Kebudayaan Aceh Tamiang
Dendang Lebah, Warisan Budaya tak Benda yang Mengisahkan Cinta Terlarang Raja Muda
Seni mengambil madu yang dilakukan masyarakat Aceh Tamiang dinyatakan sebagai Warisan Budaya tak Benda (WBTB) oleh Kemendikbudristek sejak 2020......
Penulis: Rahmad Wiguna | Editor: IKL
Laporan Rahmad Wiguna | Aceh Tamiang
SERAMBINEWS.COM, KUALASIMPANG - Seni mengambil madu yang dilakukan masyarakat Aceh Tamiang dinyatakan sebagai Warisan Budaya tak Benda (WBTB) oleh Kemendikbudristek sejak 2020. Siapa sangka, di balik indahnya budaya ini ada kisah cinta terlarang dan mutilasi yang dialami Raja Muda.
Dendang Lebah merupakan cara mengambil madu yang dilakukan masyarakat dengan cara berdendang. Cara ini sudah dilakukan secara turun temurun dengan tujuan tidak menyakiti lebah. Diyakini setelah mendengarkan dendang yang dilantunkan si pengambil madu, lebah bersedia meninggalkan sarang dan kembali ketika proses pengambilan madu selesai.
“Cara ini sama sekali tidak menyakiti lebah, tidak ada lebah yang mati. Ini termasuk menjaga kelestarian lebah madu,” kata pemerhati kebudayaan Aceh Tamiang, Muntasir Wan Diman, Sabtu (9/12/2023).
Wandiman berani memastikan cara yang dilakukan masyarakat Aceh Tamiang ini tidak ditemukan di daerah lain. “Kalau dendang lebah mungkin semua negeri ada, tapi khusus yang tidak menyakiti lebahnya hanya ada di Tamiang,” yakinnya.
Dikisahkan dendang lebah berawal dari kisah cinta Raja Muda atau putra mahkota dengan seorang Dayang. Namun hubungan ini tidak mendapat restu dari Raja. “Raja Muda mengabaikan larangan itu, sehingga Raja marah dan mengutuk Dayang menjadi lebah,” ungkap Muntasir.
Baca juga: Tiga Kebudayaan Aceh Tamiang Telah Tercatat Sebagai Warisan Budaya tak Benda
Pasca-pengutukan ini, Raja Muda dinikahkan dengan Putri Raja lain. Dalam sebuah momen dikisahkan Putri Raja tersebut ingin mengonsumsi madu.
“Raja Muda kemudian bersama istrinya mengambil madu dari pohon di sekitar istana. Proses pengambilan ini dilakukan dengan berdendang, merayu karena lebah itu kutukan Dayang,” kata Muntasir.
Proses ini awalnya berjalan lancar karena lebah pergi meninggalkan sarang dan kembali setelah madu diambil. Namun belakangan berubah menjadi petaka ketika mahluk di pohon itu mengetahui Raja Muda membawa besi ketika naik ke pohon.
“Mahluk itu marah membunuh Raja Muda dan memutilasi bagian tubuhnya,” kata Muntasir menjelaskan sejarah tersebut.
Kabar kematian ini sontak menggegerkan Istana. Setelah melalui proses panjang, akhirnya disepakati untuk menghidupkan kembali Raja Muda.
Muntasir kemudian menjelaskan kisah ini juga yang menambah gelar Raja Muda Sedia.
“Artinya setelah dimutilasi, Raja dihidupkan kembali seperti sedia kala,” sammbungnya.
Baca juga: Kebudayaan Aceh Tamiang Berbeda dengan Daerah Lain, Pantun Tamiang ‘Tabu’ Disahuti Cakep
Riwayat ini secara turun temurun masih dipelihara oleh masyarakat Aceh Tamiang, termasuk pantangan membawa senjata atau benda berbahaya ketika mengambil madu. Berkat riwayat ini, kelestarian lebah madu masih terjaga dan produksi madu asal Aceh Tamiang tergolong berkualitas tinggi. (mad)
Pelintau, Silat Warisan Budaya tak Benda yang Terinspirasi dari Alam Liar |
![]() |
---|
Tengku Tinggi, Makam Sepanjang Tujuh Meter Diyakini Ulama Penyebar Islam Pertama di Aceh Tamiang |
![]() |
---|
Pemerintah Pusat Harus Dukung Kelestarian Melayu di Aceh |
![]() |
---|
Cegah Alih Fungsi, Aceh Tamiang Perlu Bentuk Tim Cagar Budaya |
![]() |
---|
Tiga Kebudayaan Aceh Tamiang Telah Tercatat Sebagai Warisan Budaya tak Benda |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.