Breaking News

Rohingya

Ketua MPU Aceh Terkait Penolakan Pengungsi Rohingya: Mereka Tamu, Selesaikan Kewajiban Kita

“Tidak mengenal tamu itu agamanya apa, bangsanya apa, dan daerahnya apa. Siapa pun tamu yang datang ke tempat kita, itu wajib kita muliakan"

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Taufik Hidayat
KOLASE SERAMBINEWS.COM
Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk Faisal Ali terkait dengan gelombang kedatangan pengungsi Rohingya di Aceh. 

Ketua MPU Aceh Terkait Penolakan Pengungsi Rohingya: Mereka Tamu, Selesaikan Kewajiban Kita

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Gelombang kedatangan pengungsi Rohingya ke Aceh telah menimbulkan penolakan oleh masyarakat.

Pertengahan November 2023, masyarakat Kabupaten Bireuen dan Aceh Utara menolak kedatangan kembali para imigran pengungsi Rohingya ke wilayah mereka.

Kapal berisi ratusan pengungsi Rohingya itu sudah beberapa kali ditarik ke laut sebelum akhirnya diizinkan mendarat.

Terbaru, warga Kota Sabang juga menolak kehadiran pengungsi Rohingya yang mendarat pada Sabtu (2/12/2023) pukul 2.30 WIB dini hari.

Gelombang penolakan tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat Aceh saja, sejumlah warganet khususnya di media sosial Twitter dan TikTok juga menyuarakan penolakan kedatangan pengungsi Rohingya ke Indonesia.

Baca juga: Terungkap Pengungsi Rohingya Berdatangan ke Aceh: Tiket ke Indonesia Lebih Murah daripada Malaysia

Masyarakat Sabang lakukan dialog dengan Wakapolres Sabang, Salmidin di depan Dermaga CT-1 BPKS Sabang, Rabu (6/12/2023) sore ini. Kedatangan masyarakat ini untuk menolak penempatan para pengungsi etnis Rohingya di dermaga BPKS itu.
Masyarakat Sabang lakukan dialog dengan Wakapolres Sabang, Salmidin di depan Dermaga CT-1 BPKS Sabang, Rabu (6/12/2023) sore ini. Kedatangan masyarakat ini untuk menolak penempatan para pengungsi etnis Rohingya di dermaga BPKS itu. (For Serambinews.com)

Menanggapi hal tersebut, Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk Faisal Ali mengatakan, masalah Rohingya adalah masalah kemanusiaan.

Sehingga, kata ulama yang akrab di sapa Abu Sibreh ini, masyarakat Islam dituntut untuk menjalankan perintah Allah yang disampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW tentang anjuran menjamu tamu.

Ketua MPU Aceh ini kemudian mengutip hadis Rasulullah SAW, yang artinya “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamu”. (H.R. Bukhari dan Muslim).

“Tidak mengenal tamu itu agamanya apa, bangsanya apa, dan daerahnya apa. Siapa pun tamu yang datang ke tempat kita, itu wajib kita muliakan selama tiga hari. Setelah tiga hari tidak lagi hukumnya wajib, tapi hukum sunnah,” jelas Abu Sibreh dihubungi Serambinews.com, Kamis (7/12/2023).

Terlepas dari framing negatif, etnis Rohingya merupakan tamu yang harus dimuliakan.

Artinya, mereka berhak mendapatkan makanan, pakaian, jamuan atau apapun yang memudahkan dalam menjamunya.

Namun setelah itu, Abu Sibreh menjelaskan, usailah kewajiban penjamuan dan menjadi tanggung jawab pemerintah selaku pemangku kebijakan.

“Jangan sampai, karena banyaknya informasi negatif yang menggambarkan kekurangan-kekurangan mereka, seolah menepis dan menihilkan kewajiban kita sesama muslim ataupun sekadar selaku manusia,” jelasnya.

Baca juga: Pengungsi Rohingya Terdampar di Aceh Rupanya Disengaja, Polisi Temukan Dalangnya: Dipatok Rp 14 Juta

Menurut Ketua MPU Aceh, jangankan manusia yang jelas-jelas korban kezaliman bangsanya, hewan saja yang terancam mati di depan mata berhak mendapatkan pertolongan walau setetes air.

Apalagi etnis Rohingya yang dibuang oleh bangsanya, ditolak dimana-mana, terkutang-katung di lautan berhari-hari, terlabih mayoritasnya adalah anak-anak dan perempuan.

Sungguh Allah tidak meminta pertanggungjawaban atas apa yang mereka lakukan di luar sana kepada ummat Islam di Aceh, tapi yang Allah minta adalah, rakyat Aceh dan ummat Islam Indonesia menerima saudara seiman sebagai tamu.

Pengawasan Lemah

Sejak kedatangan pengungsi Rohingya di Aceh, sejumlah warga telah mengeluhkan dengan perilaku mereka yang melanggar adat dan bahkan melakukan perbuatan mencuri.

Tak hanya itu, keresehaan warga semakin tinggi dengan seringnya pengungsi Rohingya kabur dari tempat penampungan sementara di Aceh.

Berdasarkan laporan terbaru pada Rabu (6/12/2023), sebanyak 16 pengungsi Rohingya melarikan diri dari lokasi penampungan di bekas Gedung Imigrasi Lhokseumawe, Aceh

Bahkan, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kota Sabang mendesak Komisariat Tinggi PPB urusan Pengungsi (UNHCR) untuk segera memindahkan seratusan pengungsi Rohingya yang mendarat pada Sabtu (2/12/2023) dari wilayah Sabang.

Alasannya, Pemerintah Kota Sabang dan masyarakat tak ingin terjadi hal-hal di luar kendali terkait dengan mendaratnya pengungsi Rohingya di Pulau Weh.

Ketua MPU Aceh, Tgk Faisal Ali mengatakan, kondisi seperti ini adalah bentuk kelemahan pemerintah dalam mengawasi mereka.

Kapal para pengungsi Rohingya semakin dekat dengan Pantai Kuala Pawon, Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, Aceh, Kamis (16/11/2023). Tapi kehadiran mereka kali ini ditolak warga setempat
Kapal para pengungsi Rohingya semakin dekat dengan Pantai Kuala Pawon, Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, Aceh, Kamis (16/11/2023). Tapi kehadiran mereka kali ini ditolak warga setempat (SERAMBINEWS.COM/YUSMANDIN IDRIS)

“Ketidakjelasan dan kelemahan-kelemahan pemerintah dalam penanganan saudara-saudara kita dari Rohingya itu, jadi akhirnya yang diprovokasi masyarakat Aceh agar menolak,”

“Sehingga yang jelek itu mayarakat Aceh bukan kebijakan pemerintahnya. Seakan-akan masyarakat Aceh itu tidak lagi berperikemanusiaan,” ucap Abu Sibreh.

Ketua MPU Aceh ini menegaskan, apabila pemerintah tidak sanggup dalam mengurus pengungsi Rohingya, untuk segera melakukan komunikasi dengan UNHCR.

“Pemerintah kalau tidak memiliki kesiapan buat pernyataan bagaimana penangan mereka, kalau itu berhak di UNHCR maka dorong UNHCR,” ucapnya.

Ketua MPU Aceh berharap pemerintah memiliki kebijakan yang tegas, seperti mengembalikan pengungsi Rohingya itu ke negara asalnya.

Lebih lanjut, Abu Sibreh mengungkapakan kebingungannya dengan penjagaan di laut, sehingga kapal-kapal yang membawa ratusan pengungsi Rohingya ini bisa masuk ke perairan Indonesia dan mendarat di Aceh.

“Ini menjadi aneh, kenapa mereka bisa mendarat di Aceh. Sedangkan pengawasan di laut itu bagaimana?,” ungkapnya.

Menurut Abu Sibreh, pemerintah bisa mengambil langkah dengan melakukan penghaluan kapal-kapal pengungsi Rohingya ini untuk masuk ke perairan Indonesia.

“Kalau pemerintah mau menolak kapal pengungsi Rohingya ini harus dilakukan di tengah laut dan kembalikan mereka ke kampungnya, selesai masalah,” tegas Ketua MPU.

Disamping itu, Abu Sibreh mengapresiasi kerja keras kepolisian yang berhasil membongkar sindikat penyelundupan pengungsi Rohingya ke Aceh.

Diketahui, Polres Pidie berhasil mengungkapkan dalang dibalik gelombang kedatangan pengungsi Rohingya ke Kabupaten Pidie, Aceh pada pertengahan November 2023 lalu.

Seorang warga negara (WN) Bangladesh Husson Mukhtar (70), sudah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus ini.

Husson Mukhtar merupakan kapten dari kapal yang membawa 147 rohingya ditangkap mendarat di pesisir pantai Muara Tiga pada 14 November 2023.

Kini Husson Mukhtar ditahan di Mapolres Pidie, sementara ada ada tiga orang lainnya masih menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) yakni Nababai, Saber dan Zahrangi.

Nababai, Saber dan Zahrangi masih dalam pengejaran polisi setelah melompat dari kapal dan melarikan diri ke hutan.

Mereka merupakan dalang dalam aksi penyelundupan pengungsi Rohingya ke Aceh menggunakan kapal dari kamp pengungsi Bangladesh.

“Kita apresiasi ada pendalaman dan penangkapaan orang yang menggerakan pengungsi Rohingya ke Aceh. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved