menanyakan sistem ini kepada Agam Banda Aceh 2022, dinama ia menjelaskan Tari Saman yang adalah yang paling populer.
Kelima sistem pengetahuan
Sistem pengetahuan sangat banyak di Aceh. Saya telah membaca hal ini dalam buku Ensiklopedia Kebudayaan Aceh yang diterbitkan oleh Disbudpar Aceh tahun 2018, pada momen PKA ke-7.
Pengetahuan paling fenomenal dari Aceh adalah Smong dari Simeulue. Smong adalah peringatan dini terhadap ancaman bencana tsunami yang berpotensi terjadi di wilayah tersebut.
Smong sendiri berasal dari bahasa simeulue, yang artinya hempasan gelombang air laut. Ketika ada air laut, seluruh warga diharuskan naik ke dataran yang lebih tinggi, seperti naik ke gunung-gunung.
Keenam sistem ekonomi
Sistem ekonomi atau mata pencaharian hidup orang Aceh beragama. Kalau dulu hanya sebatas bertani (jak u blang), beternak atau nelayan.
Tapi sekarang, terutama di kota-kota sudah berubah dengan muncul profesi baru sesuai kemajuan teknologi. Youtuber, pebisnis online hingga dokter digital sekarang bermunculan.
Ketujuh, sistem teknologi
Sistem teknologi dan peralatan hidup di Aceh sekarang mengalami kemajuan.
Meski demikian, di arena PKA diperkenalkan sistem teknologi dan peralatan hidup ala masa lampau, sepetinya ada reungkan (tempat taruh ikan yang baru dimasak), sendok kayu, beulangong tanoh dan lain-lain.
Kembali ke Aceh Besar, saya menanyakan ini kepada inong Fira, yang mana ia menjelaskan bahwa dulu beras masih menanak nasi secara manual, dalam beulangong besar, dan cara itu mengambil waktu yang sangat lama.
“Sekarang karena adanya magic com karena kemajuan teknologi memudahkaan kita untuk menanak nasi,” kata Inong Fira didampingi Agam Kemal dari stan Aceh Besar.
Nah, begitulah sistem kebudayaan Aceh yang masih diterapkan di Aceh selama ajang PKA-8 pada tahun 2023 ini.
Kita sebagai warga Aceh harus lebih giat dalam mempertahankan budaya dan adat Aceh agar tidak punah, terutama dari segi bahasa yang mana masyarakat Aceh sekarang sudah sangat jarang ditemukan berbahasa Aceh.
Semoga dengan adanya ajang PKA ini dapat memotivasi warga Aceh untuk tetap menjaga budaya serta adat Aceh sehingga tidak punah.
Karena pentingnya pemahaman dan pelestarian kebudayaan Aceh, kami siswa-siswi Dayah Oemar Diyan Indrapuri Aceh Besar diberi izin khusus oleh pimpinan untuk mengunjungi, mengamati dan melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait pada pelaksanaan PKA ke-8 2023.
Semoga ke depan PKA menjadi lebih baik lagi. Ketujuh unsur kebudayaan yang ada di Aceh agar diperkenalkan sehingga anak muda mengenal tingginya budaya Aceh. Insya Allah.
Banda Aceh, 8 November 2023
Dina Alya Hasan (Siswi MAS Jurusan IPS Dayah Oemar Diyan Indrapuri Aceh Besar)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.