Breaking News

Sejarah Aceh

Ketika Malaysia Tak Mengakui dan Menangkap Pengungsi Warga Aceh: Harus Berlindung Dibalik UNHCR

Menurut laporan data Badan PBB urusan Pengungsi (UNHCR) pada September 2003, bahwa ada 8.000-9.000 orang dari Aceh di Malaysia.

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Ansari Hasyim
AFP FOTO/ UMAR
Setidaknya 5.000 warga desa Aceh Utara berkumpul di kota Pedada, 60 km dari Lhokseumawe pada 27 Mei 1999 untuk meninggalkan rumah mereka di tengah kekhawatiran militer yang memburu anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM). 

Lubbers mengatakan bahwa rencana mendeportasi pengungsi Aceh bertentangan dengan jaminan yang diberikan oleh pihak berwenang Malaysia.

Di mana jaminan tersebut menyatakan bahwa para pencari suaka "tidak akan dikembalikan ke situasi yang dapat membahayakan nyawa dan kesejahteraan mereka.

Setidaknya 5.000 warga desa Aceh Utara berkumpul di kota Pedada, 60 km dari Lhokseumawe pada 27 Mei 1999 untuk meninggalkan rumah mereka di tengah kekhawatiran militer yang memburu anggota  Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Setidaknya 5.000 warga desa Aceh Utara berkumpul di kota Pedada, 60 km dari Lhokseumawe pada 27 Mei 1999 untuk meninggalkan rumah mereka di tengah kekhawatiran militer yang memburu anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM). (AFP FOTO/ UMAR)

Dalam pernyataan pers yang dikeluarkan dari Jenewa, UNHCR menyatakan bahwa mereka sangat prihatin setelah mengetahui bahwa pihak berwenang Malaysia mendeportasi tujuh pencari suaka yang berasal dari provinsi Aceh di Indonesia, meskipun ada permintaan dari Komisaris Tinggi minggu ini untuk moratorium.

Meskipun ada kritik dan tekanan internasional, penggerebekan polisi Malaysia terhadap orang Indonesia terus berlanjut. 

Tidak ada perbedaan yang dibuat antara orang Indonesia yang tidak memiliki dokumen, pencari suaka, dan pengungsi

Misalnya, polisi Malaysia menggerebek pemukiman Indonesia di Limau Manis dekat Kuala Lumpur pada tanggal 16 September 2003.

Mereka mengatakan bahwa 167 pekerja migran tanpa izin kerja yang sah telah ditahan dan akan dideportasi. 

Saksi mata melaporkan bahwa ada banyak warga Aceh di antara mereka yang ditahan.

Pada Oktober 2003, polisi Malaysia menggerebek sebuah kamp pekerja tidak berdokumen di Penang dan kembali menangkap sejumlah warga Indonesia, termasuk 33 warga Aceh.

Organisasi hak asasi manusia Malaysia, SUARAM (Suara Rakyat Malaysia), melaporkan bahwa empat dari mereka diyakini memegang surat perlindungan sementara yang dikeluarkan UNHCR

Pada bulan Januari 2004, sebuah organisasi Malaysia, Solidaritas untuk Aceh, dan Organisasi Mondiale Contre la Torture (Organisasi Dunia Menentang Penyiksaan), melaporkan bahwa setidaknya 40 pencari suaka asal Aceh ditangkap.

Itu terjadi setelah polisi Malaysia menggerebek pemukiman komunitas migran di Kampung Sungai Nibong, Penang pada 25 Januari 2004.

Pada 21 Februari 2004, Kelompok Dukungan Penang untuk Aceh melaporkan 10 pencari suaka asal Aceh ditangkap dalam penggerebekan polisi di Bukit Jambul. 

Warga Aceh tersebut ditahan di Kantor Polisi Distrik Barat Daya Penang dengan harapan nantinya mereka akan dipindahkan ke pusat penahanan Juru untuk persiapan deportasi.

Bukti di atas menunjukkan bahwa, meskipun sebagian besar tidak dilaporkan, deportasi terhadap warga Aceh sering terjadi sebagai bagian dari deportasi yang lebih luas terhadap semua warga Indonesia yang tidak memiliki dokumen di Malaysia.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved