Opini
Aceh Bersih dari Narkoba, Tantangan dan Harapan
Artinya dalam setahun terakhir, dari 10 ribu penduduk Indonesia berusia 15-64 tahun, ada 173 orang yang terpapar narkoba. Hasil Penelitian menemukan b
Kombes Pol Dr Beridiansyah SH SS MH, Kepala BNN Kota Banda Aceh
APAKAH narkoba merupakan ancaman terhadap kehancuran peradaban manusia yang merupakan kejahatan serius (felony) atau kejahatan ringan (misdemeanor)? Dalam tulisan akan digambarkan tentang penyalahgunaan narkoba, dengan satu harapan terbangun kesadaran bersama bahwa kita harus memosisikan kejahatan penyalahgunaan narkoba sebagai kejahatan extraordinary crime.
Bukan kejahatan konvensional. Sehingga kita dapat mengambil peran kita masing-masing demi menyelamatkan generasi bangsa agar tidak terpengaruh dari penyalahgunaan narkoba guna mewujudkan Aceh Bersinar (bersih narkoba). Metode penulisan ini bersifat deskriptif kuantitatif mempergunakan data-data berupa angka yang dihasilkan dari keadaan sebenarnya.
Penyalahgunaan narkoba terjadi jauh sebelum munculnya peradaban modern saat ini. Yaitu dimulai pada abad 2000 SM di Samaria yang dikenal dengan opium dan candu, perkembangan selanjutnya narkoba menjadi ladang bisnis yang subur bagi pengedar karena akan menghasilkan keuntungan yang sangat besar walaupun dengan risiko hukuman mati yang akan dijatuhkan oleh negara.
Namun sanksi hukum pidana belum mampu untuk menghentikan langkah para bandar narkoba. Upaya pemerintah terus dilakukan baik melalui upaya soft power approach melalui pencegahan, hard power approach melalui pemberantasan dan smart power approach melalui teknologi informasi.
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 adalah bentuk tanggung jawab negara untuk menyelamatkan bangsa dari ancaman bahaya narkoba, dengan ancaman tertinggi hukuman mati ditetapkan terhadap para bandar narkoba.
Aparat penegak hukum polisi, BNN dan masyarakat terus bersinergi untuk menyelamatkan generasi bangsa dari kehancuran akibat penyalahgunaan narkoba. Data yang dirilis BNN RI Indonesia pada tahun 2023 mengalami penurunan dari 1,95 persen pada tahun 2021 menjadi 1,73 % pada tahun 2023 atau 3,3 juta orang.
Artinya dalam setahun terakhir, dari 10 ribu penduduk Indonesia berusia 15-64 tahun, ada 173 orang yang terpapar narkoba. Hasil Penelitian menemukan bahwa dari 10 ribu laki-laki, 241 di antaranya terpapar narkoba. Sedangkan dari 10 ribu penduduk perempuan hanya 103 orang yang terpapar.
Drugs report 2023 yang diakses Komparatif.id (16/8/2023) secara keseluruhan para pelaku penyalahguna narkoba di Aceh yang kini berada dibalik jeruji berjumlah 3.404 orang. Jumlah tersebut bisa saja mengalami peningkatan ketika kita tidak menganggap bahwa narkoba adalah permasalahan yang serius di lingkungan kita.
Meningkatnya penyalahgunaan narkoba ini apabila dikorelasikan dengan Social Bond Theory Travis Hirschi 1960, bahwa individu cenderung tidak terlibat dalam kegiatan penyalahgunaan narkoba ketika mereka terhubung dengan masyarakat, dan memiliki keterikatan yang kuat dalam bentuk dengan keluarga, sekolah, dan pekerjaan.
Semakin kuat ikatan sosial semakin kecil kemungkinan untuk melakukan kejahatan tersebut. Untuk menghindari manusia agar tidak melakukan kejahatan diperlukan attachment, commitment, belief and involvement.
Kontrol sosial
Terjadinya penyalahgunaan narkoba salah satunya adalah kurangnya kontrol sosial, kurangnya kepedulian terhadap lingkungan. Prinsip membiarkan kejahatan kecil hari ini sama dengan memupuk kejahatan besar di masa depan. Pernahkah kita melakukan hipotesa latar belakang seseorang menjadi bandar narkoba.
Apakah tiba-tiba langsung menjadi bandar narkoba atau melalui proses yang cukup lama dengan pengalaman sebagai pengguna. Selanjutnya meningkat menjadi penjual kecil-kecilan yang terus berevolusi menjadi bandar narkoba kelas kakap. Pertanyaannya bagaimana dengan orang-orang pada lingkungan tempat tinggal pelaku apakah ada kepedulian atau malah mendiamkan dengan alasan segan dan kasihan.
Lingkungan sangat mempengaruhi perilaku manusia, ketidaktaatan pada budaya yang disepakati berlaku pada lingkungan tersebut akan menyebabkan terjadinya suatu keadaan deregulation atau normless. Sehingga peran serta masyarakat akan sangat berpengaruh untuk membentuk karakter manusia menjadi baik atau bahkan menjadi jahat.
Dalam pencegahan narkotika UU No 35 tahun 2009 mensyaratkan bahwa masyarakat mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk berperan serta membantu pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
Kondisi yang sangat mengkhawatirkan bagi keberlangsungan peradaban manusia di Indonesia ketika penyalahgunaan narkoba tidak ditangani dengan serius, sehingga kita harus memberikan perhatian lebih serius akan ancaman tersebut yang telah merusak sendi-sendi budaya Indonesia yang terkenal santun dan ramah.
Aceh merupakan daerah yang menganut syariat Islam dan merupakan daerah dengan julukan Serambi Mekah tentunya kita tidak menginginkan menjadi daerah yang terdampak serius oleh penyalahgunaan narkoba yang semakin marak.
Merujuk kepada kondisi tersebut pemerintah kemudian membentuk Badan Narkotika Nasional (BNN) yang merupakan Lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden, dalam pelaksanaan tugasnya membidangi tugas yaitu: (a) bidang pencegahan; (b) bidang pemberantasan; (c) bidang rehabilitasi; (d) bidang hukum dan kerja sama; (e) bidang pemberdayaan masyarakat.
Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Banda Aceh mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melakukan upaya pencegahan pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Upaya deteksi dini dan pembentukan sekolah dan gampong bersih narkoba terus dilakukan dengan memberikan edukasi terhadap masyarakat serta terus melakukan sinergi dengan semua stakeholder yang ada di Kota Banda Aceh, Aceh Besar dan Aceh Jaya, karena permasalahan narkoba harus diurai dari hulu sampai kehilir.
Penanganan terhadap korban penyalahgunaan narkoba sangat rentan untuk kembali menggunakan narkoba walaupun telah mendapat sanksi hukuman dalam bentuk pidana, sehingga harus dilakukan penanganan secara sistematis. Semua harus mengambil peran aktif kalau kita mau menghambat laju peredaran gelap narkoba.
Bahaya narkoba sudah mengancam kita semua, lalu dapatkah kita mengubah budaya para pecandu menjadi budaya yang positif. Kita dapat merujuk kepada kota Medellin, Kolombia, pada tahun 1980-an dan awal 1990-an. Medellin terkenal karena menjadi markas besar kartel narkoba, terutama kartel Medellin yang dipimpin oleh Pablo Escobar.
Namun, dalam beberapa dekade terakhir, pemerintah setempat dan berbagai pihak telah bekerja keras untuk memerangi peredaran narkoba, meningkatkan keamanan, dan memulihkan citra kota. Medellin telah mengalami transformasi positif, dengan peningkatan ekonomi dan penurunan tingkat penyalahgunaan narkoba. Kita dapat mengambil pembelajaran dari Medellin ini bahwa dengan upaya bersama kita bisa menghentikan penyalahgunaan narkoba.
Pecandu narkoba akan sulit untuk dilepaskan oleh bandar narkoba karena para pecandu adalah konsumennya. Kita dapat mengadopsi teori permintaan ekonomi bahwa ketika pengguna narkoba banyak maka perdagangan narkoba akan meningkat. Tetapi jika pengguna narkoba berkurang maka perdagangan narkoba itu pun akan ikut berkurang.
Maka apabila kita korelasikan dengan teori tersebut langkah yang harus kita lakukan untuk mewujudkan Aceh Bersih narkoba (Bersinar) adalah dengan memutus mata rantai perdagangan narkoba dengan membuat masyarakat sadar bahwa narkoba bukanlah teman tetapi narkoba adalah ancaman terhadap kehidupan kita.
Dengan melakukan tindakan nyata secara bersama-sama kita pasti akan bisa. Namun saat ini kembali kepada diri kita masing-masing maukah kita berperan aktif untuk menghentikan penyalahgunaan narkoba untuk menyelamatkan generasi bangsa atau tidak. Namun yang pasti bahwa dengan mentolerir kejahatan narkoba hari ini sama dengan menciptakan kehancuran generasi di masa depan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.