Kebudayaan Aceh Tamiang
Cegah Alih Fungsi, Aceh Tamiang Perlu Bentuk Tim Cagar Budaya
Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang disarankan membentuk tim ahli cagar budaya
Penulis: Rahmad Wiguna | Editor: IKL
SERAMBINEWS.COM, KUALASIMPANG – Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang disarankan membentuk tim ahli cagar budaya. Fungsi tim ini sangat dibutuhkan untuk menjaga sekaligus mengembalikan bangunan cagar budaya yang sudah terlanjur disalah-fungsikan.
Dukungan ini kembali disuarakan anggota DPRK Aceh Tamiang, Muhammad Irwan usai meninjau sejumlah situs bersejarah. Menurutnya sejumlah situs bersejarah itu dalam kondisi kurang tertangani dengan baik, bahkan cenderung rusak.
“Ini menyangkut kelestarian sejarah dan budaya Aceh Tamiang, makanya keberadaan tim ini sangat penting dan mendesak,” kata Muhammad Irwan, Kamis (7/12/2023).
Secara pribadi, politisi Gerindra ini mengaku prihatin dengan kondisi cagar budaya di Aceh Tamiang yang terkesan terabaikan. Baru-baru ini, Wan Tanindo, sapaannya sempat melihat langsung situs bukit kerang di Kampung Masjid Sungai Iyu, Kecamatan Bendahara.
Dia menilai kondisi situs itu sangat memprihatinkan dan sama sekali tidak dikemas sebagai aset daerah. “Berdasarkan penelitian, bukit kerang situs satu-satunya yang tersisa di Asia Tenggara. Tapi kondisinya sama sekali tidak ada istimewanya, sangat memprihatinkan,” kata Wan Tanindo.
Baca juga: Tiga Kebudayaan Aceh Tamiang Telah Tercatat Sebagai Warisan Budaya tak Benda
Wan Tanindo juga menyoroti Istana Karang yang saat ini difugsikan sebagai Kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Aceh Tamiang. Dia khawatir jejak sejarah di bangunan istana hilang dan rusak karena aktivitas pegawai.
“Tim ini nantinya bisa mengkaji lagi apakah bangunan cagar budaya bisa dialiha-fungsikan sebagai fasilitas publik,” kata dia.
Usulan pembentukan tim cagar budaya ini sebelumnya disampaikan Ketua Dewan Kesenian Aceh (DKA) Aceh Tamiang, Nuriza Aulitami. Aulia mengingatkan persoalah mengalih fungsikan cagar budaya ini merupakan tindakan pidana berupa penjara 3-5 tahun dan/atau denda Rp 400 juta hingga Rp 1,5 miliar.
“Ancaman hukuman ini sudah sangat jelas diatur di Undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya,” kata dia.
Atas dasar inilah Aulia berharap Pemkab dan DPRK Aceh Tamiang serius memerhatikan bangunan cagar budaya agar tidak menjadi urusan hukum. Bahkan dia mengklaim perusakan ini telah tejadi sejak Aceh Tamiang berpisah dari Aceh Timur pada 2002.
“Kami memiliki data, kalau DPRK minta, kami siap menjabarkannya,” kata Aulia.
Aulia memang berharap DPRK Aceh Tamiang lebih berperan untuk melindungi cagar budaya ini. Upaya pelindungan ini bukan sekadar menjaga warisan leluhur, tapi juga melindungi masyarakat terjerumus hukum.
“Jangan karena kelalaian kita, masyarakat kita masuk penjara karena tidak tahu kalau cagar budaya itu tidak boleh dialih-fungsikan,” kata dia.
Sebelumnya Kabid Kebudayaan Disdikbud Aceh Tamiang, Mustafa Kamal ketika dikonfirmasi mengatakan kebutuhan tim ahli cagar budaya (TACB) di Aceh Tamiang memang sudah mendesak. Sebenarnya kata dia, Bidang Kebudayaan sudah pernah mencoba mengusulkan penganggaran untuk pengadaan TACB, tapi tidak disetujui.
“Usulan yang kami ajukan dicoret, meski begitu kami tetap bekerja sesuai dengan batas kemampuan kami, dengan harapan bahwa kebudayaan nantinya menjadi patron pembangunan di Aceh Tamiang,” kata Mustafa. (mad)
Baca juga: Kebudayaan Aceh Tamiang Berbeda dengan Daerah Lain, Pantun Tamiang ‘Tabu’ Disahuti Cakep
Dendang Lebah, Warisan Budaya tak Benda yang Mengisahkan Cinta Terlarang Raja Muda |
![]() |
---|
Pelintau, Silat Warisan Budaya tak Benda yang Terinspirasi dari Alam Liar |
![]() |
---|
Tengku Tinggi, Makam Sepanjang Tujuh Meter Diyakini Ulama Penyebar Islam Pertama di Aceh Tamiang |
![]() |
---|
Pemerintah Pusat Harus Dukung Kelestarian Melayu di Aceh |
![]() |
---|
Tiga Kebudayaan Aceh Tamiang Telah Tercatat Sebagai Warisan Budaya tak Benda |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.