Berita Banda Aceh
Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh Dilaporkan ke Kompolnas Terkait Penghentian Kasus KKR
Sementara itu Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh, Kompol Fadhilah Aditya Pratama menerangkan dirinya belum mengetahui apa-apa terkait laporan itu.
Laporan Maulidi Alfata | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), dan Katahati Institute telah melaporkan Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh terkait penghentian kasus Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh.
Laporan itu disampaikan secara tertulis pada Selasa, (7/11) kepada Kepala Bagian Pengawasan Penyidikan Polda Aceh (Kabag Wassidik Polda Aceh), Inspektur Pengawasan Daerah Polda Aceh (Irwasda Polda Aceh).
Lalu kepada Kepala Bidang Propam Polda Aceh (Kabid Propam Polda Aceh), dan Ketua Komisi Kepolisian Nasional RI (Ketua Kompolnas).
Sementara itu Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh, Kompol Fadhilah Aditya Pratama menerangkan dirinya belum mengetahui apa-apa terkait laporan itu.
Dirinya juga tidak bisa memberi tanggapan terkait hal tersebut.
“Belum-belum, saya belum tahu apa pun, terkait hal itu sampai saat ini,” ujarnya singkat saat dikonfirmasi Serambinews.com pada, Jumat (10/11/2023).
Baca juga: Lintas LSM Desak Komisioner KKR dan Perangkat Kerja yang Terlibat Dugaan Korupsi Mundur
Dalam keterangan yang diterima Serambinews.com dari LBH Banda Aceh, MaTA dan Katahati Institute, laporan itu dibuat menyikapi penghentian kasus dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh oleh Polresta Banda Aceh.
Tindakan Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh yang menghentikan kasus dugaan korupsi SPPD fiktif KKR Aceh dengan alasan adanya pengembalian kerugian negara adalah perbuatan melawan hukum
Serta bertentangan dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Oleh karenanya yang bersangkutan layak diberikan sanksi untuk mempertanggungjawabkan tindakan tidak profesionalnya itu,” kata Koordinator MaTA, Alfian.

Alfian melanjutkan pihaknya juga telah mengajukan permohonan supervisi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tanggal 9 November 2023.
Permohonan supervisi ini sejalan dengan tugas dan wewenang yang dimiliki KPK sebagaimana diamanatkan Undang-Undang KPK dan Peraturan Presiden Nomor 102 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dengan adanya supervisi KPK, diharapkan kasus ini dapat berlanjut ke pengadilan dan pelakunya segera diadili.
Baca juga: KKR Aceh Terlibat SPPD Fiktif Kembalikan Uang Kerugian Negara Rp 258 Juta, Ini Rincian Nominalnya
“Kami menilai pernyataan Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh bahwa kasus ini tidak dihentikan, tetapi dipulihkan, hanyalah permainan bahasa untuk mengelabui publik atas upayanya melindungi pelaku tindak pidana korupsim"
"Masih ada opsi lain yang seharusnya dapat ditempuh untuk memulihkan kerugian keuangan negara tanpa harus menggunakan cara-cara impunitas,” tuturnya.
Dalih Polresta Banda Aceh yang menghentikan kasus ini karena adanya Memorandum of Understanding (MoU) antara Kementerian Dalam Negeri, Kejaksaan, dan Kepolisian bukanlah alasan hukum yang sah.
MoU tersebut hanya kesepakatan yang dibuat antara Kementerian Dalam Negeri, Kejaksaan, dan Kepolisian. Kesepakatan mereka seharusnya tidak dapat mengesampingkan ketentuan undang-undang.
Apabila kesepakatan yang dibuat para pejabat itu dapat mengesampingkan ketentuan undang-undang, maka Indonesia akan menjadi negara kekuasaan (machstaat) dan kehilangan maknanya sebagai negara hukum.
Menurut Alfian, tidak ada alasan bagi Polresta Banda Aceh untuk menghentikan kasus ini.
Baca juga: MaTA Nilai Penghentian Kasus Dugaan Korupsi Perjalanan Dinas Fiktif di KKR Aceh tak Ada Dasar Hukum
Tindak pidana dan alat buktinya sudah sangat jelas. Penyidik harus segera melanjutkan penyidikan dan menetapkan tersangkanya.
“Penghentian kasus dugaan tindak pidana korupsi KKR Aceh oleh Polresta Banda Aceh hanya akan meningkatkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Polisi,” jelasnya.
Keputusan Polresta Banda Aceh menghentikan kasus ini menunjukkan bahwa institusi Kepolisian itu tidak peka dan tidak memiliki komitmen dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai kejahatan luar biasa.
Hal tersebut akan menjadi preseden buruk dalam upaya penegakan hukum tindak pidana korupsi.
Dengan adanya preseden ini, pejabat publik tidak akan segan lagi melakukan korupsi.
“Para koruptor bisa berlindung di balik skema pengembalian kerugian negara. Apabila perbuatan korupsinya terendus, para koruptor tinggal mengembalikan hasil curiannya dan perkara akan ditutup begitu saja,” tegasnya. (*)
Kasat Reskrim
Polresta Banda Aceh
Kompolnas
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Aceh
Serambi Indonesia
Serambinews
Dosen Prodi PSP USK Upgrade Skill, Terapkan Multimedia dan AI di Ruang Kuliah |
![]() |
---|
BKPRMI Banda Aceh dan BKKBN Aceh Jalin Sinergi Pembinaan Remaja & Ketahanan Keluarga Berbasis Masjid |
![]() |
---|
Hari ke-8 Operasi Patuh Seulawah Polda Aceh : 1.153 Pengendara Kena Tegur, 340 Ditilang |
![]() |
---|
Beras Mahal dan Langka, Dinas Pangan Aceh Awasi Pendistribusian Beras SPHP |
![]() |
---|
HUT Ke 25 Ikatan Adhyaksa Dharmakarini,Ketua IAD Aceh: Istri Jaksa Punya Peran dalam Penegakan Hukum |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.