Berita Banda Aceh
11 Organisasi Perempuan Aceh Sesalkan Pengusiran Pengungsi Rohingya oleh Mahasiswa
Sebelas organisasi di Aceh yang berkomitmen melindungi hak-hak perempuan dan anak, menyesalkan tindakan pengusiran pengungsi Rohingya
Penulis: Yarmen Dinamika | Editor: Faisal Zamzami
Pihak media massa juga disarankan untuk menyampaikan informasi terkait isu Rohingya dengan menggunakan prinsip jurnalisme damai (peace journalism).
Di sisi lain, United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) dan International Organization for Migration (IOM) juga diingatkan untuk memastikan hak-hak pengungsi terpenuhi, terutama hak atas keamanannya.
"Kami mendukung upaya diplomasi dan kerja sama internasional dalam menangani akar masalah isu Rohingya. Solusi jangka panjang harus melibatkan komitmen global untuk menyelesaikan konflik, mengatasi penyebab utama pengungsian, dan memastikan keberlanjutan perdamaian," bunyi butir terakhir pernyataan sikap itu.
Baca juga: Ketua MPU Aceh Serahkan Bantuan Untuk Rohingya, Lem Faisal: Pemerintah Harus Memberi Solusi
Selain menyampaikan pernyataan sikap, sebelas pimpinan organisasi/LSM perempuan itu juga menuliskan kronologi masuknya migran atau pengungsi Rohingya ke Aceh dan bagaimana penerimaan dan bantuan masyarakat Aceh terhadap mereka sebelum terjadinya aksi pengusiran paksa oleh sekelompok mahasiswa pada 27 Desember lalu itu.
Disebutkan bahwa pengungsi Rohingya masuk ke Aceh pertama kali pada awal tahun 2009. Pada waktu itu, banyak perahu pengungsi Rohingya yang terdampar di perairan Aceh. Nelayan dan warga setempat secara spontan memberikan pertolongan, memberikan makanan, air, dan bantuan kemanusiaan lainnya kepada migran yang tiba.
Pertolongan dari nelayan Aceh terhadap pengungsi Rohingya mencerminkan sikap kepedulian dan solidaritas masyarakat lokal terhadap mereka yang mengalami krisis kemanusiaan.
Meskipun tidak ada kewajiban hukum untuk memberikan bantuan, warga Aceh menunjukkan semangat kemanusiaan dengan membantu pengungsi yang tengah menghadapi kondisi sulit dan risiko kehidupan yang tinggi.
Penting pula untuk dicatat bahwa sejak saat itu, peristiwa serupa terjadi kembali di beberapa kesempatan, dan respons positif dari masyarakat Aceh terhadap pengungsi Rohingya terus berlanjut.
Namun, ketika di akhir tahun 2023 dan hadirnya lebih dari 100 pengungsi Rohingya, dan terkesan lambatnya respons pemerintah, ditambah dengan terbatasnya informasi tentang fakta-fakta atas situasi kekerasan yang dialami etnis Rohingya di negara asalnya, berpotensi semakin banyaknya berita hoaks dan narasi kebencian terhadap etnis Rohingya.
Kejadian yang sangat memprihatinkan terkait pengungsi Rohinya di Aceh, ketika sejumlah mahasiwa yang menamakan dirinya Mahasiswa Nusantara melakukan pengusiran 137 orang pengungsi Rohingya yang didominasi perempuan dan anak-anak di Balai Meusuraya Aceh (BMA) pada Rabu, 27 Desember 2023.
Meski Indonesia belum menandatangani Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967, tetapi Indonesia telah memiliki Undang-undang Hak Asasi Manusia, serta lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.
Pada Pasal 1 ayat (1) Perpres dimaksud menyebutkan bahwa “Pengungsi dari luar negeri yang selanjutnya disebut pengungsi adalah orang asing yang berada di wilayah Negara Kesatuan republik Indonesia disebabkan ketakutan yang beralasan akan persekusi dengan alasan ras, suku, agama, kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial tertentu dan pendapat politik yang berbeda serta tidak menginginkan perlindungan dari negara asalnya dan/atau telah mendapatkan status pencari suaka atau status pengungsi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Komisariat Tinggi Urusan Pengungsi di Indonesia.”
Merujuk pada regulasi tersebut di atas, maka para pendatang dari Rohingya yang terdiri atas laki-laki dan perempuan dewasa, anak laki-laki dan anak perempuan, serta perempuan dalam kondisi hamil masuk dalam kategori sebagai pengungsi.
"Sehubungan dengan itu, sebagai organisasi-organisasi yang berkomitmen untuk melindungi hak-hak perempuan dan anak, kami sangat prihatin dengan situasi ini," tulis mereka.
Organisasi-organisasi yang menandatangani pernyataan di bawah ini memandang bahwa penemuan, kedatangan, penampungan, pengamanan, dan pengawasan keimigrasian pengungsi tersebut harus dilakukan secara tepat, yaitu sesuai dengan aturan yang berlaku dan dengan memperhatikan pemenuhan hak-hak mereka sebagai manusia, terutama kebutuhan khusus perempuan dan anak. (*)
Baca juga: Hasil Liga Arab Saudi: Al Nassr Bungkam Al Taawoun, Cristiano Ronaldo Tutup Tahun 2023 dengan 54 Gol
Baca juga: Baim Wong Lapor Polisi, Cari Pelaku Penipuan yang Mengatasnamakan Dirinya
Baca juga: Kala Warga Aceh Pernah Jadi Pengungsi di Malaysia, Diburu Polisi dan Diusir: Hidup Dalam Ketakutan
Doto Popon Kembali Nahkodai Asklin Aceh, Siap Perkuat Sinergi Klinik dengan Pemerintah |
![]() |
---|
Sore Ini, Anggota DPRA Khalid Sambut Mahasiswa Baru asal Thailand yang Belajar di Aceh |
![]() |
---|
Profil Rachmat Fitri, Mantan Kadisdik Aceh Korupsi Poyek Wastafel Rp43 Miliar, Putra Asli Aceh Barat |
![]() |
---|
Tidak Ada Instruksi Kibarkan Bintang Bulan Pada Peringatan 20 Tahun Damai Aceh |
![]() |
---|
Anggaran Belanja Pemerintah Kota Banda Aceh Bertambah Rp 19 M |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.