Kilas Balik Tsunami Aceh 2004

Kisah Dihra Menantang Maut dengan Tong Sampah dan Sepotong Kayu saat Tsunami Aceh 2004

Segera saja dia meloncat ke dalam tong sampah yang di dalamnya masih terdapat banyak sampah bau busuk.

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Ansari Hasyim
DOKUMEN HARIAN SERAMBI INDONESIA
Seorang ayah dibantu rekannya berusaha sekuat tenaga menyelamatkan putrinya yang diseret gelombang tsunami dalam Krueng Aceh di bawah Jembatan Pante Pirak, Banda Aceh, Minggu, 26 Desember 2004. Foto ini baru diperoleh kembali hari Kamis 13 Januari 2005 setelah seseorang mengantar kamera Serambi yang sempat hilang ketika bencana tsunami terjadi. (Serambi/Bedu Saini) 

Kisah Dihra Menantang Maut dengan Tong Sampah dan Sepotong Kayu saat Tsunami Aceh 2004

SERAMBINEWS.COM – Nadiratul Uhra, seorang siswa MTSN Model Banda Aceh berusia 13 tahun (saat Tsunami 26 Desember 2004) menantang mau dengan meloncat ke dalam tong sampah yang dibawa oleh tsunami.

Kisah dirinya berusaha untuk bertahan hidup dalam terjangan tsunami, tak akan pernah dilupakannya.

Hari ini, 19 tahun yang lalu atau tepatnya 26 Desember 2004, menjadi peristiwa yang paling memilukan bagi Dihra dan masyarakat Aceh. 

Gempa berkekuatan 9,0 SR dan gelombang tsunami setinggi 30 meter, menghantam sebagian wilayah Aceh, menjadi lembaran duka dalam sejarah Indonesia.

Kejadian itu terjadi pada hari Minggu, hari yang semestinya bisa digunakan oleh masyarakat untuk beristirahat, berkumpul bersama keluarga, dan menikmati libur akhir pekan bersama.

Tapi tidak dengan Minggu saat itu, masyarakat justru harus berhadapan dengan alam yang tengah menunjukkan kekuatannya.

Baca juga: Kisah Putri Diselematkan Sebuah Jerigen saat Tsunami Aceh 2004: Saya Peluk Erat dan Terombang-ambing

Satu-satunya rumah yang tersisa di Desa Lambung, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh setelah tsunami 26 Desember 2004 itu. Jelang dewasa, kawasan ini adalah rumah keduaku. Terlalu banyak kenangan di sini. Tempat belajar, bermain, tertawa, dan ...I Love You, Lambung. Foto ini saya rekam, Rabu (14 hari setelah tsunami) Pukul 16:58 Wib, dari depan lorong Merpati itu.
Satu-satunya rumah yang tersisa di Desa Lambung, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh setelah tsunami 26 Desember 2004 itu. Jelang dewasa, kawasan ini adalah rumah keduaku. Terlalu banyak kenangan di sini. Tempat belajar, bermain, tertawa, dan ...I Love You, Lambung. Foto ini saya rekam, Rabu (14 hari setelah tsunami) Pukul 16:58 Wib, dari depan lorong Merpati itu. (SERAMBINEWS.COM/M ANSHAR)

Ratusan ribu nyawa manusia menjadi korban dari bencana mahadahsyat di abad ini.

Sebuah arsip berita Harian Serambi Indonesia edisi Minggu, 9 Januari 2005, bercerita tentang kisah Nadhiratul Uhra, putri bungsu Ketua Mahkamah Syar'iyah Aceh, Drs H Sofyan Muhammad Saleh SH  (saat itu), yang selamat dari tsunami berkat tong sampah.

Sofyan menjabat sebagai Ketua Mahkamah Syar'iyah Aceh sejak 1 November 2000 hingga 1 Juli 2008.

Artikel ini ditayangkan kembali untuk memperingati 19 tahun bencana Tsunami Aceh 2004, Selasa (26/12/2023).

 

Tong Sampah Selamatkan Dihra Dari Ganasnya Tsunami

Hadhiratul Uhra putri bungsu Ketua Mahkamah Syar'iyah Aceh, Drs H Sofyan Muhammad Saleh SH (saat itu) selamat dari ganasnya gelombang tsunami yang melanda Kota Banda Aceh, Minggu (26/12/2004) lalu.

Hadhiratul Uhra yang sehari-hari dipanggil Dihra (berusia 13 tahun pada saat tsunami), pelajar kelas 1 MTSN Model Banda Aceh itu bisa selamat berkat ketenangannya menghadapi maut.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved