Opini

Purbaya: Arah Kebijakan Ekonomi Indonesia yang Patriotik

Figur yang belum banyak dikenal sebelumnya ini tiba-tiba menjadi pusat pembicaraan berkat pendekatannya yang dianggap patriotik

Editor: Ansari Hasyim
For Serambinews.com
Prof. Dr. Apridar, S.E., M. Si, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis USK, dan Ketua Dewan Pakar ICMI Orwil Aceh. 

Oleh: Prof. Dr. Apridar, S.E., M. Si, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis USK, dan Ketua Dewan Pakar ICMI Orwil Aceh

DALAM panggung kebijakan ekonomi Indonesia terkini, nama Purbaya Yudhi Sadewa muncul bak fenomena yang menyita perhatian publik.

Figur yang belum banyak dikenal sebelumnya ini tiba-tiba menjadi pusat pembicaraan berkat pendekatannya yang dianggap patriotik dalam mengelola keuangan negara. 

Latar belakangnya sebagai keturunan bangsawan Keraton Surakarta memberikan dimensi menarik dalam memahami filosofi dibalik kebijakan-kebijakannya.

Jejak Historis dalam Pendekatan Kontemporer

Nama "Purbaya" dan "Sadewa" yang disandangnya bukan sekadar label, melainkan cerminan nilai-nilai yang diusungnya.

Sejarah mencatat Pangeran Purbaya sebagai kesatria Mataram yang dikenal dengan nilai kejuangan, kesetiaan, dan cinta tanah air.

Sementara Sadewa, sang Pandawa bungsu, mewakili karakter jujur, setia, berbakti, dan penuh kehati-hatian. Konotasi historis ini memberikan kerangka filosofis yang menarik untuk membaca arah kebijakan ekonomi Indonesia di bawah pengaruhnya.

Transformasi Kebijakan Fiskal: Data dan Realitas

Di bawah kontribusi Purbaya, kebijakan fiskal Indonesia menunjukkan transformasi signifimen. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, defisit APBN 2023 berhasil ditekan menjadi 2,29 persen dari PDB, turun dari 2,38 % pada 2022, meskipun dalam tekanan ekonomi global.

Rasio utang terhadap PDB juga terkendali pada level 39,1 % , lebih rendah dari banyak negara berkembang lainnya.

Yang patut dicatat adalah perubahan komposisi belanja negara. Alokasi untuk pendidikan terus dijaga di atas 20?ri APBN sesuai mandat konstitusi, dengan realisasi mencapai Rp612,1 triliun pada 2023.

Sementara belanja kesehatan meningkat signifimen pasca pandemi, mencapai Rp174,4 triliun, mencerminkan komitmen pada pembangunan manusia.

Inovasi Pendapatan Negara di Masa Transisi

Di sisi pendapatan, terobosan kebijakan terlihat dalam optimalisasi penerimaan pajak dan non-pajak. Rasio tax-to-GDP Indonesia masih berada di kisaran 10 % , relatif rendah dibandingkan rata-rata negara ASEAN yang mencapai 15 % .

Menghadapi tantangan ini, kebijakan yang diusung mengedepankan basis ekonomi digital dan reformasi administrasi perpajakan.

Data terbaru menunjukkan, penerimaan pajak pada kuartal I 2024 tumbuh 7,8 % (yoy), didorong oleh optimalisasi pajak karbon dan ekstensifikasi basis pajak ekonomi digital. Sementara penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sumber daya alam menunjukkan kinerja solid seiring dengan kebijakan hilirisasi yang mulai membuahkan hasil.

Kebijakan Moneter yang Sinergis dengan Fiskal

Pendekatan Purbaya dalam koordinasi kebijakan fiskal-moneter patut menjadi perhatian. Di tengah lingkungan suku bunga tinggi global, Indonesia berhasil menjaga relatif stabil dengan inflasi inti yang terkendali. Koordinasi erat dengan Bank Indonesia terbukti dalam menjaga stabilitas makroekonomi sambil mendorong pertumbuhan.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved