Jurnalisme Warga
Dahsyatnya Dapur Dashat untuk Cegah Stunting
Kini permasalahan stunting menjadi topik panas, semakin viral menggelinding dan laris manis digoreng menjadi topik bahasan di semua kalangan, mulai da

SRI MULYATI MUKHTAR, S.K.M., M.K.M., Promotor Kesehatan Masyarakat pada RSU Cut Meutia Aceh Utara dan Pengurus Persatuan Ahli Gizi Cabang Aceh Utara, melaporkan dari Buket Rata, Kota Lhokseumawe
Reportase ini saya tulis untuk berbagi pengalaman ketika saya mendampingi Tim Dapur Sehat Atasi Stunting (Dashat) dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DPM-PPKB) Kabupaten Aceh Utara dari tanggal 5 hingga 16 Desember 2023.
Saya yang ahli gizi dan teman-teman ahli gizi lainnya menjadi narasumber mewakili Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) Cabang Aceh Utara. Kami diminta kerja sama untuk memandu Dashat di 72 gampong terpilih di wilayah Kabupaten Aceh Utara.
Kini permasalahan stunting menjadi topik panas, semakin viral menggelinding dan laris manis digoreng menjadi topik bahasan di semua kalangan, mulai dari pejabat pengambil kebijakan sampai ibu rumah tangga di seluruh penjuru negeri. Namun, tetap saja persoalan stunting ini belum ada strategi yang teramat jitu untuk mengendalikannya.
Kondisi stunting terkini dari hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 yang dirilis tahun 2023 menunjukkan adanya penurunan prevalensi stunting di Indonesia sebesar 21,6 persen. Lebih rendah dari tahun 2021, yaitu 24,4 % . Namun, tetap saja angka ini jauh dari harapan yang ditargetkan sebesar 14 % pada tahun 2024. Artinya, diperlukan penurunan rata-rata 3,8 % per tahunnya.
Logikanya, stunting bukan hanya persoalan tinggi badan, sangat perlu kita khawatirkan dampak jangka panjang dari stunting berupa gangguan perkembangan kognitif dan risiko terkena penyakit degeneratif yang berimbas pada produktivitas di masa depan sang anak.
Minimnya edukasi dan literasi pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) tentang pola makan ibu hamil, ibu menyusui, Air Susu Ibu (ASI), Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), termasuk rendahnya konsumsi sumber protein hewani dan pengolahan sumber pangan lokal menjadi penyebab mendasar.
Tentunya keluargalah yang menjadi aktor kunci dalam mengatasi stunting. Keluarga mesti memiliki kesadaran untuk memprioritaskan pemenuhan asupan gizi keluarga. Untuk itu, BKKN telah meluncurkan program Dashat dalam upaya percepatan penurunan stunting.
Tujuan Dashat adalah untuk memberikan edukasi dan pemahaman kepada ibu-ibu di Indonesia sebagai agen perubahan tentang pentingnya gizi seimbang bagi anak untuk mencegah stunting.
Melalui Dashat, peserta diberi sosialisasi terkait pangan lokal yang terjangkau, bercita rasa, dan bergizi baik.
Program ini lebih ditujukan untuk keluarga berisiko stunting (KBS), yaitu keluarga yang memiliki satu atau lebih faktor risiko stunting yang terdiri atas keluarga yang memiliki anak remaja/calon pengantin/ibu hamil/ibu menyusui/bayi, baduta, dan balita.
Untuk itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Utara melalui DPM-PPKB menggelar kegiatan Dashat di 72 gampong terpilih yang melibatkan kerja sama tim antara DPM-PPKB, Persagi Aceh Utara, dan Koordinator Penyuluh KB di setiap kecamatan.
Sebelumnya, tim Persagi telah menyusun menu lima hari untuk lima kali kunjungan per gampong yang diperuntukkan bagi keluarga berisiko stunting. Dimulai dari menu ibu hamil, ibu menyusui, bayi, balita, remaja hingga calon pengantin (catin) dan telah dihitung pula komposisi kandungan gizi masing-masingnya.
Setiap gampong yang dikunjungi difasilitasi oleh seorang ahli gizi untuk memberikan edukasi dan cara pengolahan serta penyajian menu gizi seimbang sesuai dengan daur kehidupannya.
Saya bersama para ahli gizi lainnya memberikan edukasi pada peserta dapur dashat yang dimulai dari 1.000 HPK, mengingat stunting hanya dapat dicegah saat anak di bawah usia dua tahun karena pertumbuhan sel otak anak berlangsung maksimal 80 % di usia ini. Oleh karena itu, sangatlah penting menjaga menu seimbang untuk ibu hamil dan ibu menyusui serta ASI eksklusif diberikan dari usia 0-6 bulan
Selepas masa ASI eksklusif, ASI tetap dilanjutkan sampai usia dua ahun, dibarengi dengan memberikan MP-ASI yang berkualitas dan kuantitasnya dengan menggunakan bahan pangan lokal. Dimulai dengan memperkenalkan bubur, nasi tim saring, nasi tim, dan nasi biasa sesuai dengan tahapan umurnya.
Penting pula memberikan telur setiap hari satu butir untuk balita, mengingat telur adalah protein yang bernilai biologi tinggi dengan harga yang juga terjangkau dan mudah didapatkan.
Di samping pada 1.000 HPK, sangat penting juga memperhatikan jauh sebelum 1.000 HPK terjadi, yaitu remaja putri dan catin, karena mereka merupakan calon ibu yang kelak akan melahirkan. Permasalahan di usia ini adalah sering terjadi anemia. Padahal, saat persiapan hamil tubuh kita harus dalam keadaan status gizi baik yang tercukupi zat-zat gizi, misalnya zat besi, asam folat, dan kalsium.
Pada setiap kunjungan ahli gizi peserta Dashat diajarkan cara mengolah menu-menu yang diinovasi secara kreatif oleh peserta dibarengi demo memasak langsung serta penyajian menarik.
Peserta Dashat juga diajarkan cara memasak menggunakan bahan pangan lokal yang tersedia di sekitar gampong mereka.
Kalau letaknya di pinggir laut maka kita olah ikan laut menjadi makanan yang menarik untuk balita, seperti sate ikan dan bakso ikan. Kami sampaikan ke ibu-ibu bahwa semua ikan kaya protein, tidak mesti ikan salmon yang harganya selangit. Ikan kembung yang mudah kita dapat pun tak kalah kandungan gizinya daripada ikan salmon.
Dalam edukasi kami sampaikan bahwa negeri ini kaya hasil bumi, sayur-sayuran dapat ditanam di pekarangan, dan kalaupun harus membeli dapat mudah ditemui di pasar-pasar dengan harga terjangkau.
Bumbu-bumbu makanan juga dapat diolah sendiri karena kita kaya akan rempah alami, seperi merica, ketumbar, jintan, dan lain-lain, diracik dengan tangan sendiri lebih enak. Tidak perlu beli bumbu instan yang kaya pengawet.
Dari kunjungan-kunjungan yang berlangsung lima kali di masing-masing gampong terlihat perkembangan pemahaman peserta dalam pengolahan dan penyajian menu. Peserta sangat antusias dan semangat luar biasa untuk belajar mengolah dan menyajikan makanan dengan sangat menarik.
Kalau di hari-hari awal peserta Dashat lebih banyak diam mendengarkan dan cenderung tidak berani mencoba, tetapi pada hari-hari berikutnya sudah berani berinovasi melakukan pengolahan menu sendiri secara benar tanpa perlu bantuan.
Mereka juga semakin paham cara menghidangkan porsi makanan sesuai kebutuhan dan juga menghitung porsi dari ukuran gram diterjemahkan dalam ukuran rumah tangga, misalnya 100 gram nasi sama dengan 10 sendok makan dan lainnya.
Dari kegiatan tersebut kami para ahli gizi sangat puas karena telah bisa meningkatkan pemahaman ibu-ibu tentang gizi menu seimbang dan ternyata perubahan perilaku akan cepat terjadi bila disertai praktik langsung, bukan teori semata.
Reportase ini mudah-mudahan menjadi catatan bagi para pihak, ternyata program Dashat sangat dahsyat mengubah perilaku masyarakat, khususnya ibu dalam pengolahan dan penyajian makanan bagi keluarganya. Andaikan semua desa/gampong mendapatkan kegiatan seperti ini maka setiap anak yang lahir akan mendapatkan asupan makanan dengan gizi seimbang dan akan lahir generasi bebas stunting. Semoga prevalensi stunting di Indonesia dan di Aceh khususnya cepat turun.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.